Memberdayakan Disabilitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhatian terhadap kelompok disabilitas di Tanah Air terus menunjukkan perbaikan. Namun, tak dapat dimungkiri masih ada pandangan sebelah mata dari banyak pihak karena keterbatasan fisik yang melekat pada mereka.
Karena itu, pemerintah dituntut terus memikirkan bagaimana mereka bisa berdaya, termasuk mendorong affirmatif action agar mereka bisa mendapat kesempatan, terutama berkiprah di lapangan kerja dengan harapan mereka bisa sejahtera. Tentu pemerintah juga dituntut memberikan mereka pelatihan agar mereka mempunyai bekal untuk bekerja.
Kemarin pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan komitmen BUMN memberikan kesempatan pada kelompok disabilitas untuk berkarier. Sepanjang tahun ini BUMN merekrut 178 orang disabilitas yang merupakan komitmen 2%.
Kendati demikian, tugas pemerintah memperhatikan mereka belum serta-merta usai. Kondisi ini diakui Menaker Ida Fauziyah. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2019, jumlah penduduk usia kerja penyandang disabilitas mencapai 20,9 juta orang. Dari angka tersebut, angkatan kerja terdata sebesar 10,19 juta dan yang bekerja 9,91 juta orang. (Baca: Kesenjangan Pekerja Disabilitas, PR Besar Bagi Pemerintah)
Dengan demikian, masih ada penyandang disabilitas yang masuk kategori pengangguran terbuka yang berjumlah 289.000 orang. Ida juga mengungkapkan, penelitian menunjukkan tingkat partisipasi tenaga kerja tenaga disabilitas lebih rendah dibandingkan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pekerja nondisabilitas. Selain itu, upahnya pun relatif lebih rendah. "Karena itu, kita semua masih memiliki PR besar untuk lingkup ketenagakerjaan yang inklusif dan memberdayakan saudara-saudara kita penyandang disabilitas," ujar Ida di Jakarta kemarin.
Ida berharap, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang pelatihan kerja dan penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas pada BUMN dengan Kementerian BUMN hari ini menjadi salah satu solusi untuk memecahkan persoalan tersebut. Bukan hanya itu, Kemnaker juga meluncurkan Layanan Informasi Ketenagakerjaan Disabilitas (Linkabilitas) dalam Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) untuk memenuhi hak tenaga kerja disabilitas.
Kemenaker juga sudah menyediakan Linkabilitas, Forum Tanggap Disabilitas bagi perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD, serta pelatihan inklusif di balai-balai latihan kerja Kemenaker. "Semua BLK harus memberikan kesempatan kepada saudara-saudara penyandang disabilitas. Kami juga memberdayakan tenaga kerja melalui beberapa program kewirausahaan sebagai bagian program perluasan kesempatan kerja. Kami berikan secara proporsional, termasuk program-program lain untuk memenuhi hak pekerja disabilitas," ucap Ida.
Selain itu, Kemenaker sedang menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) untuk membuat unit layanan disabilitas bidang ketenagakerjaan. Diharapkan dengan adanya unit ini dinas-dinas yang membidangi ketenagakerjaan di provinsi, kabupaten, dan kota bisa mengimplementasikannya sebagai bagian tugas dan fungsi layanan tenaga kerja yang bersinergi dengan perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD. "RPP ini sudah kami selesaikan, tinggal menunggu tanda tangan Presiden," katanya.
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan komitmennya bahwa BUMN membuka peluang bagi kelompok disabilitas untuk ikut mewarnai aktivitas kerja. "Kita harus memberikan kesempatan yang sama kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan dan komitmen tersebut saya jalankan di BUMN," ujar Erick di acara penandatanganan nota kesepahaman dengan Kemenaker di Jakarta kemarin. (Baca juga: Indonesia Beli 8 Jet Tempur F-35 yang Seharusnya Milik Turki)
Menurut Erick, dengan dibukanya peluang tersebut para penyandang disabilitas tidak perlu khawatir lagi jika ingin bekerja di perusahaan BUMN. Dia bahkan menjanjikan penyandang disabilitas bisa meniti karier lebih luas lagi di BUMN.
"Saya kira komitmen tersebut sudah berjalan di BUMN , di mana tahun ini kami sudah merekrut sekitar 178 teman-teman kita dan ini bagian dari komitmen, yaitu 2%," katanya.
Sebagai informasi, nota kesepahaman Kemenaker dengan Kementerian BUMN merupakan realisasi Pasal 53 ayat 1 UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mewajibkan pemerintah, pemda, BUMN, dan BUMD untuk mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai yang ada.
Untuk mendukung kelancaran komitmen tersebut, Erick meminta dukungan dari Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah agar terus bersinergi memberikan fasilitas dan keberpihakan kepada teman-teman penyandang disabilitas agar punya ruang lebih besar bekerja di perusahaan BUMN.
"Karena ini bagian yang harus kita lakukan bersama, tidak secara sektoral, karena tidak ada artinya komite yang dibentuk Presiden tanpa dukungan dari para menteri," ucapnya.
Erick lebih jauh menyatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 dan upaya memulihkan ekonomi hendaknya tidak melihat kekurangan, tapi bagaimana fokus kerja tetap dijalankan. Selain fokus kerja, dia juga memohon dukungan Kemenaker untuk terus menyinergiskan upaya pemulihan ekonomi. (Baca juga: Sadis! Hanya Gara-gara Pagar, Kakak-Beradik Tewas Dibantai Tetangga)
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) merespons positif perhatian pemerintah kepada kalangan disabilitas. Kendati demikian, PPDI masih mengawal implementasi di lapangan.
Ketua PPDI DKI Jakarta Leindert Hermeinad mengingatkan bahwa ada tiga jenis disabilitas, yakni tuli, netra, dan fisik. Menurut dia, yang agak rawan dan membutuhkan perhatian itu disabilitas netra.
“Dengan hormat, kalau perlu dalam kesempatan kerja ini harus diperjelas. Dalam pelatihan terhadap disabilitas tuli itu disediakan penerjemah bahasa isyarat supaya mereka bisa mengikuti,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Leindert juga meminta perusahaan-perusahaan tidak membatasi usia untuk pekerja yang berasal dari kalangan disabilitas. Alasannya, banyak orang yang menjadi disabilitas saat sudah dewasa. Mereka biasa berhenti sekolah dan menjalani rehabilitasi, sedangkan masa rehabilitasi dan akhirnya melanjutkan sekolah lagi itu membutuhkan waktu.
"Saat selesai menempuh pendidikan, usia penyandang disabilitas rata-rata sudah melewati batas yang ditetapkan kebanyakan perusahaan,’’ katanya.
Selain itu, PPDI juga meminta pemerintah pusat dan daerah menyediakan sarana transportasi yang ramah terhadap penyandang disabilitas demi memudahkan mobilitas mereka menuju ke tempat bekerja dan usaha. Dia pun meminta angkutan umum yang low deck diperbanyak.
“Ada yang sudah low deck. Kalau low deck dan pakai kursi roda itu dari trotoar tinggal tambah 10-15 cm pas untuk masuk. Tinggal yang low deck ini operasionalnya haru di lokasi yang banyak disabilitasnya. Di tempat yang banyak pantinya,” ujarnya. (Baca juga: Polisi Ringkus Ayah yang Cabuli Anak Kandungnya)
Butuh Pengembangan Kemampuan
Fendo Parama Sardi dari Yayasan Chesire Indonesia, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang membantu penyandang disabilitas, menandaskan, bukan hanya pemberian bantuan, penyandang disabilitas juga memerlukan pengembangan kemampuan dari pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan.
"Sedikit masukan untuk pemerintah karena sekarang lagi gencarnya memberi dana bantuan tapi tidak jelas kelanjutannya. Seharusnya teman-teman disabilitas dapat dilatih dulu untuk mengelola dana itu," kata Manajer Program Yayasan Chesire Indonesia itu dalam diskusi virtual Sapa Alumni oleh My America Surabaya yang dipantau dari Jakarta kemarin.
Menurut Fendo, dana bantuan tentu merupakan hal yang baik, tapi diharapkan ada kelanjutannya berupa pemberdayaan agar penyandang disabilitas bisa mengembangkan kemampuan mereka dan tidak hanya menerima bantuan. Dia mengingatkan bahwa sejauh ini disabilitas masih dilihat sebagai objek amal, bukannya dipandang sebagai subjek yang harus diberdayakan kemampuannya. (Lihat videonya: Viral di Media Sosial, Bocah Bali Terjepit Kepalanya di Tiangn Listrik)
Dia berharap pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dapat membuat kebijakan yang dapat mendorong pemberdayaan berkelanjutan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. "Jadi tidak habis untuk konsumsi, tapi dikasih bantuan atau pelatihan agar teman-teman disabilitas bisa berdaya untuk kemandirian," ungkap Fendo.
Fendo pun mengingatkan, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menjamin tentang hak para penyandang disabilitas lewat UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Salah satu pasal di dalamnya juga mengatur bagaimana pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD serta perusahaan swasta wajib memiliki kuota untuk pekerja disabilitas.
Namun, praktiknya, kuota itu tidak terpenuhi atau mencari penyandang disabilitas dengan kriteria tertentu hanya untuk memenuhi kewajiban kuota. "Banyak perusahaan atau sektor bisnis yang masih setengah-setengah dalam memberikan pekerjaan bagi penyandang disabilitas," katanya.
Sebelumnya, Chief Operating Officer Thisable Enterprise Nicky Claraetia Pratiwi pernah mengungkapkan, persoalan utama kaum disabilitas adalah skill dan kesempatan. Perempuan yang juga penyandang disabilitas kaki palsu ini meyakini, jika dibekali skill sesuai kebutuhan pasar, kaum disabilitas akan mampu bersaing dengan kalangan nondisabilitas. (FW Bahtiar/Shamil/SINDOnews.com/Ant)
Karena itu, pemerintah dituntut terus memikirkan bagaimana mereka bisa berdaya, termasuk mendorong affirmatif action agar mereka bisa mendapat kesempatan, terutama berkiprah di lapangan kerja dengan harapan mereka bisa sejahtera. Tentu pemerintah juga dituntut memberikan mereka pelatihan agar mereka mempunyai bekal untuk bekerja.
Kemarin pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan komitmen BUMN memberikan kesempatan pada kelompok disabilitas untuk berkarier. Sepanjang tahun ini BUMN merekrut 178 orang disabilitas yang merupakan komitmen 2%.
Kendati demikian, tugas pemerintah memperhatikan mereka belum serta-merta usai. Kondisi ini diakui Menaker Ida Fauziyah. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2019, jumlah penduduk usia kerja penyandang disabilitas mencapai 20,9 juta orang. Dari angka tersebut, angkatan kerja terdata sebesar 10,19 juta dan yang bekerja 9,91 juta orang. (Baca: Kesenjangan Pekerja Disabilitas, PR Besar Bagi Pemerintah)
Dengan demikian, masih ada penyandang disabilitas yang masuk kategori pengangguran terbuka yang berjumlah 289.000 orang. Ida juga mengungkapkan, penelitian menunjukkan tingkat partisipasi tenaga kerja tenaga disabilitas lebih rendah dibandingkan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pekerja nondisabilitas. Selain itu, upahnya pun relatif lebih rendah. "Karena itu, kita semua masih memiliki PR besar untuk lingkup ketenagakerjaan yang inklusif dan memberdayakan saudara-saudara kita penyandang disabilitas," ujar Ida di Jakarta kemarin.
Ida berharap, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang pelatihan kerja dan penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas pada BUMN dengan Kementerian BUMN hari ini menjadi salah satu solusi untuk memecahkan persoalan tersebut. Bukan hanya itu, Kemnaker juga meluncurkan Layanan Informasi Ketenagakerjaan Disabilitas (Linkabilitas) dalam Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) untuk memenuhi hak tenaga kerja disabilitas.
Kemenaker juga sudah menyediakan Linkabilitas, Forum Tanggap Disabilitas bagi perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD, serta pelatihan inklusif di balai-balai latihan kerja Kemenaker. "Semua BLK harus memberikan kesempatan kepada saudara-saudara penyandang disabilitas. Kami juga memberdayakan tenaga kerja melalui beberapa program kewirausahaan sebagai bagian program perluasan kesempatan kerja. Kami berikan secara proporsional, termasuk program-program lain untuk memenuhi hak pekerja disabilitas," ucap Ida.
Selain itu, Kemenaker sedang menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) untuk membuat unit layanan disabilitas bidang ketenagakerjaan. Diharapkan dengan adanya unit ini dinas-dinas yang membidangi ketenagakerjaan di provinsi, kabupaten, dan kota bisa mengimplementasikannya sebagai bagian tugas dan fungsi layanan tenaga kerja yang bersinergi dengan perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD. "RPP ini sudah kami selesaikan, tinggal menunggu tanda tangan Presiden," katanya.
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan komitmennya bahwa BUMN membuka peluang bagi kelompok disabilitas untuk ikut mewarnai aktivitas kerja. "Kita harus memberikan kesempatan yang sama kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan dan komitmen tersebut saya jalankan di BUMN," ujar Erick di acara penandatanganan nota kesepahaman dengan Kemenaker di Jakarta kemarin. (Baca juga: Indonesia Beli 8 Jet Tempur F-35 yang Seharusnya Milik Turki)
Menurut Erick, dengan dibukanya peluang tersebut para penyandang disabilitas tidak perlu khawatir lagi jika ingin bekerja di perusahaan BUMN. Dia bahkan menjanjikan penyandang disabilitas bisa meniti karier lebih luas lagi di BUMN.
"Saya kira komitmen tersebut sudah berjalan di BUMN , di mana tahun ini kami sudah merekrut sekitar 178 teman-teman kita dan ini bagian dari komitmen, yaitu 2%," katanya.
Sebagai informasi, nota kesepahaman Kemenaker dengan Kementerian BUMN merupakan realisasi Pasal 53 ayat 1 UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mewajibkan pemerintah, pemda, BUMN, dan BUMD untuk mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai yang ada.
Untuk mendukung kelancaran komitmen tersebut, Erick meminta dukungan dari Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah agar terus bersinergi memberikan fasilitas dan keberpihakan kepada teman-teman penyandang disabilitas agar punya ruang lebih besar bekerja di perusahaan BUMN.
"Karena ini bagian yang harus kita lakukan bersama, tidak secara sektoral, karena tidak ada artinya komite yang dibentuk Presiden tanpa dukungan dari para menteri," ucapnya.
Erick lebih jauh menyatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 dan upaya memulihkan ekonomi hendaknya tidak melihat kekurangan, tapi bagaimana fokus kerja tetap dijalankan. Selain fokus kerja, dia juga memohon dukungan Kemenaker untuk terus menyinergiskan upaya pemulihan ekonomi. (Baca juga: Sadis! Hanya Gara-gara Pagar, Kakak-Beradik Tewas Dibantai Tetangga)
Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) merespons positif perhatian pemerintah kepada kalangan disabilitas. Kendati demikian, PPDI masih mengawal implementasi di lapangan.
Ketua PPDI DKI Jakarta Leindert Hermeinad mengingatkan bahwa ada tiga jenis disabilitas, yakni tuli, netra, dan fisik. Menurut dia, yang agak rawan dan membutuhkan perhatian itu disabilitas netra.
“Dengan hormat, kalau perlu dalam kesempatan kerja ini harus diperjelas. Dalam pelatihan terhadap disabilitas tuli itu disediakan penerjemah bahasa isyarat supaya mereka bisa mengikuti,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Leindert juga meminta perusahaan-perusahaan tidak membatasi usia untuk pekerja yang berasal dari kalangan disabilitas. Alasannya, banyak orang yang menjadi disabilitas saat sudah dewasa. Mereka biasa berhenti sekolah dan menjalani rehabilitasi, sedangkan masa rehabilitasi dan akhirnya melanjutkan sekolah lagi itu membutuhkan waktu.
"Saat selesai menempuh pendidikan, usia penyandang disabilitas rata-rata sudah melewati batas yang ditetapkan kebanyakan perusahaan,’’ katanya.
Selain itu, PPDI juga meminta pemerintah pusat dan daerah menyediakan sarana transportasi yang ramah terhadap penyandang disabilitas demi memudahkan mobilitas mereka menuju ke tempat bekerja dan usaha. Dia pun meminta angkutan umum yang low deck diperbanyak.
“Ada yang sudah low deck. Kalau low deck dan pakai kursi roda itu dari trotoar tinggal tambah 10-15 cm pas untuk masuk. Tinggal yang low deck ini operasionalnya haru di lokasi yang banyak disabilitasnya. Di tempat yang banyak pantinya,” ujarnya. (Baca juga: Polisi Ringkus Ayah yang Cabuli Anak Kandungnya)
Butuh Pengembangan Kemampuan
Fendo Parama Sardi dari Yayasan Chesire Indonesia, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang membantu penyandang disabilitas, menandaskan, bukan hanya pemberian bantuan, penyandang disabilitas juga memerlukan pengembangan kemampuan dari pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan.
"Sedikit masukan untuk pemerintah karena sekarang lagi gencarnya memberi dana bantuan tapi tidak jelas kelanjutannya. Seharusnya teman-teman disabilitas dapat dilatih dulu untuk mengelola dana itu," kata Manajer Program Yayasan Chesire Indonesia itu dalam diskusi virtual Sapa Alumni oleh My America Surabaya yang dipantau dari Jakarta kemarin.
Menurut Fendo, dana bantuan tentu merupakan hal yang baik, tapi diharapkan ada kelanjutannya berupa pemberdayaan agar penyandang disabilitas bisa mengembangkan kemampuan mereka dan tidak hanya menerima bantuan. Dia mengingatkan bahwa sejauh ini disabilitas masih dilihat sebagai objek amal, bukannya dipandang sebagai subjek yang harus diberdayakan kemampuannya. (Lihat videonya: Viral di Media Sosial, Bocah Bali Terjepit Kepalanya di Tiangn Listrik)
Dia berharap pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dapat membuat kebijakan yang dapat mendorong pemberdayaan berkelanjutan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. "Jadi tidak habis untuk konsumsi, tapi dikasih bantuan atau pelatihan agar teman-teman disabilitas bisa berdaya untuk kemandirian," ungkap Fendo.
Fendo pun mengingatkan, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menjamin tentang hak para penyandang disabilitas lewat UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Salah satu pasal di dalamnya juga mengatur bagaimana pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD serta perusahaan swasta wajib memiliki kuota untuk pekerja disabilitas.
Namun, praktiknya, kuota itu tidak terpenuhi atau mencari penyandang disabilitas dengan kriteria tertentu hanya untuk memenuhi kewajiban kuota. "Banyak perusahaan atau sektor bisnis yang masih setengah-setengah dalam memberikan pekerjaan bagi penyandang disabilitas," katanya.
Sebelumnya, Chief Operating Officer Thisable Enterprise Nicky Claraetia Pratiwi pernah mengungkapkan, persoalan utama kaum disabilitas adalah skill dan kesempatan. Perempuan yang juga penyandang disabilitas kaki palsu ini meyakini, jika dibekali skill sesuai kebutuhan pasar, kaum disabilitas akan mampu bersaing dengan kalangan nondisabilitas. (FW Bahtiar/Shamil/SINDOnews.com/Ant)
(ysw)