Pandangan Mantan Hakim MK tentang Pasal 27 Perppu 1/2020

Rabu, 29 April 2020 - 17:29 WIB
loading...
Pandangan Mantan Hakim...
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah pasal menjadi poin keberatan dalam sidang perdana uji materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terkait Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin.

Salah satu yang dianggap krusial yaitu Pasal 27. Substansi dari pasal itu dinilai memberikan imunitas atau kekebalan hukum bagi pejabat negara dalam melakukan tugas sesuai dengan Perppu 1/2020.

Namun, hal itu berbeda menurut Maruarar Siahaan yang pernah menjadi Hakim Konstitusi 2003-2009. Menurut dia, sesungguhnya tidak benar bahwa Pasal 27 Perppu 1/2020 memberi imunitas pada koruptor.

Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa para pejabat yang disebut dalam pasal itu tidak dapat dituntut secara pidana dan perdata. Maruarar berpendapat, hal itu terjadi jika dalam menjalankan tugasnya didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pasal 27 ayat (1) adalah merupakan amanat yang tegas, agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap pejabat yang disebutkan jika mereka telah melakukan tugas berdasar undang-undang dan secara itikad baik," kata Maruarar kepada SINDOnews, Rabu (29/4/2020).

Sementara, Ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas menyatakan bahwa jika orang melawan hukum, merugikan keuangan negara dan menguntungkan orang lain, baru dapat disidik dan dituntut ke peradilan. Selama ini, mengabaikan doktrin hukum pidana yang disebut hukum pidana adalah ultimum remedium atau upaya terakhir, maka sesungguhnya hal itu tidak perlu dituliskan.

"Biarlah Hukum Tata Usaha Negara dulu menyelesaikan masalah hukumnya. Kalau ada pelanggaran dan kalau ada kerugian yang timbul karena pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan, maka akan dituntut untuk dikembalikan secara administrasi," kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia 1967 tersebut.

Sementara, Pasal 27 ayat (2) menurut Maruarar, merupakan keadaan yang diperlukan untuk menghindari kemacetan karena adanya gugatan-gugatan yang mungkin diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang dapat menghambat langkah-langkah yang memerlukan kecepatan mengatasi keadaan genting dan bahkan kadang-kadang darurat.

"Namun, tidak berarti hukum pidana dikesampingkan, melainkan hanya soal momentum yang diminta untuk dipahami oleh penegak hukum," ujar peraih penghargaan Satya Lencana Karya Satya dari Presiden pada 2001 itu.

Sebelumnya diberitakan, dalam sidang perdana uji materiil di Mahkamah Konstitusi, ketiga pemohon menuntut pembatalan terhadap Pasal 27. Mereka adalah Amien Rais dan kawan-kawan (dkk), Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dkk, dan Damai Hari Lubis. ( ).

"Justru penguasa memberikan contoh yang tidak baik dalam bentuk tidak percaya pada proses-proses hukum. Alasan yang dikemukakan ketika butuh kekebalan hukum, alasannya khawatir kriminalisasi," kata Boyamin Saiman, kuasa hukum pemohon sekaligus Koordinator MAKI, di Gedung MK, Selasa (28/4/2020).

Zainal Arifin Hoesein, kuasa hukum Pemohon Amien Rais dkk, menilai Pasal 27 ayat (1) Perppu 1/2020 memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi. Sebab, di dalamnya disebutkan biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi, termasuk dalam bidang kebijakan perpajakan keuangan daerah dan pemulihan ekonomi nasional bukan merupakan kerugian negara. "Norma itu memberi keistimewaan bagi pejabat tertentu untuk menjadi kebal hukum," ujar dia.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1401 seconds (0.1#10.140)