Laporan Ditolak Bareskrim, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Ajukan Keberatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keluarga korban tragedi Kanjuruhan bakal mengajukan keberatan atas penolakan pengaduan Bareskrim Mabes Polri. Penolakan tersebut dinilai sebagai maladministasi.
"Kami akan mengajukan keberatan atas tindakan maladministrasi SPKT Bareskim Mabes Polri yang telah menolak laporan keluarga korban bersama Koalisi Masyarakat Sipil," kata Koordinator LBH Pos Malang Daniel Siagian yang mendampingi keluarga korban di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023).
Menurut Daniel, keberatan tersebut memiliki dasar-dasar hukum yang kuat dari ketentuan acara pidana sampai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Polri. Pembatasan akses untuk melapor jelas pelangaran terhadap peraturan kapolri itu sendiri.
"Karena seolah Polri membatasi akses keluarga korban dalam melakukan pelaporan terhadap perkara yang sebebarnya dengan konstruksi pasal berbeda dengan terlapor berbeda dan dengan keterangan yang juga tidak, seperti itu," ucapnya.
Bareskrim Polri menolak laporan keluarga korban tragedi Kanjuruhan pada Senin (10/4/2023). Perwakilan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Muhammad Yahya yang mendampingi korban mengatakan, laporan baru ini dibuat terkait perlindungan anak lantaran 44 dari 135 korban meninggal adalah perempuan dan anak.
Pelaporan ke Bareskrim dilakukan karena laporan sebelumnya di Polda Jawa Timur tidak diterapkan pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. "Cuma sayangnya setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak Kepolisian, dari SPKT juga, itu menolak laporan yang kami ajukan," kata Yahya kepada wartawan, Senin (10/4/2023).
"Hari ini kami melakukan agenda audiensi, pengaduan, dan diskusi dengan komnas ham, mengenai aduan kami soal pengaduan dugaan adanya pelanggaran ham berat dalam tragedi Kanjuruhan," kata Daniel di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023)?
"Kenapa kami melakukan pengaduan ini, jelas bahwa proses persidangan yang kemarin itu sangat jauh tidak menyentuh akar pokok persoalan daripada yg terjadi di Kanjuruhan," sambungnya.
Daniel menilai dalam, tragedi tersebut terdapat kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil. Dan hal itu menjadi fakta yang tak bisa dibantah. Namun, PN Surabaya justru menjatuhkan vonis ringan, bahkan putusan bebas kepada para terdakwa.
"Karena di Kanjuruhan jelas bahwa kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil itu menjadi bukti atau fakta yang tidak bisa dibantah sama sekali, dan itu merupakan bentuk daripada kekerasan aparat itu hanya dihukum dengan hukuman yang sangat ringan, 1 tahun 6 bulan dan ada yang putusan bebas terhadap para terdakwa," katanya.
"Sehingga tidak memungkinkan dari proses persidangan yang telah dilangsungkan justru mengarah kepada bentuk impunitas, tidak diadilinya pelaku-pelaku level atas dalan proses penegakan hukum terhadap Tragedi Kanjuruhan" sambungnya.
Untuk itu, pihaknya bersama keluarga korban agar Komnas HAM untuk segera melakukan gelar Perkara pro justisia terhadap dugaan pelanggaran HAM berat pada Tragedi Kanjuruhan.
"Maka adalah suatu keharusan komnas ham bersama kejaksaan agung yang memiliki kewenangan yudisial dalan perkara penanganan pelanggaran HAM berat, untuk segera melakukan gelar perkara pro justisia terhadap pelanggaran HAM berat tragedi Kanjuruhan," katanya.
"Kami akan mengajukan keberatan atas tindakan maladministrasi SPKT Bareskim Mabes Polri yang telah menolak laporan keluarga korban bersama Koalisi Masyarakat Sipil," kata Koordinator LBH Pos Malang Daniel Siagian yang mendampingi keluarga korban di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023).
Menurut Daniel, keberatan tersebut memiliki dasar-dasar hukum yang kuat dari ketentuan acara pidana sampai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Polri. Pembatasan akses untuk melapor jelas pelangaran terhadap peraturan kapolri itu sendiri.
"Karena seolah Polri membatasi akses keluarga korban dalam melakukan pelaporan terhadap perkara yang sebebarnya dengan konstruksi pasal berbeda dengan terlapor berbeda dan dengan keterangan yang juga tidak, seperti itu," ucapnya.
Bareskrim Polri menolak laporan keluarga korban tragedi Kanjuruhan pada Senin (10/4/2023). Perwakilan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Muhammad Yahya yang mendampingi korban mengatakan, laporan baru ini dibuat terkait perlindungan anak lantaran 44 dari 135 korban meninggal adalah perempuan dan anak.
Pelaporan ke Bareskrim dilakukan karena laporan sebelumnya di Polda Jawa Timur tidak diterapkan pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. "Cuma sayangnya setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak Kepolisian, dari SPKT juga, itu menolak laporan yang kami ajukan," kata Yahya kepada wartawan, Senin (10/4/2023).
Dugaan Pelanggaran HAM Berat
Sementara itu, keluarga korban tragedi Kanjuruhan hari ini mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mengadukan dugaan pelanggaran HAM berat. Mereka juga menyampaikan kekecewaan terhadap proses persidangan."Hari ini kami melakukan agenda audiensi, pengaduan, dan diskusi dengan komnas ham, mengenai aduan kami soal pengaduan dugaan adanya pelanggaran ham berat dalam tragedi Kanjuruhan," kata Daniel di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023)?
"Kenapa kami melakukan pengaduan ini, jelas bahwa proses persidangan yang kemarin itu sangat jauh tidak menyentuh akar pokok persoalan daripada yg terjadi di Kanjuruhan," sambungnya.
Daniel menilai dalam, tragedi tersebut terdapat kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil. Dan hal itu menjadi fakta yang tak bisa dibantah. Namun, PN Surabaya justru menjatuhkan vonis ringan, bahkan putusan bebas kepada para terdakwa.
"Karena di Kanjuruhan jelas bahwa kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil itu menjadi bukti atau fakta yang tidak bisa dibantah sama sekali, dan itu merupakan bentuk daripada kekerasan aparat itu hanya dihukum dengan hukuman yang sangat ringan, 1 tahun 6 bulan dan ada yang putusan bebas terhadap para terdakwa," katanya.
"Sehingga tidak memungkinkan dari proses persidangan yang telah dilangsungkan justru mengarah kepada bentuk impunitas, tidak diadilinya pelaku-pelaku level atas dalan proses penegakan hukum terhadap Tragedi Kanjuruhan" sambungnya.
Untuk itu, pihaknya bersama keluarga korban agar Komnas HAM untuk segera melakukan gelar Perkara pro justisia terhadap dugaan pelanggaran HAM berat pada Tragedi Kanjuruhan.
"Maka adalah suatu keharusan komnas ham bersama kejaksaan agung yang memiliki kewenangan yudisial dalan perkara penanganan pelanggaran HAM berat, untuk segera melakukan gelar perkara pro justisia terhadap pelanggaran HAM berat tragedi Kanjuruhan," katanya.
(muh)