Setara Institute: Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Keluar Jalur

Minggu, 28 Mei 2023 - 08:39 WIB
loading...
Setara Institute: Putusan...
Putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun dianggap keluar dari kewenangan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Setara Institute menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah keluar jalur. Sebab masa jabatan pejabat lembaga negara seperti KPK merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

”Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia,” tutur Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani dalam pernyataan tertulis yang dikutip Minggu (28/5/2023).

Menurut Ismail, apa yang disampaikan Juru Bicara MK Fajar Laksono bahwa putusan itu mengikat dan berlaku bagi kepemimpinan KPK yang sekarang menjabat adalah tafsir yang bisa diabaikan. Sebab kendati putusan MK bersifat final dan mengikat serta berlaku saat diucapkan, objek uji materi di MK adalah norma abstrak.



”Tidak ditujukan untuk menyelesaikan kasus konkret seperti yang diminta Nurul Gufron. Apalagi ini adalah putusan yang sifatnya non-self executing, yang tidak serta merta berlaku untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini,” kata dia.

Lebih dari itu, Ismail menyampaikan kekhawatiran terhadap MK. Melihat bahwa putusan mengenai masa jabatan pimpinan KPK dijatuhkan melalui dissenting opinion signifikan, yaitu lima berbanding empat hakim, Ismail meyakini adanya keterbelahan pandangan di tubuh MK.

”Sekalipun dissenting atau concurring opinion suatu hal biasa, tetapi tren keterbelahan yang berulang menggambarkan bahwa tubuh MK semakin rapuh, rentan dan mengalami pengikisan kenegarawanan hakim dan integritas kelembagaan,” ujar dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Ismail menilai cara pengambilan putusan yang tidak bulat pada lembaga penjaga konstitusi sungguh mengkhawatirkan. ”Keterbelahan itu telah membangun persepsi bahwa kehendak politik MK jauh lebih dominan menjadi variabel dalam pengambilan putusan dibanding itikad menegakkan keadilan konstitusional,” kata Ismail.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2039 seconds (0.1#10.140)