Pelaku Korupsi Dana Bencana Bakal Dituntut Hukuman Mati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan menuntut pidana hukuman mati kepada mereka yang melakukan korupsi dana penanggulangan pandemi Covid-19 atau virus corona. Penegasan itu disampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/4/2020).
"Bapak Ibu sekalian, di bagian akhir kami akan menyatakan sikap bahwa KPK akan bertindak tegas dan sangat keras kepada para pelaku korupsi, terutamanya dalam keadaan penggunaan anggaran penanganan bencana," ujar Firli Bahuri.
Sebab, kata dia, keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi. "Maka bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain. Kita menegakkan hukum yaitu tuntutannya pidana mati. Saya kira itu saja yang ingin saya sampaikan," ujarnya dalam RDP yang digelar virtual tersebut.
Dalam kesempatan itu, Firli Bahuri membeberkan sejumlah titik rawan terjadinya korupsi penanganan Covid-19. Pertama, di tempat pengadaan barang dan jasa. Misalnya, kolusi dengan penyedia, mark up harga, kick back, benturan kepentingan dalam pengadaan serta kecurangan. ( ).
Kedua, filantropi atau sumbangan pihak ketiga. Contohnya, pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan, serta penyelewengan bantuan.
Ketiga, refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD. "Baik itu alokasi sumber dana dan belanja maupun pemanfaatan anggaran," ungkapnya.
Keempat atau terakhir, pendistribusian program bantuan sosial dalam rangka social safety net. "Ini yang kami lakukan analisa dan kajian, ada empat titik rawan terjadinya korupsi," tuturnya.
Lihat Juga: Siapa Ko Wen-je? Mantan Capres Taiwan Dijerat Dakwaan Korupsi dengan Tuntutan 28,5 Tahun Penjara
"Bapak Ibu sekalian, di bagian akhir kami akan menyatakan sikap bahwa KPK akan bertindak tegas dan sangat keras kepada para pelaku korupsi, terutamanya dalam keadaan penggunaan anggaran penanganan bencana," ujar Firli Bahuri.
Sebab, kata dia, keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi. "Maka bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain. Kita menegakkan hukum yaitu tuntutannya pidana mati. Saya kira itu saja yang ingin saya sampaikan," ujarnya dalam RDP yang digelar virtual tersebut.
Dalam kesempatan itu, Firli Bahuri membeberkan sejumlah titik rawan terjadinya korupsi penanganan Covid-19. Pertama, di tempat pengadaan barang dan jasa. Misalnya, kolusi dengan penyedia, mark up harga, kick back, benturan kepentingan dalam pengadaan serta kecurangan. ( ).
Kedua, filantropi atau sumbangan pihak ketiga. Contohnya, pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan, serta penyelewengan bantuan.
Ketiga, refocusing dan realokasi anggaran Covid-19 untuk APBN dan APBD. "Baik itu alokasi sumber dana dan belanja maupun pemanfaatan anggaran," ungkapnya.
Keempat atau terakhir, pendistribusian program bantuan sosial dalam rangka social safety net. "Ini yang kami lakukan analisa dan kajian, ada empat titik rawan terjadinya korupsi," tuturnya.
Lihat Juga: Siapa Ko Wen-je? Mantan Capres Taiwan Dijerat Dakwaan Korupsi dengan Tuntutan 28,5 Tahun Penjara
(zik)