Ketar-ketir karena Hacker, Data e-Rekap KPU Rawan Dibobol
loading...
A
A
A
Komisi II DPR ikut menyesalkan situs KPU yang seringkali menjadi sasaran empuk peretasan. Dia meminta KPU memperkuat keandalan sistem teknologi informasinya karena ke depan Indonesia akan menuju pada penerapan e-rekap dan e-voting. Jika sistem yang ada sekarang saja KPU dengan mudah dibobol, risikonya ke depan akan lebih besar saat e-rekap dan e-voting.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa meminta KPU mengintensifkan kerja sama dengan lembaga negara kompeten seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), termasuk dengan Cyber Crime Polri untuk menjamin keamanan situs mereka.
KPU juga perlu merekrut tenaga teknologi informasi yang andal. Saan mengaku memaklumi jika situs KPU rawan peretasan karena di sana banyak sekali memuat data-data pribadi, termasuk data pemilih sehingga banyak pihak yang berkepentingan. Motivasi peretas adalah bisnis dan bisa pula politik.
Jika terus-menerus keamanan data yang ada di KPU maupun dalam lamannya mudah dibobol, Saan mengingatkan itu akan berdampak pada kepercayaan publik. Juga akan berpengaruh pada legitimasi proses-proses penyelenggaraan politik yang diselenggarakan oleh KPU. Publik bahkan bisa saja tidak percaya saat e-voting atau e-rekap ingin diberlakukan.
“Jadi, ini penting sekali KPU perhatikan karena ini menyangkut kepercayaan publik,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. (Baca juga: Kasus Corona Meningkat, KPU Tetap Jalankan Pilkada Serentak 2020)
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai kasus peretasan KPU saat klik serentak menggambarkan kesiapan penerapan e-rekap di pilkada. Menurut dia, jika sistem KPU andal, tentu saja tidak ada kejadian seperti itu.
“Kejadian itu menunjukkan KPU belum cukup siap dan mampu menegaskan soal teknologi yang dimiliki. Karena itu, perlu dikuatkan data center dan keamanan data internalnya,” ucap komisioner KPU periode 2012-2017 ini saat dihubungi kemarin.
Ferry lantas menyampaikan saran jika KPU tetap ingin menerapkan e-rekap di pilkada nanti. Hal ini untuk mencegah peretas dengan mudah membobol situs KPU . Pertama, KPU perlu melakukan pengembangan aplikasi, mengelola basis data berbasis integritas, menjaga kerahasiaan, ketersediaan, dan mitigasi masalah. Kedua, membangun model arsitektur keamanan, digital signature, dan melakukan uji coba keamanan, dan keandalan.
Ketiga, melakukan identifikasi spesifikasi smartphone, kepemilikan telepon genggam, dan instalasi aplikasi ke telepon genggam. Keempat, membangun kawasan terbatas, memasang kamera pemantau, menyiapkan petugas keamanan, dan alarm di tempat penyimpanan server. Kelima, merumuskan agenda audit, metode audit, dan publikasi hasil audit terhadap sistem rekap. (Baca juga: Kasus Covid-19 Lampaui China, Reisa Bilang Jangan Bandingkan Angka)
“Syarat utama penggunaan teknologi di pemilu adalah selain soal keandalan teknologinya, infrastruktur, tata kelola yang baik, dan SDM yang mumpuni, yang terpenting adalah adanya trust publik,” ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa meminta KPU mengintensifkan kerja sama dengan lembaga negara kompeten seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), termasuk dengan Cyber Crime Polri untuk menjamin keamanan situs mereka.
KPU juga perlu merekrut tenaga teknologi informasi yang andal. Saan mengaku memaklumi jika situs KPU rawan peretasan karena di sana banyak sekali memuat data-data pribadi, termasuk data pemilih sehingga banyak pihak yang berkepentingan. Motivasi peretas adalah bisnis dan bisa pula politik.
Jika terus-menerus keamanan data yang ada di KPU maupun dalam lamannya mudah dibobol, Saan mengingatkan itu akan berdampak pada kepercayaan publik. Juga akan berpengaruh pada legitimasi proses-proses penyelenggaraan politik yang diselenggarakan oleh KPU. Publik bahkan bisa saja tidak percaya saat e-voting atau e-rekap ingin diberlakukan.
“Jadi, ini penting sekali KPU perhatikan karena ini menyangkut kepercayaan publik,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO kemarin. (Baca juga: Kasus Corona Meningkat, KPU Tetap Jalankan Pilkada Serentak 2020)
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menilai kasus peretasan KPU saat klik serentak menggambarkan kesiapan penerapan e-rekap di pilkada. Menurut dia, jika sistem KPU andal, tentu saja tidak ada kejadian seperti itu.
“Kejadian itu menunjukkan KPU belum cukup siap dan mampu menegaskan soal teknologi yang dimiliki. Karena itu, perlu dikuatkan data center dan keamanan data internalnya,” ucap komisioner KPU periode 2012-2017 ini saat dihubungi kemarin.
Ferry lantas menyampaikan saran jika KPU tetap ingin menerapkan e-rekap di pilkada nanti. Hal ini untuk mencegah peretas dengan mudah membobol situs KPU . Pertama, KPU perlu melakukan pengembangan aplikasi, mengelola basis data berbasis integritas, menjaga kerahasiaan, ketersediaan, dan mitigasi masalah. Kedua, membangun model arsitektur keamanan, digital signature, dan melakukan uji coba keamanan, dan keandalan.
Ketiga, melakukan identifikasi spesifikasi smartphone, kepemilikan telepon genggam, dan instalasi aplikasi ke telepon genggam. Keempat, membangun kawasan terbatas, memasang kamera pemantau, menyiapkan petugas keamanan, dan alarm di tempat penyimpanan server. Kelima, merumuskan agenda audit, metode audit, dan publikasi hasil audit terhadap sistem rekap. (Baca juga: Kasus Covid-19 Lampaui China, Reisa Bilang Jangan Bandingkan Angka)
“Syarat utama penggunaan teknologi di pemilu adalah selain soal keandalan teknologinya, infrastruktur, tata kelola yang baik, dan SDM yang mumpuni, yang terpenting adalah adanya trust publik,” ungkapnya.