Muhammadiyah: Putusan PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu Teror Konstitusional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) mendapat tanggapan dari Muhammadiyah . Sebab, dalam putusannya, PN Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Pusat (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Busyro Muqoddas menilai penundaan pemilu menodai moralitas konstitusi UUD 1945. Jika masih ada sikap kenegarawanan, Busyro berharap pejabat negara termasuk partai politik menunjukkan keteladanan untuk menolak putusan penundaan tersebut.
"Tapi kalau sebaliknya nekat, saya sependapat dengan pakar UGM, itu sikap yang merupakan teror konstitusional, teror gaya baru,”kata Busyro dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah, Kamis (9/3/2023).
Menurut Busro, sesuai UUD 1945 bab 1, pasal 1, ayat 2 terkait subjek hukum yang berdaulat maka yang sejatinya benar-benar berdaulat adalah rakyat bukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh mempermainkan rakyat dan konstitusinya. “Nah, sekarang pertanyaannya mereka yang terpilih sejak dari Presiden dan sebagainya itukan dipilih oleh rakyat lewat pemilu masa mau menghianati,” katanya.
Muhammadiyah konsisten bahwa pemilu 5 tahun sebagai sikap politik kenegarawanan dan sikap moralitas Muhammadiyah yang berpegang teguh kepada moralitas UUD 1945
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah turut menyatakan sikap menanggapi penundaan pemilu dalam surat bernomor 002/I.18/A/2023 yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Ketua LHKP Ridho Al-Hamdi, dan Sekretaris LHKP David Efendi.
LHKP Muhammadiyah berpandangan putusan PN Jakarta Pusat tersebut bertentangan dengan konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Segala upaya untuk menunda Pemilu Serentak 2024 adalah bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). Karena itu, putusan PN Jakarta Pusat telah cacat hukum,”ujarnya.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Busyro Muqoddas menilai penundaan pemilu menodai moralitas konstitusi UUD 1945. Jika masih ada sikap kenegarawanan, Busyro berharap pejabat negara termasuk partai politik menunjukkan keteladanan untuk menolak putusan penundaan tersebut.
"Tapi kalau sebaliknya nekat, saya sependapat dengan pakar UGM, itu sikap yang merupakan teror konstitusional, teror gaya baru,”kata Busyro dikutip dalam laman resmi Muhammadiyah, Kamis (9/3/2023).
Menurut Busro, sesuai UUD 1945 bab 1, pasal 1, ayat 2 terkait subjek hukum yang berdaulat maka yang sejatinya benar-benar berdaulat adalah rakyat bukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh mempermainkan rakyat dan konstitusinya. “Nah, sekarang pertanyaannya mereka yang terpilih sejak dari Presiden dan sebagainya itukan dipilih oleh rakyat lewat pemilu masa mau menghianati,” katanya.
Muhammadiyah konsisten bahwa pemilu 5 tahun sebagai sikap politik kenegarawanan dan sikap moralitas Muhammadiyah yang berpegang teguh kepada moralitas UUD 1945
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah turut menyatakan sikap menanggapi penundaan pemilu dalam surat bernomor 002/I.18/A/2023 yang ditandatangani Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Ketua LHKP Ridho Al-Hamdi, dan Sekretaris LHKP David Efendi.
LHKP Muhammadiyah berpandangan putusan PN Jakarta Pusat tersebut bertentangan dengan konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Segala upaya untuk menunda Pemilu Serentak 2024 adalah bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia (UUD 1945). Karena itu, putusan PN Jakarta Pusat telah cacat hukum,”ujarnya.