Psikolog Forensik Tantang Kapolri Luruskan Penyelidikan Kasus Vina Cirebon seperti Perkara Ferdy Sambo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Psikolog Forensik Reza Indragiri menantang Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo meluruskan kembali penyelidikan kasus Vina Cirebon seperti halnya perkara Ferdy Sambo. Kapolri harus mengambil sikap rendah hati, terbuka, dan tegas.
"Sekiranya Jenderal Listyo Sigit mengambil sikap terbuka, rendah hati, dan tegas yang sama seperti pada kasus Ferdy Sambo, kita buka, kita luruskan kembali proses penyelidikannya (kasus Vina Cirebon), maka saya sungguh-sungguh berharap beliau yang tahun ini mendapat Hoegeng Awards," ujar Reza dalam program Rakyat Bersuara yang ditayangkan iNews TV, Selasa (21/5/2024).
Pelurusan penyelidikan kasus ini bisa dilakukan lewat eksaminasi publik dari otoritas penegakan hukum yang secara spesifik diharapkan dilakukan Polri. Eksaminasi publik menjawab berkaitan dengan benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan pemerkosaan.
"Saya sepakat dengan Ito Sumardi (Mantan Kabareskrim) bahwa eksaminasi tidak hanya sepatutnya dilakukan Polri, tapi seluruh lembaga dalam sistem peradilan pidana sepatutnya secara legawa membuka kembali berkas hasil kerja mereka dan bersiap memuat ke publik temuan mereka," ungkapnya.
Menurut Reza, terdapat loop hole dalam pengungkapan fakta-fakta kasus ini. Misalnya, yang pertama berkaitan dengan proses pemeriksaan yang menitikberatkan pada mencari pengakuan atau keterangan yang bertumpu pada daya ingat manusia.
Sebab, keterangan yang bertumpu pada daya ingat manusia dalam dunia psikolog forensik justru mengaburkan fakta-fakta yang ada. Apalagi jika keterangan yang didapatkan berasal dari pemeriksaan yang bersifat penyiksaan.
"Karena ingatan manusia mudah terfragmentasi dan mudah terdistorsi baik atas keinginan si terperiksa yang secara sukarela mengubah keterangannya atau karena pengaruh luar entah itu iming-iming, entah itu penyiksaan," kata Reza.
Apalagi, terdapat pelaku yang mencabut keterangan pada berkas acara pemeriksaan (BAP). Terjadinya hal tersebut memperkuat bahwa dugaan mencari fakta dalam kasus Vina ini hanya mengandalkan keterangan daya ingat manusia atau keterangan buah hasil dari penyiksaan.
"Jadi ketika ada proses pemeriksaan yang berujung pada BAP kemudian BAP-nya dicabut di kemudian hari ini memperkuat kekhawatiran saya bahwa jangan-jangan sudah terjadi proses penegakan hukum yang terlalu mengandalkan pada mencari pengakuan atau keterangan yang sifatnya abusive, itu loop hole pertama," ungkap Reza.
Karena itulah, penting juga untuk mempertanyakan kembali benar atau tidaknya pembunuhan dan pemerkosaan itu benar terjadi. Menurut dia, hal itu untuk memastikan tindak pidana secara tuntas yakni dilakukannya eksaminasi.
"Karena itulah berangkat dari tiga loop hole tersebut saya rumuskan dua pertanyaan yang saya rekomendasikan sebagai bahan untuk eksaminasi. Pertama sekali lagi benarkah terjadi pemerkosaan, benarkah terjadi pembunuhan?" katanya.
"Sekiranya Jenderal Listyo Sigit mengambil sikap terbuka, rendah hati, dan tegas yang sama seperti pada kasus Ferdy Sambo, kita buka, kita luruskan kembali proses penyelidikannya (kasus Vina Cirebon), maka saya sungguh-sungguh berharap beliau yang tahun ini mendapat Hoegeng Awards," ujar Reza dalam program Rakyat Bersuara yang ditayangkan iNews TV, Selasa (21/5/2024).
Baca Juga
Pelurusan penyelidikan kasus ini bisa dilakukan lewat eksaminasi publik dari otoritas penegakan hukum yang secara spesifik diharapkan dilakukan Polri. Eksaminasi publik menjawab berkaitan dengan benar atau tidaknya telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan pemerkosaan.
"Saya sepakat dengan Ito Sumardi (Mantan Kabareskrim) bahwa eksaminasi tidak hanya sepatutnya dilakukan Polri, tapi seluruh lembaga dalam sistem peradilan pidana sepatutnya secara legawa membuka kembali berkas hasil kerja mereka dan bersiap memuat ke publik temuan mereka," ungkapnya.
Menurut Reza, terdapat loop hole dalam pengungkapan fakta-fakta kasus ini. Misalnya, yang pertama berkaitan dengan proses pemeriksaan yang menitikberatkan pada mencari pengakuan atau keterangan yang bertumpu pada daya ingat manusia.
Sebab, keterangan yang bertumpu pada daya ingat manusia dalam dunia psikolog forensik justru mengaburkan fakta-fakta yang ada. Apalagi jika keterangan yang didapatkan berasal dari pemeriksaan yang bersifat penyiksaan.
"Karena ingatan manusia mudah terfragmentasi dan mudah terdistorsi baik atas keinginan si terperiksa yang secara sukarela mengubah keterangannya atau karena pengaruh luar entah itu iming-iming, entah itu penyiksaan," kata Reza.
Apalagi, terdapat pelaku yang mencabut keterangan pada berkas acara pemeriksaan (BAP). Terjadinya hal tersebut memperkuat bahwa dugaan mencari fakta dalam kasus Vina ini hanya mengandalkan keterangan daya ingat manusia atau keterangan buah hasil dari penyiksaan.
"Jadi ketika ada proses pemeriksaan yang berujung pada BAP kemudian BAP-nya dicabut di kemudian hari ini memperkuat kekhawatiran saya bahwa jangan-jangan sudah terjadi proses penegakan hukum yang terlalu mengandalkan pada mencari pengakuan atau keterangan yang sifatnya abusive, itu loop hole pertama," ungkap Reza.
Karena itulah, penting juga untuk mempertanyakan kembali benar atau tidaknya pembunuhan dan pemerkosaan itu benar terjadi. Menurut dia, hal itu untuk memastikan tindak pidana secara tuntas yakni dilakukannya eksaminasi.
"Karena itulah berangkat dari tiga loop hole tersebut saya rumuskan dua pertanyaan yang saya rekomendasikan sebagai bahan untuk eksaminasi. Pertama sekali lagi benarkah terjadi pemerkosaan, benarkah terjadi pembunuhan?" katanya.
(jon)