Merayakan Intelektualisme dan Kepakaran
loading...
A
A
A
Abu Rokhmad Musaki
Plt Rektor UIN Sumatera Utara Medan
Konferensi Internasional Tahunan Studi Islam ke-22 atau AICIS XXII (Annual International Conference on Islamic Studies) digelar di Surabaya pada 2-5 Mei 2023. Konferensi ini diselenggarakan Ditjen Pendidikan Islam Kemenag yang dihadiri para pakar studi Islam (ulama pesantren dan cendekiawan kampus) multidisipliner dari dalam dan luar negeri. Pembicara bukan hanya dari IAIN/ UIN, tetapi juga pesantren dan perguruan tinggi umum.
Konferensi ini mengambil tema Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace dengan beberapa sub tema yang sangat menarik diikuti. Tema ini sangat krusial untuk dikaji, sebab bagi muslim fiqh is everything atau everything is fiqh. Seluruh kehidupan seorang muslim dipengaruhi dan berusaha disesuaikan oleh dan dengan fikih.
Fikih selau menarik dikaji, baik dalam pengajian atau kajian. Pengajian dan kajian dipastikan riuh kalau yang dibahas fikih. Fikih pula yang dijadikan untuk menjustifikasi absah atau tidaknya ibadah atau bahkan keislaman seseorang.
Terus terang, fikih memang membawa solusi, tetapi juga melahirkan problem. Damai atau perang dasarnya fikih. Karena itu, fikih peradaban (fiqh al-hadarat) yang diusung oleh PBNU menjadi masuk akal untuk suarakan.
Setiap tahun, forum AICIS selalu dinanti—khususnya—oleh para speaker muda yang mengajukan paper untuk dipresentasikan. Mereka bangga dapat tampil di stage konferensi internasional sebesar ini.
Mereka juga dapat bertemu dan berdiskusi dengan kolega, teman dan para guru besar dari seluruh Indonesia, termasuk pada pembicara dari luar negeri. Jaringan riset internasional sangat mungkin terbentuk pada forum ini.
Jika beruntung, mereka dapat berjumpa dengan teman satu kelas atau bahkan dosen favorit waktu kuliah dulu. Forum ilmiah ini bisa menjadi ajang reuni dan sekaligus rihlah ilmiah yang menyenangkan.
Apapun nama forumnya, diskusi, dialog dan bertukar pikiran tentang sains dan teknologi merupakan inti dari konferensi. Suatu sikap ilmiah yang tidak boleh hilang dan harus selalu dirawat adanya. Kampus menjadi tempat ideal untuk melestarikan tradisi ilmiah itu agar muncul gagasan-gagasan baru yang mencerahkan.
Kampus harus menjadi penyangga, penjaga dan pengaman tradisi ilmiah yang terbuka dan otonom. Pimpinan kampus perlu memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan ilmiah ini. Tidak boleh muncul anggapan di kampus bahwa forum ilmiah tidak berguna dan hanya menghabiskan anggaran saja.
Plt Rektor UIN Sumatera Utara Medan
Konferensi Internasional Tahunan Studi Islam ke-22 atau AICIS XXII (Annual International Conference on Islamic Studies) digelar di Surabaya pada 2-5 Mei 2023. Konferensi ini diselenggarakan Ditjen Pendidikan Islam Kemenag yang dihadiri para pakar studi Islam (ulama pesantren dan cendekiawan kampus) multidisipliner dari dalam dan luar negeri. Pembicara bukan hanya dari IAIN/ UIN, tetapi juga pesantren dan perguruan tinggi umum.
Konferensi ini mengambil tema Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace dengan beberapa sub tema yang sangat menarik diikuti. Tema ini sangat krusial untuk dikaji, sebab bagi muslim fiqh is everything atau everything is fiqh. Seluruh kehidupan seorang muslim dipengaruhi dan berusaha disesuaikan oleh dan dengan fikih.
Fikih selau menarik dikaji, baik dalam pengajian atau kajian. Pengajian dan kajian dipastikan riuh kalau yang dibahas fikih. Fikih pula yang dijadikan untuk menjustifikasi absah atau tidaknya ibadah atau bahkan keislaman seseorang.
Terus terang, fikih memang membawa solusi, tetapi juga melahirkan problem. Damai atau perang dasarnya fikih. Karena itu, fikih peradaban (fiqh al-hadarat) yang diusung oleh PBNU menjadi masuk akal untuk suarakan.
Setiap tahun, forum AICIS selalu dinanti—khususnya—oleh para speaker muda yang mengajukan paper untuk dipresentasikan. Mereka bangga dapat tampil di stage konferensi internasional sebesar ini.
Mereka juga dapat bertemu dan berdiskusi dengan kolega, teman dan para guru besar dari seluruh Indonesia, termasuk pada pembicara dari luar negeri. Jaringan riset internasional sangat mungkin terbentuk pada forum ini.
Jika beruntung, mereka dapat berjumpa dengan teman satu kelas atau bahkan dosen favorit waktu kuliah dulu. Forum ilmiah ini bisa menjadi ajang reuni dan sekaligus rihlah ilmiah yang menyenangkan.
Apapun nama forumnya, diskusi, dialog dan bertukar pikiran tentang sains dan teknologi merupakan inti dari konferensi. Suatu sikap ilmiah yang tidak boleh hilang dan harus selalu dirawat adanya. Kampus menjadi tempat ideal untuk melestarikan tradisi ilmiah itu agar muncul gagasan-gagasan baru yang mencerahkan.
Kampus harus menjadi penyangga, penjaga dan pengaman tradisi ilmiah yang terbuka dan otonom. Pimpinan kampus perlu memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan ilmiah ini. Tidak boleh muncul anggapan di kampus bahwa forum ilmiah tidak berguna dan hanya menghabiskan anggaran saja.