PN Jakarta Pusat Perintahkan Pemilu Ditunda hingga 2025, Refly Harun: Putusan Gila

Kamis, 02 Maret 2023 - 19:33 WIB
loading...
PN Jakarta Pusat Perintahkan...
Pakar hukum tata negara, Refly Harun menilai PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan memutuskan perkara gugatan Partai Prima kepada KPU. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Refly Harun menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menunda Pemilu hingga 2025 adalah putusan gila. Sebab, PN tidak memiliki kewenangan untuk memutus perkara tersebut.

"Ini putusan yang gila, putusan yang kelewatan, kebangetan," kata Refly Harun dalam streaming video melalui kanal Youtube Refly Harun menanggapi putusan PN Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).

Untuk diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan seluruh gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemberantasan Pemilu (KPU). Salah satu putusannya adalah menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Baca juga: Penjelasan Lengkap PN Jakarta Pusat atas Putusan Penundaan Pemilu 2024

"Ini apa-apaan, kok bisa Pengadilan Negeri membuat keputusan seperti itu. Ini hakimnya tidak belajar, tidak terdidik atau diintervensi, kita tidak tahu. Karena jelas-jelas bukan kewenangan Pengadilan Negeri untuk memutus perkara seperti ini," kata doktor Ilmu Hukum Universitas Andalas Padang ini.

Menurut Refly, semua komplain terhadap keputusan KPU semestinya ditujukan kepada lembaga KPU sendiri. Jika upaya pertama itu tidak berhasil, maka bisa dilanjutkan melayangkan komplain ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Semua komplain kepada KPU harus ditujukan kepada KPU sendiri sebagai upaya pertama, kalau tidak berhasil komplain ke Bawaslu. Bawaslu memiliki kewenangan yang bersifat quasi yudisial untuk memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah.

"Memang putusan Bawaslu bisa dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sampai kemudian ke Mahkamah Agung (MA). Tapi pintunya bukan PN tapi Bawaslu," katanya.

Baca juga: PN Jakarta Pusat Perintahkan Pemilu Ditunda hingga 2025, KPU Banding

Hal yang sama disampaikan Pakar Hukum Tata Negara dari UGM, Denny Indrayana. Menurutnya, PN Jakarta Pusat tak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Denny mengatakan, penundaan pemilu bukanlah yurisdiksi putusan pengadilan negeri. Karena itu, dia menilai putusan majelis hakim itu tak punya dasar.

"Tidak bisa pengadilan negeri tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Putusan-putusan yang di luar yurisdiksi seperti ini, adalah putusan yang tak punya dasar, dan karenanya tidak bisa dilaksanakan," katanya saat dihubungi Kamis (2/3/2023).

Lagi pula, Denny mengingatkan penundaan pemilu bisa dilakukan apabila situasi kondisi tak memungkinkan, seperti terjadinya perang atau bencana alam. "Itu pun harus dengan dasar yang kuat buktinya, tak bisa dengan putusan-putusan yang tidak punya yurisdiksi atau kompetensi semacam ini," terang Denny.

Atas dasar itu, Denny menyatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut wajib ditolak. "Putusan ini harus ditolak, dan harusnya dari awal tidak dikeluarkan," tandasnya.

Untuk diketahui, Partai Prima melayangkan gugatan ke PN Jakarta Pusat karena merasa dirugikan oleh KPU dalam proses verifikasi administrasi partai politik. Hasil verifikasi menyatakan status akhir Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Hal ini berakibat Penggugat tidak bisa mengikuti tahapan pemilu selanjutnya berupa verifikasi faktual Partai Politik Calon Peserta Pemilu 2024.

Majelis hakim PN Jakarta Pusat dalam putusannya menerima seluruh gugatan yang dilayangkan Partai Prima. Berikut isi lengkap putusan PN Jakarta Pusat:

Dalam Eksepsi

- Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel):

Dalam Pokok Perkara

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya

2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat:

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum:

4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat:

5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari:

8. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta.

7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0827 seconds (0.1#10.140)