Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama: Menuju Kebangkitan Intelektual, Teknokrasi, dan Kewirausahaan
loading...
A
A
A
Buku ini ditulis dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami, sehingga dapat diakses oleh pembaca dari berbagai latar belakang dan pengetahuan. Selain itu, buku ini juga dibubuhi beberapa foto para pejuang NU Ulama hampir di tiap pembahasan. Menampilkan foto tentu akan lebih memberi pemahaman dan pemaknaan yang lebih utuh bagi pelihat dan penangkapnya, sehingga pelihat dan penangkap foto itu sendiri yang akan membuat kesimpulan-kesimpulan yang dirasakan memuaskan bagi dirinya dan tentu saja dapat bernostalgia. Selain itu foto juga dapat bertindak sebagai argumen sekaligus bukti otentik.
Hal yang paling menarik dari buku ini, menurut hemat peresensi, adalah ketika penulis memberikan kata kunci penting dalam abstraksi buku. Menarik karena tiga kunci ini yang pada akhirnya oleh penulis dibawa dan diejawantahkan saat mengemban amanah sebagai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Tiga kata kunci tersebut adalah kebangkitan intelektualisme, kebangkitan teknokrasi dan kebangkitan kewirausahaan.
Peresensi mencoba mengilustrasikan dan menjabarkan maksud dan dari tiga kata kunci tersebut. Kebangkitan intelektualisme mengacu pada kemampuan NU untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang lebih inovatif dan inklusif. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi berbagai perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di masyarakat. NU harus mampu menghasilkan gagasan-gagasan baru yang mampu mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Kebangkitan intelektualisme adalah sumber inspirasi bagi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-NU) dengan mengadakan kajian halaqah dan muktamar nasional dan internasional bertemakan fiqih peradaban.
Kebangkitan teknokrasi merujuk pada kemampuan NU dalam memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan modern untuk memajukan masyarakat dan membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. NU harus mampu mengembangkan keahlian dan keterampilan di bidang teknologi dan sains agar mampu mengembangkan solusi-solusi inovatif yang bermanfaat bagi masyarakat. Kebangkitan teknokrasi inilah yang nantinya menjadi sumber inspirasi dalam mewujudkan NU Tech dalam upaya mewujudkan masyarakat cakap digital.
Ada NU-Bike yang merupakan karya digital bidang logistik berbasis aplikasi jasa antarjemput dan rental kendaraan listrik, Saqinah; sebuah platform yang menawarkan pendidikan pra-nikah dengan berbagai macam pembelajaran berbasis online, Kepul dengan kategori sosial-preneur yang merupakan aplikasi jual sampah dan masih banyak lagi inovasi digital yang lahir dari inspirasi kebangkitan teknokrasi gagasan Gus Yahya.
Sedangkan Kebangkitan kewirausahaan mengacu pada kemampuan NU untuk menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan. NU harus mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengembangkan usaha-usaha produktif dan berdaya saing yang dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebangkitan kewirausahaan menjadi sumber inspirasi dalam mewujudkan gerakan kemandirian NU. Puncaknya adalah dengan diresmikannya Badan Usaha Milik NU (BUMNU) di Jember.
Secara umum, topik-topik yang dibahas dalam buku ini sudah cukup luas dan menyeluruh. Walakin, karena produk ini buatan manusia, tentu ada beberapa catatan dan masukan untuk dapat dipertimbangkan dalam menyempurnakan buku ini. Hemat peresensi, Buku ini cenderung memberikan paparan yang cenderung menimang-nimang NU tanpa memberikan analisis yang kritis terhadap kondisi yang sedang dihadapi oleh organisasi atau gerakan tersebut. Jika buku ini berangkat dari problematika dan tantangan NU ke depan dalam konteks indonesia dan dunia, barangkali bisa membawa pembaca memahami buku ini secara holistik.
Selain itu, buku ini perlu membahas tantangan dan peran Nahdlatul Ulama dalam mempromosikan perdamaian dan toleransi di tengah-tengah masyarakat yang semakin terpolarisasi. Topik ini penting mengingat saat ini masyarakat kita masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang terkait dengan konflik dan ketidakadilan, sehingga peran NU sebagai organisasi keagamaan yang besar memiliki tanggung jawab besar dalam membawa perdamaian dan toleransi di tengah masyarakat.
Bab baru ini bisa membahas upaya dan inisiatif yang dilakukan oleh NU untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi, serta mengatasi konflik di tengah masyarakat yang semakin kompleks dan heterogen. Dalam buku ini memang membahas banyak topik yang terkait dengan peradaban, namun tidak secara eksplisit membahas tentang konsep peradaban itu sendiri. Sebagai karya yang ditulis untuk memperkenalkan gagasan-gagasannya, mungkin penulis memang lebih fokus pada pengalaman, pemikiran, dan tindakan konkrit yang pernah dilakukan serta upaya-upaya yang diusungnya dalam memajukan Nahdlatul Ulama.
Namun, bagi pembaca yang ingin mempelajari konsep peradaban secara lebih detail, mungkin memerlukan referensi tambahan yang mengulas konsep peradaban itu sendiri. Namun hemat peresensi, buku ini memang sengaja dibuat demikian sebagai stimulus untuk selanjutnya dibuat kajian, halaqah atau muktamar melalaui konsep fiqih peradaban yang sudah berjalan selama ini.
Hal yang paling menarik dari buku ini, menurut hemat peresensi, adalah ketika penulis memberikan kata kunci penting dalam abstraksi buku. Menarik karena tiga kunci ini yang pada akhirnya oleh penulis dibawa dan diejawantahkan saat mengemban amanah sebagai Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Tiga kata kunci tersebut adalah kebangkitan intelektualisme, kebangkitan teknokrasi dan kebangkitan kewirausahaan.
Peresensi mencoba mengilustrasikan dan menjabarkan maksud dan dari tiga kata kunci tersebut. Kebangkitan intelektualisme mengacu pada kemampuan NU untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang lebih inovatif dan inklusif. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi berbagai perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di masyarakat. NU harus mampu menghasilkan gagasan-gagasan baru yang mampu mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Kebangkitan intelektualisme adalah sumber inspirasi bagi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-NU) dengan mengadakan kajian halaqah dan muktamar nasional dan internasional bertemakan fiqih peradaban.
Kebangkitan teknokrasi merujuk pada kemampuan NU dalam memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan modern untuk memajukan masyarakat dan membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. NU harus mampu mengembangkan keahlian dan keterampilan di bidang teknologi dan sains agar mampu mengembangkan solusi-solusi inovatif yang bermanfaat bagi masyarakat. Kebangkitan teknokrasi inilah yang nantinya menjadi sumber inspirasi dalam mewujudkan NU Tech dalam upaya mewujudkan masyarakat cakap digital.
Ada NU-Bike yang merupakan karya digital bidang logistik berbasis aplikasi jasa antarjemput dan rental kendaraan listrik, Saqinah; sebuah platform yang menawarkan pendidikan pra-nikah dengan berbagai macam pembelajaran berbasis online, Kepul dengan kategori sosial-preneur yang merupakan aplikasi jual sampah dan masih banyak lagi inovasi digital yang lahir dari inspirasi kebangkitan teknokrasi gagasan Gus Yahya.
Sedangkan Kebangkitan kewirausahaan mengacu pada kemampuan NU untuk menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan. NU harus mampu memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengembangkan usaha-usaha produktif dan berdaya saing yang dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebangkitan kewirausahaan menjadi sumber inspirasi dalam mewujudkan gerakan kemandirian NU. Puncaknya adalah dengan diresmikannya Badan Usaha Milik NU (BUMNU) di Jember.
Secara umum, topik-topik yang dibahas dalam buku ini sudah cukup luas dan menyeluruh. Walakin, karena produk ini buatan manusia, tentu ada beberapa catatan dan masukan untuk dapat dipertimbangkan dalam menyempurnakan buku ini. Hemat peresensi, Buku ini cenderung memberikan paparan yang cenderung menimang-nimang NU tanpa memberikan analisis yang kritis terhadap kondisi yang sedang dihadapi oleh organisasi atau gerakan tersebut. Jika buku ini berangkat dari problematika dan tantangan NU ke depan dalam konteks indonesia dan dunia, barangkali bisa membawa pembaca memahami buku ini secara holistik.
Selain itu, buku ini perlu membahas tantangan dan peran Nahdlatul Ulama dalam mempromosikan perdamaian dan toleransi di tengah-tengah masyarakat yang semakin terpolarisasi. Topik ini penting mengingat saat ini masyarakat kita masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang terkait dengan konflik dan ketidakadilan, sehingga peran NU sebagai organisasi keagamaan yang besar memiliki tanggung jawab besar dalam membawa perdamaian dan toleransi di tengah masyarakat.
Bab baru ini bisa membahas upaya dan inisiatif yang dilakukan oleh NU untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi, serta mengatasi konflik di tengah masyarakat yang semakin kompleks dan heterogen. Dalam buku ini memang membahas banyak topik yang terkait dengan peradaban, namun tidak secara eksplisit membahas tentang konsep peradaban itu sendiri. Sebagai karya yang ditulis untuk memperkenalkan gagasan-gagasannya, mungkin penulis memang lebih fokus pada pengalaman, pemikiran, dan tindakan konkrit yang pernah dilakukan serta upaya-upaya yang diusungnya dalam memajukan Nahdlatul Ulama.
Namun, bagi pembaca yang ingin mempelajari konsep peradaban secara lebih detail, mungkin memerlukan referensi tambahan yang mengulas konsep peradaban itu sendiri. Namun hemat peresensi, buku ini memang sengaja dibuat demikian sebagai stimulus untuk selanjutnya dibuat kajian, halaqah atau muktamar melalaui konsep fiqih peradaban yang sudah berjalan selama ini.