Langgar Konstitusi, Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu Masalah Serius
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam perkara gugatan Partai Prima dengan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu 2024 hingga Juli 2025 merupakan masalah serius. Selain di luar wewenang, putusan ini masuk terlampau dalam pada urusan teknis pelaksanaan pemilu.
"Yang pertama, masalah yang kemudian muncul hari ini atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini adalah masalah yang sangat serius," kata Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam konferensi pers 'Putusan Janggal PN Jakarta Pusat Terkait Penundaan Pemilu 2024' di kanal Youtube Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (5/3/2023).
Dia menegaskan ada lembaga peradilan yang notabene tidak mempunyai kompetensi absolut dalam memeriksa masalah administrasi pemilu. Fadli menilai, PN Jakarta Pusat seolah memaksakan diri untuk menangani perkara tersebut. Padahal sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu telah diatur tersendiri dalam hukum.
Dalam masalah sengketa tersebut, yang memutus harus Bawaslu. Namun jika menyangkut keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.
"Tiba-tiba (PN Jakarta Pusat) memaksakan diri memeriksa masalah sengketa administrasi pemilu terkait dengan keikutsertaan suatu partai politik dalam proses pemilu," ucapnya.
Fadli menegaskan jika putusan PN Jakarta Pusat sangat bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi. "Bahkan putusannya sangat bertentangan dengan undang-undang dan kerangka hukum yang ada," katanya.
"Ini jelas sangat, bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang," sambungnya.
Fadli menjelaskan, ada dua hal fatal yang dilakukan PN Jakarta Pusat pertama, memaksakan diri menyelesaikan sengketa administrasi pemilu. Kedua, mengeluarkan amar putusan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 .
"Dan yang lebih fatal lagi PN Jakarta Pusat ga punya kewenangan untuk dua hal. Pertama mereka ga punya kewenangan menyelesaikan sengketa administrasi terkait keikutsertaan partai politik peserta pemilu," katanya.
"Kemudian yang kedua, mereka ga punya kewenangan untuk menentukan apakah suatu tahapan pemilu bisa ditunda atau tidak, itu dua hal serius," sambungnya.
Seperti diketahui, dengan menerima dalih bahwa Partai Prima dirugikan dalam proses verifikasi, hakim PN Jakpus memerintahkan agar KPU mengulang tahapan ppemilu dari awal. Berikut isi lengkap putusan PN Jakpus tersebut :
Dalam Eksepsi.
- Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel):
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat:
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum:
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat:
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dar' awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari:
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta.
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
"Yang pertama, masalah yang kemudian muncul hari ini atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini adalah masalah yang sangat serius," kata Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam konferensi pers 'Putusan Janggal PN Jakarta Pusat Terkait Penundaan Pemilu 2024' di kanal Youtube Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (5/3/2023).
Dia menegaskan ada lembaga peradilan yang notabene tidak mempunyai kompetensi absolut dalam memeriksa masalah administrasi pemilu. Fadli menilai, PN Jakarta Pusat seolah memaksakan diri untuk menangani perkara tersebut. Padahal sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu telah diatur tersendiri dalam hukum.
Dalam masalah sengketa tersebut, yang memutus harus Bawaslu. Namun jika menyangkut keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.
"Tiba-tiba (PN Jakarta Pusat) memaksakan diri memeriksa masalah sengketa administrasi pemilu terkait dengan keikutsertaan suatu partai politik dalam proses pemilu," ucapnya.
Fadli menegaskan jika putusan PN Jakarta Pusat sangat bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi. "Bahkan putusannya sangat bertentangan dengan undang-undang dan kerangka hukum yang ada," katanya.
"Ini jelas sangat, bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang," sambungnya.
Fadli menjelaskan, ada dua hal fatal yang dilakukan PN Jakarta Pusat pertama, memaksakan diri menyelesaikan sengketa administrasi pemilu. Kedua, mengeluarkan amar putusan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 .
"Dan yang lebih fatal lagi PN Jakarta Pusat ga punya kewenangan untuk dua hal. Pertama mereka ga punya kewenangan menyelesaikan sengketa administrasi terkait keikutsertaan partai politik peserta pemilu," katanya.
"Kemudian yang kedua, mereka ga punya kewenangan untuk menentukan apakah suatu tahapan pemilu bisa ditunda atau tidak, itu dua hal serius," sambungnya.
Seperti diketahui, dengan menerima dalih bahwa Partai Prima dirugikan dalam proses verifikasi, hakim PN Jakpus memerintahkan agar KPU mengulang tahapan ppemilu dari awal. Berikut isi lengkap putusan PN Jakpus tersebut :
Dalam Eksepsi.
- Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel):
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat:
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum:
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat:
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dar' awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari:
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta.
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
(muh)