Hadapi Laporan MK, Denny Indrayana Tunjuk Bambang Widjojanto hingga Febri Diansyah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana merespons perihal laporan Mahkamah Konstitusi (MK) ke organisasi advokat, atas pernyataan Denny terkait putusan MK soal gugatan sistem pemilu yang diputus Kamis (15/6/2023) siang kemarin.Denny pun menunjuk sejumlah advojat kondang seperti Bambang Widjojanto dan Febri Diansyah menjadi tim kuasa hukum.
Tim kuasa hukum menyampaikan, pendapat yang disampaikan oleh Denny Indrayana, selain dalam rangka menjalankan kebebasan berpendapat beliau yang dijamin oleh UUD 1945, juga merupakan bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban yang dilekatkan berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
"UU tersebut mewajibkan bagi setiap Profesor di Indonesia untuk melakukan 3 (tiga) hal, yakni: Menulis buku; menulis karya ilmiah; serta menyebarluaskan gagasan untuk mencerahkan masyarakat," kata kuasa hukum, dikutip Jumat (16/6/2023).
Mereka menjelaskan, berbagai pendapat dan kritik yang dilakukan oleh Denny Indrayana adalah dalam rangka menyebarluaskan gagasan untuk mencerahkan masyarakat, khususnya pada bidang hukum tata negara dan konstitusi yang merupakan keahlian beliau. Justru menjadi salah dan keliru, jika Denny Indrayana berdiam diri menyaksikan berbagai dugaan pelecehan terhadap konstitusi yang sedang terjadi saat ini.
Namun, kuasa hukum Denny menghormati langkah MK yang akan mengajukan pengaduan etik ke organisasi advokat tempat Denny Indrayana bernaung, meskipun langkah tersebut dinilai kurang tepat untuk diambil dalam merespons pendapat seorang guru besar di bidang hukum tata negara.
" Lagipula, tidak ada satupun klausul dalam kode etik advokat yang dilanggar. Sebaliknya, kode etik advokat mewajibkan setiap advokat untuk bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia," ujarnya.
Tim kuasa hukum Denny juga menghormati sekaligus menyayangkan langkah MK yang juga akan membuat pengaduan etik ke organisasi advokat di Australia tempat Denny Indrayana terdaftar. Selain karena tidak ada klausul dalam kode etik yang dilanggar, sebaliknya, Australia adalah negara yang sangat maju pelaksanaan HAM-nya.
"Bahkan seringkali memberikan perlindungan bagi warga negara lain yang mendapat tekanan dan ancaman dari negara asal, terlebih ketika ancaman tersebut didapat sebagai respon atas kritik yang mereka berikan terhadap salah satu organ negara," terangnya.
Pihaknya juga mengapresiasi MK yang tidak memilih jalur kriminalisasi dengan membuat laporan ke aparat penegak hukum. Selain karena secara hukum tidak ada delik-delik pidana yang terpenuhi sehingga sangat tidak patut untuk dilaporkan ke penegak hukum, MK telah menunjukkan sikap konsisten menjalankan semangat menerima kritik, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman pada saat pelantikan dirinya sebagai ketua MK, yang kurang lebih menyatakan “Kritik yang pahit adalah obat untuk Mahkamah Konstitusi”.
"Oleh karenanya, apa yang disampaikan oleh Prof. Denny Indrayana tidak dapat dikatakan sebagai tindakan yang merugikan martabat MK, sebaliknya, harus dianggap sebagai obat untuk "menyembuhkan” Mahkamah," tuturnya.
"Terakhir, kami sangat mengapresiasi MK dalam putusan 114/PUU-XX/2022 yang tetap menjaga sistem demokrasi Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka. Karena sejak awal, memang hal tersebut lah yang menjadi fokus utama untuk dikawal dan diawasi oleh rakyat Indonesia. Hal ini merupakan kemenangan besar bagi kita semua yang berjuang untuk tetap memajukan demokrasi negara," pungkas Tim Kuasa Hukum Denny.
Tim kuasa hukum menyampaikan, pendapat yang disampaikan oleh Denny Indrayana, selain dalam rangka menjalankan kebebasan berpendapat beliau yang dijamin oleh UUD 1945, juga merupakan bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban yang dilekatkan berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
"UU tersebut mewajibkan bagi setiap Profesor di Indonesia untuk melakukan 3 (tiga) hal, yakni: Menulis buku; menulis karya ilmiah; serta menyebarluaskan gagasan untuk mencerahkan masyarakat," kata kuasa hukum, dikutip Jumat (16/6/2023).
Mereka menjelaskan, berbagai pendapat dan kritik yang dilakukan oleh Denny Indrayana adalah dalam rangka menyebarluaskan gagasan untuk mencerahkan masyarakat, khususnya pada bidang hukum tata negara dan konstitusi yang merupakan keahlian beliau. Justru menjadi salah dan keliru, jika Denny Indrayana berdiam diri menyaksikan berbagai dugaan pelecehan terhadap konstitusi yang sedang terjadi saat ini.
Namun, kuasa hukum Denny menghormati langkah MK yang akan mengajukan pengaduan etik ke organisasi advokat tempat Denny Indrayana bernaung, meskipun langkah tersebut dinilai kurang tepat untuk diambil dalam merespons pendapat seorang guru besar di bidang hukum tata negara.
" Lagipula, tidak ada satupun klausul dalam kode etik advokat yang dilanggar. Sebaliknya, kode etik advokat mewajibkan setiap advokat untuk bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia," ujarnya.
Tim kuasa hukum Denny juga menghormati sekaligus menyayangkan langkah MK yang juga akan membuat pengaduan etik ke organisasi advokat di Australia tempat Denny Indrayana terdaftar. Selain karena tidak ada klausul dalam kode etik yang dilanggar, sebaliknya, Australia adalah negara yang sangat maju pelaksanaan HAM-nya.
"Bahkan seringkali memberikan perlindungan bagi warga negara lain yang mendapat tekanan dan ancaman dari negara asal, terlebih ketika ancaman tersebut didapat sebagai respon atas kritik yang mereka berikan terhadap salah satu organ negara," terangnya.
Pihaknya juga mengapresiasi MK yang tidak memilih jalur kriminalisasi dengan membuat laporan ke aparat penegak hukum. Selain karena secara hukum tidak ada delik-delik pidana yang terpenuhi sehingga sangat tidak patut untuk dilaporkan ke penegak hukum, MK telah menunjukkan sikap konsisten menjalankan semangat menerima kritik, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Konstitusi Anwar Usman pada saat pelantikan dirinya sebagai ketua MK, yang kurang lebih menyatakan “Kritik yang pahit adalah obat untuk Mahkamah Konstitusi”.
"Oleh karenanya, apa yang disampaikan oleh Prof. Denny Indrayana tidak dapat dikatakan sebagai tindakan yang merugikan martabat MK, sebaliknya, harus dianggap sebagai obat untuk "menyembuhkan” Mahkamah," tuturnya.
"Terakhir, kami sangat mengapresiasi MK dalam putusan 114/PUU-XX/2022 yang tetap menjaga sistem demokrasi Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka. Karena sejak awal, memang hal tersebut lah yang menjadi fokus utama untuk dikawal dan diawasi oleh rakyat Indonesia. Hal ini merupakan kemenangan besar bagi kita semua yang berjuang untuk tetap memajukan demokrasi negara," pungkas Tim Kuasa Hukum Denny.
(muh)