Ditunggu Keberanian Hakim dalam Kasus Narkoba Teddy Minahasa
loading...
A
A
A
Ada yang menarik di persidangan Irjen Pol Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3) lalu. Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Teddy dengan hukuman mati karena dinilai terbukti terlibat dalam kasus narkotika.
Kita nantikan apakah majelis hakim berani memvonis mati Teddy yang dinilai sudah mencoreng nama institusi penegak hukum.
Keberanian majelis hakim memberikan hukuman tertinggi atas kasus narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat ini ditunggu masyarakat. Irjen Teddy layak dihukum mati karena ‘’dosa-dosa’’ jenderal bintang dua ini sungguh sangat besar.
Sebagai aparat penegak hukum, kesalahannya sulit terampuni. Betapa tidak, seorang jenderal polisi seharusnya menjadi garda terdepan dalam memerangi narkoba namun ia justru diduga bersekutu dengan para bandar.
Penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh yang baik malah justru melanggar hukum, yakni diduga kuat menjual barang bukti narkoba hasil tangkapannya.
Tentu apa yang dilakukan Teddy ini adalah potret buruk oknum aparat polisi sehingga harus disingkirkan. Karena jika tidak, hal tersebut akan menjadi duri dalam daging dalam korps seragam cokelat tersebut.
Kita percaya masih banyak polisi bermartabat dan punya integritas tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Jangan sampai mereka terkontaminasi oleh ulah-ulah oknum seperti Irjen Teddy yang kini duduk di kursi pesakitan tersebut.
Pertimbangan hal-hal yang memberatkan terdakwa sudah cukup untuk dijadikan dasar bagi hakim menjatuhkan vonis mati. Seperti yang dibacakan JPU di persidangan ada banyak hal yang memberatkan terdakwa sehingga layak divonis dengan hukuman maksimal.
Mulai merusak citra lembaga Polri tempatnya bekerja, merusak kepercayaan publik, menikmati keuntungan dari berjualan narkoba, hingga keterangan Irjen Teddy yang cenderung berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya tersebut.
Meskipun bukti dan saksi telah dengan gamblang mengungkap perbuatan terdakwa, hingga kini Irjen Teddy masih terus menyangkal dengan alibinya.
Yang lebih penting lagi, vonis superberat bagi Irjen Teddy bisa menjadi shock therapy dan peringatan bagi para penegak hukum lain maupun masyarakat bahwa negara ini tegas terhadap kasus narkoba. Siapa pun yang berani bermain-main dengan barang haram tersebut dipastikan bakal mendapatkan hukuman yang setimpal.
Kita bisa meniru Malaysia dan Singapura soal ketegasan menerapkan hukuman dalam kasus narkoba sehingga angka kejahatan narkoba di sana bisa ditekan.
Jangan sampai para bandar narkoba justru berpesta pora di wilayah Indonesia karena lemahnya penegakan hukum. Ingat Indonesia sudah berstatus darurat narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut kerugian ekonomi akibat narkoba setiap tahun sangat besar. Angkanya bisa mencapai Rp84 triliun. Belum lagi, korban nyawa.
Narkoba telah membunuh secara langsung maupun tidak langsung rata-rata sekitar 50 orang per hari. Dan ironisnya, sudah jutaan masyarakat kita yang menjadi pengguna narkoba. Tak heran jika, lebih dari separuh penghuni sel di lapas maupun lembaga pemasyarakatan isinya napi kasus narkoba.
Berbagai temuan menyebutkan saat ini Indonesia tak hanya menjadi pasar empuk para bandar narkoba. Namun, Indonesia juga telah menjadi produsen besar narkoba. Sebagai bukti, beberapa kali aparat berhasil menggerebek pabrik narkoba di sejumlah tempat. Salah satunya pabrik ekstasi di Serang Banten seluas 3,7 hektare dengan omset diperkirakan Rp50 miliar per minggu. Bukan angka yang kecil.
Karena itu, seluruh stakeholder baik pemerintah, aparat hukum maupun masyarakat harus memiliki niat kuat untuk bersama-sama serius memberantas narkoba. Hukum seberat-beratnya para bandar dan orang-orang yang terlibat.
Dan, jangan lupa bagi para napi narkoba yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap harus segera dieksekusi. Karena masih ada puluhan terpidana mati narkoba yang hingga saat nasibnya tidak jelas kapan dieksekusi. Bahkan banyak dari mereka meninggal di penjara karena sakit.
Tentu kebijakan ambigu ini merupakan inkonsistensi penegakan hukum. Penegakan dan kepastian hukum adalah pintu keberhasilan dalam memberantas narkoba. Tanpa itu, tekad pemerintah dalam menghapus narkoba dari bumi Indonesia hanya sebatas wacana dan angan-angan.
Kita nantikan apakah majelis hakim berani memvonis mati Teddy yang dinilai sudah mencoreng nama institusi penegak hukum.
Keberanian majelis hakim memberikan hukuman tertinggi atas kasus narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat ini ditunggu masyarakat. Irjen Teddy layak dihukum mati karena ‘’dosa-dosa’’ jenderal bintang dua ini sungguh sangat besar.
Sebagai aparat penegak hukum, kesalahannya sulit terampuni. Betapa tidak, seorang jenderal polisi seharusnya menjadi garda terdepan dalam memerangi narkoba namun ia justru diduga bersekutu dengan para bandar.
Penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh yang baik malah justru melanggar hukum, yakni diduga kuat menjual barang bukti narkoba hasil tangkapannya.
Tentu apa yang dilakukan Teddy ini adalah potret buruk oknum aparat polisi sehingga harus disingkirkan. Karena jika tidak, hal tersebut akan menjadi duri dalam daging dalam korps seragam cokelat tersebut.
Kita percaya masih banyak polisi bermartabat dan punya integritas tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Jangan sampai mereka terkontaminasi oleh ulah-ulah oknum seperti Irjen Teddy yang kini duduk di kursi pesakitan tersebut.
Pertimbangan hal-hal yang memberatkan terdakwa sudah cukup untuk dijadikan dasar bagi hakim menjatuhkan vonis mati. Seperti yang dibacakan JPU di persidangan ada banyak hal yang memberatkan terdakwa sehingga layak divonis dengan hukuman maksimal.
Mulai merusak citra lembaga Polri tempatnya bekerja, merusak kepercayaan publik, menikmati keuntungan dari berjualan narkoba, hingga keterangan Irjen Teddy yang cenderung berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya tersebut.
Meskipun bukti dan saksi telah dengan gamblang mengungkap perbuatan terdakwa, hingga kini Irjen Teddy masih terus menyangkal dengan alibinya.
Yang lebih penting lagi, vonis superberat bagi Irjen Teddy bisa menjadi shock therapy dan peringatan bagi para penegak hukum lain maupun masyarakat bahwa negara ini tegas terhadap kasus narkoba. Siapa pun yang berani bermain-main dengan barang haram tersebut dipastikan bakal mendapatkan hukuman yang setimpal.
Kita bisa meniru Malaysia dan Singapura soal ketegasan menerapkan hukuman dalam kasus narkoba sehingga angka kejahatan narkoba di sana bisa ditekan.
Jangan sampai para bandar narkoba justru berpesta pora di wilayah Indonesia karena lemahnya penegakan hukum. Ingat Indonesia sudah berstatus darurat narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut kerugian ekonomi akibat narkoba setiap tahun sangat besar. Angkanya bisa mencapai Rp84 triliun. Belum lagi, korban nyawa.
Narkoba telah membunuh secara langsung maupun tidak langsung rata-rata sekitar 50 orang per hari. Dan ironisnya, sudah jutaan masyarakat kita yang menjadi pengguna narkoba. Tak heran jika, lebih dari separuh penghuni sel di lapas maupun lembaga pemasyarakatan isinya napi kasus narkoba.
Berbagai temuan menyebutkan saat ini Indonesia tak hanya menjadi pasar empuk para bandar narkoba. Namun, Indonesia juga telah menjadi produsen besar narkoba. Sebagai bukti, beberapa kali aparat berhasil menggerebek pabrik narkoba di sejumlah tempat. Salah satunya pabrik ekstasi di Serang Banten seluas 3,7 hektare dengan omset diperkirakan Rp50 miliar per minggu. Bukan angka yang kecil.
Karena itu, seluruh stakeholder baik pemerintah, aparat hukum maupun masyarakat harus memiliki niat kuat untuk bersama-sama serius memberantas narkoba. Hukum seberat-beratnya para bandar dan orang-orang yang terlibat.
Dan, jangan lupa bagi para napi narkoba yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap harus segera dieksekusi. Karena masih ada puluhan terpidana mati narkoba yang hingga saat nasibnya tidak jelas kapan dieksekusi. Bahkan banyak dari mereka meninggal di penjara karena sakit.
Tentu kebijakan ambigu ini merupakan inkonsistensi penegakan hukum. Penegakan dan kepastian hukum adalah pintu keberhasilan dalam memberantas narkoba. Tanpa itu, tekad pemerintah dalam menghapus narkoba dari bumi Indonesia hanya sebatas wacana dan angan-angan.
(ynt)