Anas Urbaningrum Tak Akan Pernah Digantung di Monas, Ini Analisis Pakar Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dinilai tidak akan pernah digantung di Monas, Jakarta. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) ini belum pernah berbicara politik setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin.
Pada Juli 2023, Anas bebas murni. Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad menilai penagihan janji kepada Anas terkait digantung di Monas perlu dikaji secara objektif dan kredibel.
"Membangun keyakinan bahwa Anas tidak bersalah tidak boleh secara subjektif, harus terstruktur dan teruji objektif dengan eksaminasi dan standar objektif norma teori dan filsafat hukum, sehingga pendapat kita pendapat objektif,” kata Suparji dalam acara bedah buku Halaman Pertama Anas Urbaningrum dengan topik utama diskusi Mengapa Anas Tak Jadi Digantung di Monas, Senin (26/6/2023).
Anas, kata Suparji, masih memerlukan keadilan secara hukum dan sosial. Sebab, sangat mungkin Anas batal digantung di Monas berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada.
"Secara hukum Anas sudah menjalani hukuman delapan tahun. Meski masih ada kemungkinan melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) 2. Bukan tidak mungkin PK 2. Kedua memperjuangkan Anas secara sosiologis karena sudah terstigma. Buku Mas Tofik Pram ini salah satu upaya memperjuangkan itu," kata Suparji.
Lebih lanjut dia mengatakan, Anas diputus justru tidak ada bukti-bukti melakukan korupsi Hambalang berdasarkan fakta persidangan. "Karena syarat digantung di Monas tidak dipenuhi, Anas divonis tidak korupsi, tidak terima korupsi Hambalang sampai tingkat kasasi oleh belasan orang hakim mengadili sejak tingkat pertama,” imbuhnya.
Hal senada dikatakan oleh penulis buku Halaman Pertama Anas Urbaningrum, Tofik Pram. Kasus Anas, menurut dia, sarat kejanggalan sejak awal, mulai dari surat perintah penyidikan (sprindik) yang bocor hingga dugaan intervensi kekuasaan saat itu.
Dia melanjutkan, Anas juga dipersepsikan oleh kekuatan tertentu saat itu agar harus dinyatakan bersalah. "Inilah dampak jangka panjang dari konstruksi opini tentang sosok Anas di masa lalu. Betapa narasi dan wacana yang dibangun kala itu benar-benar membungkus Anas dalam stigma negatif, sehingga dia sudah divonis bahkan jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Tofik Pram.
Dia menambahkan, segala bentuk informasi yang bisa meringankan Anas seolah tidak disajikan secara adil kepada publik. “Apa pasal? Sebab konstruksi narasi yang dibangun waktu itu adalah Anas harus salah. Dia harus pergi. Buku ini coba menghadirkan narasi alternatif tentang Anas,” katanya.
“Menghadirkan sisi lain perjalanan kasusnya, untuk mengajak pembaca agar mau mencoba adil sejak dalam pikiran. Sekaligis mengingatkan agar hati-hati, bahwa politik berbiaya ringgi itu bisa menyebabkan kontroversi hati," pungkasnya.
Pada Juli 2023, Anas bebas murni. Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad menilai penagihan janji kepada Anas terkait digantung di Monas perlu dikaji secara objektif dan kredibel.
"Membangun keyakinan bahwa Anas tidak bersalah tidak boleh secara subjektif, harus terstruktur dan teruji objektif dengan eksaminasi dan standar objektif norma teori dan filsafat hukum, sehingga pendapat kita pendapat objektif,” kata Suparji dalam acara bedah buku Halaman Pertama Anas Urbaningrum dengan topik utama diskusi Mengapa Anas Tak Jadi Digantung di Monas, Senin (26/6/2023).
Anas, kata Suparji, masih memerlukan keadilan secara hukum dan sosial. Sebab, sangat mungkin Anas batal digantung di Monas berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada.
"Secara hukum Anas sudah menjalani hukuman delapan tahun. Meski masih ada kemungkinan melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) 2. Bukan tidak mungkin PK 2. Kedua memperjuangkan Anas secara sosiologis karena sudah terstigma. Buku Mas Tofik Pram ini salah satu upaya memperjuangkan itu," kata Suparji.
Lebih lanjut dia mengatakan, Anas diputus justru tidak ada bukti-bukti melakukan korupsi Hambalang berdasarkan fakta persidangan. "Karena syarat digantung di Monas tidak dipenuhi, Anas divonis tidak korupsi, tidak terima korupsi Hambalang sampai tingkat kasasi oleh belasan orang hakim mengadili sejak tingkat pertama,” imbuhnya.
Hal senada dikatakan oleh penulis buku Halaman Pertama Anas Urbaningrum, Tofik Pram. Kasus Anas, menurut dia, sarat kejanggalan sejak awal, mulai dari surat perintah penyidikan (sprindik) yang bocor hingga dugaan intervensi kekuasaan saat itu.
Dia melanjutkan, Anas juga dipersepsikan oleh kekuatan tertentu saat itu agar harus dinyatakan bersalah. "Inilah dampak jangka panjang dari konstruksi opini tentang sosok Anas di masa lalu. Betapa narasi dan wacana yang dibangun kala itu benar-benar membungkus Anas dalam stigma negatif, sehingga dia sudah divonis bahkan jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Tofik Pram.
Dia menambahkan, segala bentuk informasi yang bisa meringankan Anas seolah tidak disajikan secara adil kepada publik. “Apa pasal? Sebab konstruksi narasi yang dibangun waktu itu adalah Anas harus salah. Dia harus pergi. Buku ini coba menghadirkan narasi alternatif tentang Anas,” katanya.
“Menghadirkan sisi lain perjalanan kasusnya, untuk mengajak pembaca agar mau mencoba adil sejak dalam pikiran. Sekaligis mengingatkan agar hati-hati, bahwa politik berbiaya ringgi itu bisa menyebabkan kontroversi hati," pungkasnya.
(rca)