Ciptakan Pemilu Damai, Masyarakat Diajak Hindari Politisasi Agama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Segenap bangsa Indonesia diajak ikut berperan dalam menjaga Pemilu 2024 berjalan damai. Salah satu caranya adalah menghindari politisasi agama.
Hal ini disampaikan Ketua Eksponen Alumni HMI Pro Jokowi-Amin, Ato' Ismail dalam Simposium Kebangsaan bertema Kedamaian Berbangsa Menuju Pemilu 2024 Tanpa Politisasi Agama yang digelar di Sekolah DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jalan Lenteng Agung Jakarta, Selasa (21/3/2023). Acara dihadiri perwakilan dari Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Indonesia, dan Ikatan Jamaah AhlulBait Indonesia.
"Pemilu 2024 merupakan salah satu agenda demokrasi yang perlu dijaga agar Indonesia tetap damai," kata Ato' Ismail didampingi Ketua Panitia Simposium Kebangsaan, Irvansyah.
Baca juga: Politik Identitas Dinilai Ancam Kebinekaan dan Demokrasi
Menurutnya, salah satu cara untuk menciptakan kedamaian itu adalah dengan menghindari politisasi agama. Artinya tidak melakukan politik identitas diskriminatif atas nama agama.
Ato' mencontohkan konflik beberapa negara yang terjadi akibat kepentingan politik yang dibungkus politisasi suku, agama, dan ras (SARA). Seperti terjadi di Suriah, Libia, Yaman, Afganistan, Somalia, dan lainnya.
Ato bersyukur bangsa Indonesia dijauhkan dari konflik internal karena memiliki Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dan asas negara. Kedamaian bernegara merupakan syarat agar rakyat bisa sejahtera dan untuk mencapai tujuan bersama rakyat Indonesia. "Yakni masyarakat yang adil dan makmur lahir batin," ucap Ato'.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Hamka Haq. Menurutnya, kedamaian berbangsa perlu diciptakan menjelang Pemilu 2024.
"Kedamaian berbangsa perlu diciptakan menuju pemilu 2024 tanpa politisasi agama," katanya.
Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, tanah air Indonesia menjadi rumah bagi sebuah bangsa besar dan majemuk, dengan populasi lebih dari seperempat miliar jiwa. Wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke, di dalamnya terhimpun sekitar 17.000 pulau di atas hamparan laut lebih 3 juta km2, dengan keragaman penghuni tidak kurang dari 1.300 suku, ratusan agama dan atau kepercayaan, dengan sebanyak 715 bahasa serta budaya yang jumlahnya ratusan pula.
Tak ada kekuatan yang dapat menghimpun bangsa yang demikian raksasa kecuali atas kehendak Tuhan dan kesadaran bersama sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia. Sejarah bangsa kita telah membuktikan bahwa Pancasila telah benar-benar menjadi ideologi yang telah mempersatukan kesadaran kita sebagai satu bangsa, dalam sebuah Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk menjaga tegaknya Negara Pancasila, maka kami peserta Simposium Nasional Umat Beragama, yang diselenggarakan pada 21 Maret 2023, menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama.
Kami sadar bahwa diskriminasi dan politisasi agama sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila, dan pada gilirannya akan melahirkan disintegrasi bangsa. Untuk itu, maka segala bentuk gagasan yang mengarah kepada politisasi agama, atau politik identitas diskriminatif atas nama agama, seharusnya kita hindari, demi tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini disampaikan Ketua Eksponen Alumni HMI Pro Jokowi-Amin, Ato' Ismail dalam Simposium Kebangsaan bertema Kedamaian Berbangsa Menuju Pemilu 2024 Tanpa Politisasi Agama yang digelar di Sekolah DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jalan Lenteng Agung Jakarta, Selasa (21/3/2023). Acara dihadiri perwakilan dari Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Indonesia, dan Ikatan Jamaah AhlulBait Indonesia.
"Pemilu 2024 merupakan salah satu agenda demokrasi yang perlu dijaga agar Indonesia tetap damai," kata Ato' Ismail didampingi Ketua Panitia Simposium Kebangsaan, Irvansyah.
Baca juga: Politik Identitas Dinilai Ancam Kebinekaan dan Demokrasi
Menurutnya, salah satu cara untuk menciptakan kedamaian itu adalah dengan menghindari politisasi agama. Artinya tidak melakukan politik identitas diskriminatif atas nama agama.
Ato' mencontohkan konflik beberapa negara yang terjadi akibat kepentingan politik yang dibungkus politisasi suku, agama, dan ras (SARA). Seperti terjadi di Suriah, Libia, Yaman, Afganistan, Somalia, dan lainnya.
Ato bersyukur bangsa Indonesia dijauhkan dari konflik internal karena memiliki Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dan asas negara. Kedamaian bernegara merupakan syarat agar rakyat bisa sejahtera dan untuk mencapai tujuan bersama rakyat Indonesia. "Yakni masyarakat yang adil dan makmur lahir batin," ucap Ato'.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Hamka Haq. Menurutnya, kedamaian berbangsa perlu diciptakan menjelang Pemilu 2024.
"Kedamaian berbangsa perlu diciptakan menuju pemilu 2024 tanpa politisasi agama," katanya.
Deklarasi Bersama
Dalam Simposium Kebangsaan, para peserta membacakan deklarasi bersama yang isinya sebagai berikut:Atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, tanah air Indonesia menjadi rumah bagi sebuah bangsa besar dan majemuk, dengan populasi lebih dari seperempat miliar jiwa. Wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke, di dalamnya terhimpun sekitar 17.000 pulau di atas hamparan laut lebih 3 juta km2, dengan keragaman penghuni tidak kurang dari 1.300 suku, ratusan agama dan atau kepercayaan, dengan sebanyak 715 bahasa serta budaya yang jumlahnya ratusan pula.
Tak ada kekuatan yang dapat menghimpun bangsa yang demikian raksasa kecuali atas kehendak Tuhan dan kesadaran bersama sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia. Sejarah bangsa kita telah membuktikan bahwa Pancasila telah benar-benar menjadi ideologi yang telah mempersatukan kesadaran kita sebagai satu bangsa, dalam sebuah Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk menjaga tegaknya Negara Pancasila, maka kami peserta Simposium Nasional Umat Beragama, yang diselenggarakan pada 21 Maret 2023, menyepakati perlunya membangun kedamaian dalam kehidupan beragama guna lebih meningkatkan soliditas dan solidaritas berbangsa tanpa diskriminasi dan tanpa politisasi agama.
Kami sadar bahwa diskriminasi dan politisasi agama sangat bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila, dan pada gilirannya akan melahirkan disintegrasi bangsa. Untuk itu, maka segala bentuk gagasan yang mengarah kepada politisasi agama, atau politik identitas diskriminatif atas nama agama, seharusnya kita hindari, demi tegaknya Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(abd)