Pertimbangan Hakim PT DKI Jakarta Kuatkan Vonis Mati Ferdy Sambo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah menguatkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menghukum mati Ferdy Sambo . Ferdy Sambo merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso membeberkan pertimbangannya, dalam memutuskan untuk menguatkan vonis mati Ferdy Sambo . Salah satunya, tak ada iktikad dari Sambo untuk mengklarifikasi masalah kepada Brigadir J.
"Tidak terdapat fakta-fakta adanya usaha dari terdakwa Ferdy Sambo untuk melakukan klarifikasi terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tentang apa yang sebenarnya terjadi. Yang terjadi adalah langsung dilakukan penembakan terhadap korban," tutur Hakim Singgih saat bacakan memori pertimbangan di PT DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Hakim Singgih merasa janggal akan dalih pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi. Apalagi, Brigadir J dinilai terlihat nampak tak bersalah. Itu diyakininya lantaran hakim melihat Brigadir J masih nyaman berada di lingkungan Sambo dan Putri.
"Hal ini bisa dilihat bahwa korban masih tetap berada di rumah kediaman di Magelang, pada saat setelah kejadian masih bertemu dan berbicara dengan saksi Putri Candrawathi antara 10-15 menit di kamar saksi Putri Candrawathi sebagaimana keterangan Ricky Rizal Wibowo," tutur Hakim Singgih.
"Masih bersama-sama melakukan perjalanan dari Magelang ke Jakarta. Masih santai bahkan bercanda di rumah kediaman Saguling di Jakarta. Bahkan menjelang penembakan, korban seperti tidak mengetahui apa yang terjadi, utamanya ketika berteriak 'ada apa Pak? Ada apa Pak?" tambah Singgih.
Sebelumnya, Majelis PT DKI Jakarta menguatkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Dengan demikian, mantan Kepala Divisi Propam Polri itu, tetap dijatuhi hukuman mati akibat melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, hukuman pidana mati masih dibutuhkan di Tanah Air. Apalagi, vonis mati tak dikenal di dalam konstitusi.
"Pidana mati masih dibutuhkan untuk shock therapy atau efek jera," terang Hakim Singgih.
Dengan demikian, Hakim Singgih tak sependapat dengan memori banding yang dilayangkan oleh kuasa hukum Ferdy Sambo.
Jauh sebelum itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan yang diajukan tim JPU pada Kejari Jaksel yakni pidana penjara seumur hidup.
Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso membeberkan pertimbangannya, dalam memutuskan untuk menguatkan vonis mati Ferdy Sambo . Salah satunya, tak ada iktikad dari Sambo untuk mengklarifikasi masalah kepada Brigadir J.
"Tidak terdapat fakta-fakta adanya usaha dari terdakwa Ferdy Sambo untuk melakukan klarifikasi terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tentang apa yang sebenarnya terjadi. Yang terjadi adalah langsung dilakukan penembakan terhadap korban," tutur Hakim Singgih saat bacakan memori pertimbangan di PT DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Hakim Singgih merasa janggal akan dalih pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi. Apalagi, Brigadir J dinilai terlihat nampak tak bersalah. Itu diyakininya lantaran hakim melihat Brigadir J masih nyaman berada di lingkungan Sambo dan Putri.
"Hal ini bisa dilihat bahwa korban masih tetap berada di rumah kediaman di Magelang, pada saat setelah kejadian masih bertemu dan berbicara dengan saksi Putri Candrawathi antara 10-15 menit di kamar saksi Putri Candrawathi sebagaimana keterangan Ricky Rizal Wibowo," tutur Hakim Singgih.
"Masih bersama-sama melakukan perjalanan dari Magelang ke Jakarta. Masih santai bahkan bercanda di rumah kediaman Saguling di Jakarta. Bahkan menjelang penembakan, korban seperti tidak mengetahui apa yang terjadi, utamanya ketika berteriak 'ada apa Pak? Ada apa Pak?" tambah Singgih.
Sebelumnya, Majelis PT DKI Jakarta menguatkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Dengan demikian, mantan Kepala Divisi Propam Polri itu, tetap dijatuhi hukuman mati akibat melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, hukuman pidana mati masih dibutuhkan di Tanah Air. Apalagi, vonis mati tak dikenal di dalam konstitusi.
"Pidana mati masih dibutuhkan untuk shock therapy atau efek jera," terang Hakim Singgih.
Dengan demikian, Hakim Singgih tak sependapat dengan memori banding yang dilayangkan oleh kuasa hukum Ferdy Sambo.
Jauh sebelum itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan yang diajukan tim JPU pada Kejari Jaksel yakni pidana penjara seumur hidup.
(maf)