DPR Tampung Catatan Kritis KPAI terhadap RUU Kesehatan

Jum'at, 09 Juni 2023 - 18:06 WIB
loading...
DPR Tampung Catatan...
Komisi IX DPR menampung catatan kritis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Komisi IX DPR menampung catatan kritis Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) terhadap Rancangan Undang-Undang ( RUU ) Kesehatan Omnibus Law. Catatan kritis itu diterima Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena.

Pertemuan KPAI dengan Komisi IX DPR digelar pada Rabu (7/6/2023) untuk pencapaian pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini sudah masuk ke tahapan tim perumus. Dalam pertemuan itu, KPAI melalui kelompok kerjanya memberikan catatan kritis dengan menyerahkan kertas kebijakan KPAI terhadap penyusunan RUU Kesehatan kepada Komisi IX DPR.

Kepala Pusat Studi Center of Human dan Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) Roosita Meilani dan tergabung dalam Pokja KPAI sebagai perwakilan akademisi turut hadir dan mengawal penyampaian masukan pasal pada RUU Kesehatan. CHED ITB-AD juga mendukung KPAI mengawal pembahasan RUU Kesehatan.





"Kami sangat yakin, apa yang dilakukan oleh KPAI sangat mulia, mengawal RUU Kesehatan pada aspek anak adalah satu upaya untuk menyelamatkan generasi bangsa,” ujar Roosita yang juga merupakan anggota Pokja KPAI.

Roosita menjelaskan kertas kebijakan yang diserahkan KPAI di dalamnya terkait dengan isu-isu krusial berkenaan dengan kesehatan anak. Dia mengatakan, RUU Kesehatan harus menjadi jembatan pemenuhan hak-hak kesehatan anak di Indonesia untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau, inklusif, tidak diskriminasi, serta ramah anak.

“Sehingga dapat meminimalisir atau mencegah terjadinya perlambatan tumbuh kembang anak, pemahaman, emosional, dan lainnya," katanya.

Berikut catatan kritis yang disampaikan KPAI ke DPR dalam audiensi tersebut:


1. Materi RUU Kesehatan belum menyentuh hak-hak kesehatan anak untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, inklusif, tidak diskriminasi, serta ramah anak;

2. Sasaran transformasi sistem kesehatan masih bersifat umum serta kurang memperhatikan fakta-fakta empiris di masyarakat terkait kondisi kesehatan anak. Transformasi sistem layanan kesehatan memerlukan keseriusan negara agar terarah pada optimalisasi layanan kesehatan untuk menekan tingginya angka kematian neonatal dan stunting;

3. Pemenuhan hak dasar atas layanan kesehatan masyarakat perlu memperhatikan tindakan afirmatif sebagai upaya menjawab tantangan pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, serta anak penyandang disabilitas, dalam rangka peningkatan derajat optimal kesehatan, tumbuh kembang, dan produktivitas mereka. Karena itu, RUU Kesehatan perlu memberikan perhatian pada poin-poin berikut:

a. Mendorong upaya preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif bagi kesehatan anak sejak dalam kandungan, serta khususnya bagi anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;

b. Perlindungan dari kasus-kasus malpraktik medis pada anak dalam memperoleh akses layanan kesehatan;

c. Menetapkan subyek hukum pada kasus-kasus kekerasan fisik, emosional, maupun seksual pada anak. Termasuk dalam hal ini adanya jaminan pembiayaan visum dalam, sebagai bentuk advokasi perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyelidikan hukum;

d. KPAI juga melihat masih adanya permasalahan krusial dalam perspektif perlindungan anak di bidang kesehatan, seperti penetapan kondisi luar biasa (KLB) dan kompensasi negara pada kejadian-kejadian yang merugikan kesehatan dan berdampak permanen pada anak. Contoh kasus yang mengemuka dalam hal ini adalah kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang dialami oleh lebih dari 326 anak, di mana 204 di antaranya meninggal dunia.

4. Adanya kebutuhan akan jaminan pembiayaan kesehatan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, dan anak penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jaminan pembiayaan kesehatan dimaksud termasuk pada penanganan kasus penyakit katastropik pada anak akibat penyakit genetik berat, disabilitas bawaan, kanker, dan penyakit kelainan khusus lainnya;

5.Pengembangan kapasitas unit pendidikan untuk mewujudkan pendidikan inklusi yang ramah anak, khususnya bagi pemenuhan hak kesehatan anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;

6.Isu perlindungan anak dari zat-zat adiktif, dimana di dalamnya termasuk pengaturan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok;

7.Isu-isu lain terkait upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Diketahui sebelum pertemuan dengan Komisi IX DPR, Pokja KPAI telah melaksanakan 3 kali FGD dari 11 Mei, 25 Mei, dan 6 Juni 2023. FGD pertama adalah identifikasi permasalahan hak kesehatan dasar anak.

FGD kedua tentang kebijakan dan politik anggaran. Sedangkan FGD ketiga terkait pengendalian zat adiktif yang dalam prosesnya melibatkan kementerian dan lembaga, CSO, NGO, dan komunitas.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1203 seconds (0.1#10.140)