Hotman Paris Enggan Komentari Isu Perang Bintang: Tanya ke Teddy
loading...
A
A
A
Dari percakapan tersebut, Teddy menarik kesimpulan bahwa telah terjadi persaingan yang tidak sehat di internal Polri. "Karena itu patutlah saya menarik kesimpulan bahwa di internal Polri telah terjadi persaingan yang tidak sehat atau ada ya nuansa perang bintang sebagaimana dilansir pada media massa arus utama pada beberapa waktu lalu," ujarnya.
Ditambah lagi, Teddy memerhatikan gelagat Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilainya sangat sejalan dengan penyidik. "Di mana JPU telah beratraksi secara akrobatik di dalam konteks hukum ini untuk mengawal agar perintah pimpinan penyidik tadi berlangsung atau berproses tanpa hambatan, dan 'pesanan' dan industri hukum tadi sekarang sudah paripurna," katanya.
Teddy menyampaikan duplik pribadinya berjudul Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi. Teddy menolak replik yang sebelumnya telah dikemukakan JPU.
Jaksa menuntut Teddy hukuman mati karena terlibat dalam kasus peredaran narkotika. Teddy dianggap terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Kasus ini bermula pada saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Namun Irjen Teddy Minahasa, yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan, sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Ditambah lagi, Teddy memerhatikan gelagat Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilainya sangat sejalan dengan penyidik. "Di mana JPU telah beratraksi secara akrobatik di dalam konteks hukum ini untuk mengawal agar perintah pimpinan penyidik tadi berlangsung atau berproses tanpa hambatan, dan 'pesanan' dan industri hukum tadi sekarang sudah paripurna," katanya.
Teddy menyampaikan duplik pribadinya berjudul Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi. Teddy menolak replik yang sebelumnya telah dikemukakan JPU.
Jaksa menuntut Teddy hukuman mati karena terlibat dalam kasus peredaran narkotika. Teddy dianggap terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat 2 Subsider Pasal 112 Ayat 2 Juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Kasus ini bermula pada saat Polres Bukittinggi hendak memusnahkan 40 kilogram sabu. Namun Irjen Teddy Minahasa, yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat diduga memerintahkan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk menukar sabu sebanyak 5 kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya. Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan, sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
(abd)