DPR Tampung Catatan Kritis KPAI terhadap RUU Kesehatan
loading...
A
A
A
a. Mendorong upaya preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif bagi kesehatan anak sejak dalam kandungan, serta khususnya bagi anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
b. Perlindungan dari kasus-kasus malpraktik medis pada anak dalam memperoleh akses layanan kesehatan;
c. Menetapkan subyek hukum pada kasus-kasus kekerasan fisik, emosional, maupun seksual pada anak. Termasuk dalam hal ini adanya jaminan pembiayaan visum dalam, sebagai bentuk advokasi perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyelidikan hukum;
d. KPAI juga melihat masih adanya permasalahan krusial dalam perspektif perlindungan anak di bidang kesehatan, seperti penetapan kondisi luar biasa (KLB) dan kompensasi negara pada kejadian-kejadian yang merugikan kesehatan dan berdampak permanen pada anak. Contoh kasus yang mengemuka dalam hal ini adalah kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang dialami oleh lebih dari 326 anak, di mana 204 di antaranya meninggal dunia.
4. Adanya kebutuhan akan jaminan pembiayaan kesehatan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, dan anak penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jaminan pembiayaan kesehatan dimaksud termasuk pada penanganan kasus penyakit katastropik pada anak akibat penyakit genetik berat, disabilitas bawaan, kanker, dan penyakit kelainan khusus lainnya;
5.Pengembangan kapasitas unit pendidikan untuk mewujudkan pendidikan inklusi yang ramah anak, khususnya bagi pemenuhan hak kesehatan anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
6.Isu perlindungan anak dari zat-zat adiktif, dimana di dalamnya termasuk pengaturan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok;
7.Isu-isu lain terkait upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Diketahui sebelum pertemuan dengan Komisi IX DPR, Pokja KPAI telah melaksanakan 3 kali FGD dari 11 Mei, 25 Mei, dan 6 Juni 2023. FGD pertama adalah identifikasi permasalahan hak kesehatan dasar anak.
FGD kedua tentang kebijakan dan politik anggaran. Sedangkan FGD ketiga terkait pengendalian zat adiktif yang dalam prosesnya melibatkan kementerian dan lembaga, CSO, NGO, dan komunitas.
b. Perlindungan dari kasus-kasus malpraktik medis pada anak dalam memperoleh akses layanan kesehatan;
c. Menetapkan subyek hukum pada kasus-kasus kekerasan fisik, emosional, maupun seksual pada anak. Termasuk dalam hal ini adanya jaminan pembiayaan visum dalam, sebagai bentuk advokasi perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan sehingga mempermudah dan mempercepat proses penyelidikan hukum;
d. KPAI juga melihat masih adanya permasalahan krusial dalam perspektif perlindungan anak di bidang kesehatan, seperti penetapan kondisi luar biasa (KLB) dan kompensasi negara pada kejadian-kejadian yang merugikan kesehatan dan berdampak permanen pada anak. Contoh kasus yang mengemuka dalam hal ini adalah kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang dialami oleh lebih dari 326 anak, di mana 204 di antaranya meninggal dunia.
4. Adanya kebutuhan akan jaminan pembiayaan kesehatan bagi anak, anak berkebutuhan khusus, dan anak penyandang disabilitas, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Jaminan pembiayaan kesehatan dimaksud termasuk pada penanganan kasus penyakit katastropik pada anak akibat penyakit genetik berat, disabilitas bawaan, kanker, dan penyakit kelainan khusus lainnya;
5.Pengembangan kapasitas unit pendidikan untuk mewujudkan pendidikan inklusi yang ramah anak, khususnya bagi pemenuhan hak kesehatan anak berkebutuhan khusus dan anak penyandang disabilitas;
6.Isu perlindungan anak dari zat-zat adiktif, dimana di dalamnya termasuk pengaturan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok;
7.Isu-isu lain terkait upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Diketahui sebelum pertemuan dengan Komisi IX DPR, Pokja KPAI telah melaksanakan 3 kali FGD dari 11 Mei, 25 Mei, dan 6 Juni 2023. FGD pertama adalah identifikasi permasalahan hak kesehatan dasar anak.
FGD kedua tentang kebijakan dan politik anggaran. Sedangkan FGD ketiga terkait pengendalian zat adiktif yang dalam prosesnya melibatkan kementerian dan lembaga, CSO, NGO, dan komunitas.