Memborong Alutsista, Indonesia dalam Ancaman Perang?
loading...
A
A
A
Berangkat dari pemahaman ini, jika Indonesia ingin siap menghadapi perang, maka minimal mulai dari sekarang negara ini sudah mau berpikir soal potensi adanya perang dan mengoptimalisasi industri pertahanan.
Dalam momen tersebut, mantan Danjen Kopassus ini memaparkan definisi perang sebagai pemaksaan kehendak oleh sebuah negara dengan tujuan menguasai suatu wilayah atau sumber daya suatu negara. Caranya, yaitu dengan kekuatan fisik atau kekerasan. Mengutip filosopi perang bangsa Athena, suatu negara wajib memiliki pertahanan yang kuat untuk mengantisipasi perang.
"The strong do what they can and the weak suffer what they must. Kalau dia mampu membom dia membom kalau mampu hancurkan satu kota dia akan lakukan. Yang lemah akan menderita," kata Prabowo.
Untuk itu, Prabowo menekankan, jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang kuat, maka wajar pemerintah menyiapkan rencana dan skenario pertahanan. Termasuk, mempersiapkan rencana alutsista untuk memperkuat pertahanan. "Kita ini dalam keadaan tidak kuat, tidak sehat, kalau tidak kuat hadapi ancaman virus, lebih cepat kita hancur. Pertanyaannya kembali, apakah Indonesia mau kuat atau lemah. Kalau mau kuat lakukan hal-hal yang jadi kuat," kata Prabowo.
Walaupun sekilas terlihat kondisi geopolitik sedang baik-baik saja, sesungguhnya kawasan sedang menyimpan bara panas, yang setiap saat bisa meletus menjadi perang terbuka. Secara langsung atau tidak langsung perang yang bakal terjadi rawan menyeret Indonesia ke dalamnya pusarannya.
Potensi perang dimaksud tidak lain terkait agresivitas China di kawasan Laut China Selatan atau Indo-Pasific, yang memaksakan klaimnya terhadap 90% wilayah laut hingga bergesekan dengan beberapa negara di kawasan dan mengancam kebebasan lalu lintas di salah satu laut strategis dan tersibuk dunia tersebut.
Gesekan yang terjadi pun tidak lagi melibatkan China vis a vis Vietnam atau Filipina, tapi juga telah menyeret Australia, AS, Inggris, dan beberapa negara barat lainnya yang memiliki kepentingan terhadap akses lalu lintas transportasi dan keamanan kepentingan geopolitiknya.
Potensi perang di kawasan juga terkait dengan Taiwan, dan dengan beberapa negara Asia Timur yang menjadi sekutu AS, yakni Korea Selatan dan Jepang. Tingkat kerawanan meledaknya perang di kawasan tersebut menguat seiring dengan pecahnya perang Rusia-Ukraina.
Ibarat permainan catur, China, AS dan sekutunya sudah menggerakkan bidak-bidak kekuatan militer ke tempat-tempat strategis. China misalnya telah lama membangun pangkalan rudal di LCS, meskipun wilayah masih menjadi sengketa. Fasilitas pangkalan China yang pernah tertangkap citra satelit berada di Kepulauan Paracel, tepatnya di Pulau Woody. Di pangkalan ini diketahui negeri panda tersebut telah menempatkan rudal darat-ke-udara HQ-9 untuk pertahanan udara.
Sebagai informasi, sistem rudal SAM HQ-9 China memiliki jangkauan operasional 200 kilometer (124 mil) di ketinggian dan dapat menimbulkan ancaman serius bagi lalu lintas udara militer dan sipil. Selain pangkalan rudal, China juga disebutkan sedang membuat fasilitas militer di tiga pulau buatan yang telah sepenuhnya dimiliterisasi.
Dalam momen tersebut, mantan Danjen Kopassus ini memaparkan definisi perang sebagai pemaksaan kehendak oleh sebuah negara dengan tujuan menguasai suatu wilayah atau sumber daya suatu negara. Caranya, yaitu dengan kekuatan fisik atau kekerasan. Mengutip filosopi perang bangsa Athena, suatu negara wajib memiliki pertahanan yang kuat untuk mengantisipasi perang.
"The strong do what they can and the weak suffer what they must. Kalau dia mampu membom dia membom kalau mampu hancurkan satu kota dia akan lakukan. Yang lemah akan menderita," kata Prabowo.
Untuk itu, Prabowo menekankan, jika Indonesia ingin menjadi bangsa yang kuat, maka wajar pemerintah menyiapkan rencana dan skenario pertahanan. Termasuk, mempersiapkan rencana alutsista untuk memperkuat pertahanan. "Kita ini dalam keadaan tidak kuat, tidak sehat, kalau tidak kuat hadapi ancaman virus, lebih cepat kita hancur. Pertanyaannya kembali, apakah Indonesia mau kuat atau lemah. Kalau mau kuat lakukan hal-hal yang jadi kuat," kata Prabowo.
Walaupun sekilas terlihat kondisi geopolitik sedang baik-baik saja, sesungguhnya kawasan sedang menyimpan bara panas, yang setiap saat bisa meletus menjadi perang terbuka. Secara langsung atau tidak langsung perang yang bakal terjadi rawan menyeret Indonesia ke dalamnya pusarannya.
Potensi perang dimaksud tidak lain terkait agresivitas China di kawasan Laut China Selatan atau Indo-Pasific, yang memaksakan klaimnya terhadap 90% wilayah laut hingga bergesekan dengan beberapa negara di kawasan dan mengancam kebebasan lalu lintas di salah satu laut strategis dan tersibuk dunia tersebut.
Gesekan yang terjadi pun tidak lagi melibatkan China vis a vis Vietnam atau Filipina, tapi juga telah menyeret Australia, AS, Inggris, dan beberapa negara barat lainnya yang memiliki kepentingan terhadap akses lalu lintas transportasi dan keamanan kepentingan geopolitiknya.
Potensi perang di kawasan juga terkait dengan Taiwan, dan dengan beberapa negara Asia Timur yang menjadi sekutu AS, yakni Korea Selatan dan Jepang. Tingkat kerawanan meledaknya perang di kawasan tersebut menguat seiring dengan pecahnya perang Rusia-Ukraina.
Ibarat permainan catur, China, AS dan sekutunya sudah menggerakkan bidak-bidak kekuatan militer ke tempat-tempat strategis. China misalnya telah lama membangun pangkalan rudal di LCS, meskipun wilayah masih menjadi sengketa. Fasilitas pangkalan China yang pernah tertangkap citra satelit berada di Kepulauan Paracel, tepatnya di Pulau Woody. Di pangkalan ini diketahui negeri panda tersebut telah menempatkan rudal darat-ke-udara HQ-9 untuk pertahanan udara.
Sebagai informasi, sistem rudal SAM HQ-9 China memiliki jangkauan operasional 200 kilometer (124 mil) di ketinggian dan dapat menimbulkan ancaman serius bagi lalu lintas udara militer dan sipil. Selain pangkalan rudal, China juga disebutkan sedang membuat fasilitas militer di tiga pulau buatan yang telah sepenuhnya dimiliterisasi.