Pemilu 2024 Eranya Anak Muda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemilih milenial memiliki potensi sebagai basis politik para politisi dan partai politik jika dimanfaatkan secara maksimal pada Pemilu 2024 . Besarnya jumlah pemilih yang berasal dari kelompok ini, maka secara tidak langsung suara generasi milenial dan gen z akan diperebutkan.
Salah satu strategi yang digunakan, yaitu pemanfaatan media digital untuk melakukan kampanye. "Proses pengenalan dan kampanye semakin baik, terutama dengan berkembangnya dunia digital yang bisa dimanfaatkan oleh politisi dan partai politik," kata Direktur Eksekutif 2Indo Survei Arfino Bijuangsa Koto dalam keterangannya, Minggu (21/11/2022).
Lembaga konsultan politik 2Indo Survei mengadakan launching dan diskusi publik bertema "Anak Muda dan Pemilu 2024 di Vendita Coffe, Tebet, Jakarta Selatan. Diskusi ini menghadirkan pakar komunikasi Indonesia Yuliandre Darwis, pakar politik milenial Arifki Chaniago, aktivis reformasi Budiman Soejatmiko, dan dimoderatori dosen komunikasi politik Universitas Esa Unggul oleh Syurya M Nur.
Yuliandre Darwis menjelaskan, media digital pada tahun politik akan menjadi pusat pertempuran dan persaingan bagi seluruh peserta pemilu untuk menentukan peraihan maksimal dalam menentukan suara. Bisa dikatakan siapa yang mampu membuat edukasi dan inovasi di media digital, maka bisa dipastikan tujuan itu akan didapat dengan mudah dan pasti.
"Para peserta pemilu di tahun mendatang ini tentu harus mempunyai kemampuan yang kredibel dalam tolok ukur pencapaian yang diinginkan dalam kontestasi Pemilu 2024," ucap Yuliandre.
Sementara Budiman Soejatmiko mengatakan, para politisi yang mempunyai keinginan maju sebagai peserta pemilu tentunya harus mempunyai 3 hal, yaitu gagasan ideologis, politis, serta kemampuan teknologis. Pendekatan yang digunakan sesuai perkembangan zaman.
"Partai politik dan politisi harus beradaptasi dengan zaman, sehingga tetap diterima oleh generasi baru. Kemampuan inilah yang harus dimiliki jika ingin terus bertahan dengan berbagai perubahan," ucap Budiman.
Sedangkan Arifki Chaniago mengungkapkan, partai politik harus berubah jika ingin beradaptasi dengan generasi milenial atau Z. Peran media sosial telah mengubah banyak hal terutama dengan ikutnya publik mendorong figur-figur terbaik dalam kontestasi politik.
Ruang yang dimiliki media sosial telah menyebabkan disrupsi terhadap kelembagaan partai politik. "Media sosial dan partisipasi generasi milenial dan Z berpotensi mendisrupsi kelembagaan partai. Makanya, partai politik harus hati-hati, jika tidak ingin publik melawan arus kelembagaan yang masih konservatif," tutup Arifki.
Salah satu strategi yang digunakan, yaitu pemanfaatan media digital untuk melakukan kampanye. "Proses pengenalan dan kampanye semakin baik, terutama dengan berkembangnya dunia digital yang bisa dimanfaatkan oleh politisi dan partai politik," kata Direktur Eksekutif 2Indo Survei Arfino Bijuangsa Koto dalam keterangannya, Minggu (21/11/2022).
Lembaga konsultan politik 2Indo Survei mengadakan launching dan diskusi publik bertema "Anak Muda dan Pemilu 2024 di Vendita Coffe, Tebet, Jakarta Selatan. Diskusi ini menghadirkan pakar komunikasi Indonesia Yuliandre Darwis, pakar politik milenial Arifki Chaniago, aktivis reformasi Budiman Soejatmiko, dan dimoderatori dosen komunikasi politik Universitas Esa Unggul oleh Syurya M Nur.
Yuliandre Darwis menjelaskan, media digital pada tahun politik akan menjadi pusat pertempuran dan persaingan bagi seluruh peserta pemilu untuk menentukan peraihan maksimal dalam menentukan suara. Bisa dikatakan siapa yang mampu membuat edukasi dan inovasi di media digital, maka bisa dipastikan tujuan itu akan didapat dengan mudah dan pasti.
"Para peserta pemilu di tahun mendatang ini tentu harus mempunyai kemampuan yang kredibel dalam tolok ukur pencapaian yang diinginkan dalam kontestasi Pemilu 2024," ucap Yuliandre.
Sementara Budiman Soejatmiko mengatakan, para politisi yang mempunyai keinginan maju sebagai peserta pemilu tentunya harus mempunyai 3 hal, yaitu gagasan ideologis, politis, serta kemampuan teknologis. Pendekatan yang digunakan sesuai perkembangan zaman.
"Partai politik dan politisi harus beradaptasi dengan zaman, sehingga tetap diterima oleh generasi baru. Kemampuan inilah yang harus dimiliki jika ingin terus bertahan dengan berbagai perubahan," ucap Budiman.
Sedangkan Arifki Chaniago mengungkapkan, partai politik harus berubah jika ingin beradaptasi dengan generasi milenial atau Z. Peran media sosial telah mengubah banyak hal terutama dengan ikutnya publik mendorong figur-figur terbaik dalam kontestasi politik.
Ruang yang dimiliki media sosial telah menyebabkan disrupsi terhadap kelembagaan partai politik. "Media sosial dan partisipasi generasi milenial dan Z berpotensi mendisrupsi kelembagaan partai. Makanya, partai politik harus hati-hati, jika tidak ingin publik melawan arus kelembagaan yang masih konservatif," tutup Arifki.
(abd)