Jelang Pemilu 2024, KPAI Gaet Bawaslu Lakukan Pengawasan terhadap Anak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjelang Pemilu 2024 , Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berkolaborasi dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) guna terciptanya Pemilu ramah anak. Sebab pada Pemilu sebelumnya, KPAI menemukan banyak pelanggaran Pemilu terkait anak.
"Pada tahun 2014 bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik sebanyak 248 kasus oleh 12 Partai Politik Nasional," ucap Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, di Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2023).
"Sementara pelanggaran oleh partai politik peserta Pemilu tahun 2019 terdapat kurang lebih 80 kasus," tambahnya.
Ai Maryati mengungkapkan, pelanggaran pemilu 2019 cukup memprihatinkan, sebab dua orang anak tewas di Jakarta serta satu di Pontianak, karena dibawa orang tua kampanye terbuka maupun terbatas oleh partai politik.
Kematian itu disebabkan oleh aksi massa yang rusuh karena kekecewaan terhadap hasil Pilpres tahun 2019.
Selain itu, Ai menjelaskan berdasarkan hasil pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit), Bawaslu menemukan sebanyak 94.956 orang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) di antaranya anak dibawah umur dan belum menikah dimasukkan ke dalam daftar pemilih.
Ai menyebutkan, pada pesta demokrasi, anak rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan verbal maupun nonverbal. Sebab materi politik yang tidak sesuai dapat merusak tumbuh kembang anak.
"Karena penyalahgunaan dan eksploitasi anak dalam konteks politik akan membahayakan tumbuh kembang anak dan mengancam masa depan anak," ucap Ai.
Kendati demikian, untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan dan eksploitasi anak pemilu serentak 2024 mendatang, pihaknya melakukan komitmen dengan bawaslu untuk melanjutkan kolaborasi bersama, dengan melakukan pengawasan intensif.
"Pada tahun 2014 bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik sebanyak 248 kasus oleh 12 Partai Politik Nasional," ucap Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, di Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2023).
"Sementara pelanggaran oleh partai politik peserta Pemilu tahun 2019 terdapat kurang lebih 80 kasus," tambahnya.
Ai Maryati mengungkapkan, pelanggaran pemilu 2019 cukup memprihatinkan, sebab dua orang anak tewas di Jakarta serta satu di Pontianak, karena dibawa orang tua kampanye terbuka maupun terbatas oleh partai politik.
Baca Juga
Kematian itu disebabkan oleh aksi massa yang rusuh karena kekecewaan terhadap hasil Pilpres tahun 2019.
Selain itu, Ai menjelaskan berdasarkan hasil pengawasan terhadap proses pencocokan dan penelitian (coklit), Bawaslu menemukan sebanyak 94.956 orang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) di antaranya anak dibawah umur dan belum menikah dimasukkan ke dalam daftar pemilih.
Ai menyebutkan, pada pesta demokrasi, anak rentan mengalami berbagai bentuk kekerasan verbal maupun nonverbal. Sebab materi politik yang tidak sesuai dapat merusak tumbuh kembang anak.
"Karena penyalahgunaan dan eksploitasi anak dalam konteks politik akan membahayakan tumbuh kembang anak dan mengancam masa depan anak," ucap Ai.
Kendati demikian, untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan dan eksploitasi anak pemilu serentak 2024 mendatang, pihaknya melakukan komitmen dengan bawaslu untuk melanjutkan kolaborasi bersama, dengan melakukan pengawasan intensif.