Pemerintah Diminta Awasi Pungutan Biaya Penempatan dan Pelatihan bagi PMI Korea
loading...
A
A
A
JAKARTA - Biaya penempatan dan pelatihan pekerja migran Indonesia (PMI) dengan tujuan negara Korea menjadi sorotan. Berdasarkan aturan, tenaga kerja Indonesia tidak boleh dibebani biaya penempatan dan pelatihan karena menjadi tanggung jawab pemerintah.
Wasekjen I Komnas Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK), Amri Piliang mengungkapkan, saat ini calon pekerja migran Indonesia dengan tujuan Korea harus membayar biaya pelatihan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang tidak sedikit hingga Rp20 juta. Biaya itu salah satunya untuk membayar kursus bahasa Korea.
Selain pelatihan, para pekerja migran Indonesia tujuan Korea juga ditarik biaya penempatan yang tidak sedikit. Jika ditotal, kata Amri, maka biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibanding untuk kuliah di luar negeri.
"Modus operandinya tidak jauh berbeda dengan penempatan ke negara tujuan Taiwan, PMI dibebani biaya penempatan dan pelatihan yang berpotensi menjadi jerat utang yang berakibat pada pemotongan gaji," kata Amri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/2/2023).
Menurut Amri, praktik ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dalam Pasal 30 disebutkan bahwa 'Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan'. Selanjutnya Pasal 39, 40, dan 41 mengamanatkan kepada pemerintah pusat, provinis, dan kabupaten/kota untuk memfasilitasi pelatihan Calon Pekerja Migran Indonesia melalui pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan.
"Seharusnya pemerintah membuat standarisasi struktur komponen biaya pelatihan sesuai jam tatap muka, silabus, praktikum, dan uji kompetensi agar transparan dan tidak liar," katanya.
Amri mendesak agar Kementerian Ketenagakerjaan segera menerbitkan struktur biaya pelatihan untuk setiap negara penempatan, khususnya ke negara tujuan Korea. Dengan begitu akan mudah diawasi seperti tujuan negara lain.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia pada 21 Februari 2023. Dalam permenaker ini terdapat beberapa penambahan manfaat jaminan sosial untuk meningkatkan pelindungan dan pelayanan bagi PMI dari risiko sosial dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua.
"Hadirnya Permenaker ini adalah wujud kehadiran negara untuk teman-teman PMI di mana iuran tetap, manfaat meningkat," kata Menaker dalam siaran pers Biro Humas Kemnaker dikutip, Selasa (2/3/2023).
Menurut Menaker, besaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) tidak ada kenaikan, yakni sebesar Rp370.000 (perjanjian kerja 24 bulan). Rinciannya, iuran sebelum bekerja sebesar Rp37.500, sementara iuran selama dan setelah bekerja yaitu, kalau 6 bulan sebesar Rp108.000, 12 bulan sebesar Rp189.000, dan 24 bulan sebesar Rp332.500. Adapun perpanjangan/kelebihan jangka waktu perjanjian kerja sebesar Rp13.500 setiap bulan.
"Begitu juga dengan besaran iuran JHT tetap sesuai dengan pilihan calon Pekerja Migran Indonesia antara Rp50.000 sampai dengan Rp600.000," ucap Menaker.
Pada Permenaker 4/2023 manfaat program jaminan sosial bertambah menjadi 21 risiko dibanding Permenaker 18/2018 yang hanya sebanyak 14 risiko.
Wasekjen I Komnas Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK), Amri Piliang mengungkapkan, saat ini calon pekerja migran Indonesia dengan tujuan Korea harus membayar biaya pelatihan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang tidak sedikit hingga Rp20 juta. Biaya itu salah satunya untuk membayar kursus bahasa Korea.
Selain pelatihan, para pekerja migran Indonesia tujuan Korea juga ditarik biaya penempatan yang tidak sedikit. Jika ditotal, kata Amri, maka biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibanding untuk kuliah di luar negeri.
"Modus operandinya tidak jauh berbeda dengan penempatan ke negara tujuan Taiwan, PMI dibebani biaya penempatan dan pelatihan yang berpotensi menjadi jerat utang yang berakibat pada pemotongan gaji," kata Amri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/2/2023).
Menurut Amri, praktik ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dalam Pasal 30 disebutkan bahwa 'Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan'. Selanjutnya Pasal 39, 40, dan 41 mengamanatkan kepada pemerintah pusat, provinis, dan kabupaten/kota untuk memfasilitasi pelatihan Calon Pekerja Migran Indonesia melalui pelatihan vokasi yang anggarannya berasal dari fungsi pendidikan.
"Seharusnya pemerintah membuat standarisasi struktur komponen biaya pelatihan sesuai jam tatap muka, silabus, praktikum, dan uji kompetensi agar transparan dan tidak liar," katanya.
Amri mendesak agar Kementerian Ketenagakerjaan segera menerbitkan struktur biaya pelatihan untuk setiap negara penempatan, khususnya ke negara tujuan Korea. Dengan begitu akan mudah diawasi seperti tujuan negara lain.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia pada 21 Februari 2023. Dalam permenaker ini terdapat beberapa penambahan manfaat jaminan sosial untuk meningkatkan pelindungan dan pelayanan bagi PMI dari risiko sosial dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua.
"Hadirnya Permenaker ini adalah wujud kehadiran negara untuk teman-teman PMI di mana iuran tetap, manfaat meningkat," kata Menaker dalam siaran pers Biro Humas Kemnaker dikutip, Selasa (2/3/2023).
Menurut Menaker, besaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) tidak ada kenaikan, yakni sebesar Rp370.000 (perjanjian kerja 24 bulan). Rinciannya, iuran sebelum bekerja sebesar Rp37.500, sementara iuran selama dan setelah bekerja yaitu, kalau 6 bulan sebesar Rp108.000, 12 bulan sebesar Rp189.000, dan 24 bulan sebesar Rp332.500. Adapun perpanjangan/kelebihan jangka waktu perjanjian kerja sebesar Rp13.500 setiap bulan.
"Begitu juga dengan besaran iuran JHT tetap sesuai dengan pilihan calon Pekerja Migran Indonesia antara Rp50.000 sampai dengan Rp600.000," ucap Menaker.
Pada Permenaker 4/2023 manfaat program jaminan sosial bertambah menjadi 21 risiko dibanding Permenaker 18/2018 yang hanya sebanyak 14 risiko.
(abd)