Digitalisasi dan Keamanan dalam Tantangan Organisasi Bisnis

Senin, 22 Mei 2023 - 14:23 WIB
loading...
A A A
Otomatisasi sebagai bagian wujud penerapan teknologi, sehingga kualitas layanan meningkat, lebih cepat, lebih berkualitas dan tentu lebih aman (seharusnya). Sehingga, beberapa perusahaan manufaktur di Jepang yang menerapkan teknologi mampu memangkas hingga 50% biaya pengembangan produk dan melakukan efisiensi waktu dengan proses digitalisasi desain dan produk.

Keamanan Cyber
Kemampuan teknologi mampu dalam menciptakan keunggulan kompetitif telah terbukti dan sebagian besar pengusaha memahami hal tersebut. Perkembangan yang menarik ternyata, peningkatan tren digitalisasi dalam kegiatan operasional, khususnya adopsi teknologi digital dalam pola kerja, ternyata terus diikuti dengan meningkatnya risiko keamanan siber perusahaan.

Serangan di ruang siber (cyberspace) sendiri menjadi konsekuensi logis dari berkembangnya teknologi. Identifikasi bentuk serangan siber dapat terlihat pada hal-hal seperti kriminalitas siber, botnets, serangan terhadap institusi finansial-keuangan, penyebaran Multi Purpose Malcode, aktivitas siber yang disponsori oleh negara, dan aktivitas hacking.

Oleh sebab itu, bisnis pun juga harus mempertimbangkan keamanan data dan privasi dalam penggunaan teknologi. Penting bagi bisnis untuk memastikan bahwa data tersebut telah terlindungi dengan baik dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berwenang.

Saat ini, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan sistem keamanan siber (cyber security) guna mempercepat proses digitalisasi tersebut dan menciptakan iklim usaha yang nyaman. Permasalahannya, selama ini masih belum banyak perusahaan di Indonesia yang menyadari peran krusial proteksi siber. Padahal, isu tersebut adalah salah satu sorotan utama atas perkembangan teknologi dalam organisasi.

Sebuah laporan bertajuk NTT 2016 Global Threat Intelligence Report dari Dimension Data mengungkapkan saat ini serangan di dunia siber semakin gencar ditujukan kepada dunia bisnis, termasuk ritel dan manufaktur, yang menjadi tulang punggung Indonesia. Berdasarkan riset tersebut, sepanjang tahun lalu serangan siber paling banyak terjadi pada sektor bisnis keuangan (16%), manufaktur (15%), layanan bisnis (14%), kesehatan (11%), ritel (10%).

Artinya sejak 2016 dunia sudah mengingatkan bahwa keamanan siber perlu dikembangkan secara parallel dengan penerapan teknologi digital itu sendiri, tidak boleh terpisahkan.

Sistem keamanan siber mutlak harus dapat dibangun dengan terpadu dalam melawan ancaman eksternal dan internal, maupun menghadapi tantangan yang terjadi di era revolusi Industri 4.0. Tantangan ini terjadi pada aspek bisnis di segala bidang yang harus bersiap menghadapi perubahan global dunia yang mengkombinasikan manufaktur tradisional dan praktik industri dengan dunia teknologi.

Kejadian BSI dimana data yang dikelolanya terserang oleh serangan siber, perlu menjadi perhatian kita semua, baik dari pemerintah maupun organisasi bisnis itu sendiri. Kita tidak boleh hanya “membeli” teknologi tersebut, hanya plug and play, seharusnya kita harus sudah memulai untuk mengembangkan sendiri sekaligus membangun sistem keamanannya.

Penggunaan teknologi tentu sangat baik dan dibutuhkan, akan tetapi, organsisasi bisnis tersebut juga harus memastikan bahwa mereka memiliki sumber daya dan SDM yang terampil untuk mengembangkan teknologi tersebut. Walaupun demikian organisasi harus mempertimbangkan keamanan didalam penerapan teknologi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2255 seconds (0.1#10.140)