Film dan Representasi Sistem Hukum
loading...
A
A
A
Syukurlah, kita baru saja mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru setelah ratusan tahun menggunakan kitab bikinan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Semoga saja KUHP yang baru diundangkan pada awal 2023 itu dapat menjawab tantangan zaman sekarang dan beberapa tahun ke depan.
Film 12 Angry Man arahan Sidney Lumet ini merupakan film drama persidangan yang sangat baik dan mengesankan. Henry Fonda memproduseri dan membintangi adaptasi dari drama panggung Reginald Rose yang diakui sangat kritis dalam dialog-dialognya. Alih-alih mengikuti cerita persidangan, penonton malah diajak untuk mengamati kejadian di balik pintu tertutup, yakni ruangan sidang para juri.
Ditampilkan para juri bermusyawarah atau mempertimbangkan sebuah kasus yang bisa berujung hukuman mati pada terdakwa. Pemungutan suara awal diambil dalam ruangan tertutup. Hasilnya, 11 (sebelas) menyatakan terdakwa bersalah. Hanya 1 (satu) juri yang masih ragu-ragu, yakni juri nomor 8 Ia masih ingin agar para juri lain mendiskusikan kembali putusan terhadap seorang pemuda yang didakwa telah membunuh ayahnya sendiri.
Juri No. 8 itu diperankan oleh Henry Fonda, yang juga membintangi On Golden Pond, dan Wanda Nevada. Dia seorang pria yang penuh rasa kepedulian, dan memikirkan kasus ini lebih serius dibanding anggota juri lainnya. Dia berusaha melakukan yang terbaik. Seiring berjalannya waktu, beberapa juri mulai ragu-ragu dengan keputusannya dan mengubah pikiran mereka. Mereka mulai merasa perlu untuk tidak terburu-burun dalam mengambil keputusan bersalah atas perbuatan terdakwa.
Plot film ini sangat menarik. Hal-hal kecil yang bisa memengaruhi keputusan diperlihatkan dengan baik. Film ini juga berhasil dalam menghadirkan 12 karakter juri yang sedang berdebat itu. Karakter masing-masing juri muncul secara meyakinkan (believable) kepada penonton.
Film ini sesekali masih digunakan sebagi contoh kasus di sekolah-sekolah bisnis dan seminar-seminar hukum untuk menggambarkan dinamika sebuah tim dan teknik resolusi konflik. Dinominasikan untuk meraih tiga Oscar, namun film ini kalah dan tak membawa pulang satu pun piala Oscar. Sebagai bisnis, film ini juga tidak menghasilkan keuntungan. Henry Fonda tidak pernah menerima honornya.
Dalam kontrak ia sedianya menerima honor dengan besaran tertentu yang dihitung sesuai keuntungan film di tangga box office. Meski begitu, ia selalu menganggap bahwa 12 Angry Men merupakan salah satu dari tiga film terbaiknya, dua lainnya yakni The Grapes of Wrath (1940) dan The Ox-Bow Incident (1943).
Zaman berkembang, dunia terus bergerak maju. Globalisasi membuat kerjasama antar-negara semakin erat. Berbagai perjanjian internasional ditandangani bersama. Bahkan kajian tentang pluralisme hukum, misalnya, telah diredefinisi. Pluralisme dalam hukum tidak lagi dipahami hanya sebagai pemetaan keanekaragaman sistem hukum di dunia, tetapi telah dipahami sebagai “hukum dinamis” di ranah global.
Saat ini, hukum dari berbagai belahan dunia berpindah ke wilayah yang tidak terbatas, terjadi kontak, interaksi, kontestasi, dan saling adopsi antara hukum internasional, nasional, dan lokal. Hasilnya, terciptalah hukum transnasional. Penciptaan hukum transnasionalisasi ini merupakan konsekuensi dari kontak, penyesuaian, dan pemenuhan kebutuhan kerjasama global seperti dalam kasus perdagangan internasional, penanganan terorisme, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, hak cipta, dan lain-lain. Jadi globalisasi tidak hanya menghasilkan negara tanpa batas, tetapi juga memperkenalkan hukum tanpa batas.
Demikian juga dalam hukum perdata. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, juga telah mengadopsi beberapa konsep yang berasal dari Amerika Serikat seperti Fiduciary Duties, Business Judgment Rule (BJR), Piercing Corporate Veil (PCV), Ultra Vires vs Intra Vires, Shareholders Derivative Action, Corporate Social Responsibility (CSR), dan lain-lain.
Film 12 Angry Man arahan Sidney Lumet ini merupakan film drama persidangan yang sangat baik dan mengesankan. Henry Fonda memproduseri dan membintangi adaptasi dari drama panggung Reginald Rose yang diakui sangat kritis dalam dialog-dialognya. Alih-alih mengikuti cerita persidangan, penonton malah diajak untuk mengamati kejadian di balik pintu tertutup, yakni ruangan sidang para juri.
Ditampilkan para juri bermusyawarah atau mempertimbangkan sebuah kasus yang bisa berujung hukuman mati pada terdakwa. Pemungutan suara awal diambil dalam ruangan tertutup. Hasilnya, 11 (sebelas) menyatakan terdakwa bersalah. Hanya 1 (satu) juri yang masih ragu-ragu, yakni juri nomor 8 Ia masih ingin agar para juri lain mendiskusikan kembali putusan terhadap seorang pemuda yang didakwa telah membunuh ayahnya sendiri.
Juri No. 8 itu diperankan oleh Henry Fonda, yang juga membintangi On Golden Pond, dan Wanda Nevada. Dia seorang pria yang penuh rasa kepedulian, dan memikirkan kasus ini lebih serius dibanding anggota juri lainnya. Dia berusaha melakukan yang terbaik. Seiring berjalannya waktu, beberapa juri mulai ragu-ragu dengan keputusannya dan mengubah pikiran mereka. Mereka mulai merasa perlu untuk tidak terburu-burun dalam mengambil keputusan bersalah atas perbuatan terdakwa.
Plot film ini sangat menarik. Hal-hal kecil yang bisa memengaruhi keputusan diperlihatkan dengan baik. Film ini juga berhasil dalam menghadirkan 12 karakter juri yang sedang berdebat itu. Karakter masing-masing juri muncul secara meyakinkan (believable) kepada penonton.
Film ini sesekali masih digunakan sebagi contoh kasus di sekolah-sekolah bisnis dan seminar-seminar hukum untuk menggambarkan dinamika sebuah tim dan teknik resolusi konflik. Dinominasikan untuk meraih tiga Oscar, namun film ini kalah dan tak membawa pulang satu pun piala Oscar. Sebagai bisnis, film ini juga tidak menghasilkan keuntungan. Henry Fonda tidak pernah menerima honornya.
Dalam kontrak ia sedianya menerima honor dengan besaran tertentu yang dihitung sesuai keuntungan film di tangga box office. Meski begitu, ia selalu menganggap bahwa 12 Angry Men merupakan salah satu dari tiga film terbaiknya, dua lainnya yakni The Grapes of Wrath (1940) dan The Ox-Bow Incident (1943).
Zaman berkembang, dunia terus bergerak maju. Globalisasi membuat kerjasama antar-negara semakin erat. Berbagai perjanjian internasional ditandangani bersama. Bahkan kajian tentang pluralisme hukum, misalnya, telah diredefinisi. Pluralisme dalam hukum tidak lagi dipahami hanya sebagai pemetaan keanekaragaman sistem hukum di dunia, tetapi telah dipahami sebagai “hukum dinamis” di ranah global.
Saat ini, hukum dari berbagai belahan dunia berpindah ke wilayah yang tidak terbatas, terjadi kontak, interaksi, kontestasi, dan saling adopsi antara hukum internasional, nasional, dan lokal. Hasilnya, terciptalah hukum transnasional. Penciptaan hukum transnasionalisasi ini merupakan konsekuensi dari kontak, penyesuaian, dan pemenuhan kebutuhan kerjasama global seperti dalam kasus perdagangan internasional, penanganan terorisme, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, hak cipta, dan lain-lain. Jadi globalisasi tidak hanya menghasilkan negara tanpa batas, tetapi juga memperkenalkan hukum tanpa batas.
Demikian juga dalam hukum perdata. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, juga telah mengadopsi beberapa konsep yang berasal dari Amerika Serikat seperti Fiduciary Duties, Business Judgment Rule (BJR), Piercing Corporate Veil (PCV), Ultra Vires vs Intra Vires, Shareholders Derivative Action, Corporate Social Responsibility (CSR), dan lain-lain.