Balada Eliezer dan Elegi Yosua di Persidangan Sambo
loading...
A
A
A
Balada dan Elegi di Persidangan Sambo
Dalam istilah kesusasteraan, kematian Yosua yang dibunuh ibarat sebuah elegi, semua bak syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita, khususnya pada peristiwa kematian, sekaligus juga menggambarkan perasaan kehilangan.
Kematian Yosua adalah elegi yang bahkan tidak akan pernah selesai, terutama bagi orang tuanya yang kehilangan anaknya. Karena itu mereka mengikuti dengan seksama kasus persidangan Sambo, menunggu agar babak demi babak pertukaran pesan dari semua komponen yang terlibat dalam kematian anaknya dipastikan dihukum seberat-beratnya.
Setelah berbulan-bulan mereka menunggu, peradilan pun sampai pada tuntutan jaksa penuntut umum terhadap mereka yang terlibat dalam pembunuhan Yosua. Kuat Ma'ruf, asisten rumah tangga Ferdy Sambo dituntut 8 tahun penjara, Ricky Rizal sang sopir juga 8 tahun penjara.
Putri Candrawathi yang dianggap pemicu kemarahan Sambo hingga memerintahkan pembunuhan, juga dituntut 8 tahun penjara, sementara Eliezer sang penguak tabir kejadian sebenarnya kematian Yosua dan menjadi justice collaborator malah dituntut 12 tahun penjara.
Perbedaan yang terlalu jomplang dari tuntutan jaksa penuntut umum kepada Putri Candrawathi dan Eliezer inilah yang menjadikan publik bereaksi. Bahkan, Eliezer pun jadi trending topic yang isinya adalah publik menguatkan Eliezer dan mendukung hakim bisa berlaku adil dalam keputusannya kelak.
Realitas seorang Barada Eliezer pun seperti menjadi balada. Istilah balada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dipandang sebagai sajak sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang mengharukan dan kadang dinyanyikan tapi kadang juga berupa dialog. Dialog itu adalah pesan-pesan yang diluncurkan dalam komunikasi hukum sepanjang persidangan Sambo yakni tentang kematian Yosua, ratapan tangis orang tua dan seluruh keluarganya, juga drama drama yang disajikan Putri Candrawathi yang seolah ingin meyakinkan hakim bahwa kausalitas kematian Yosua karena ulah Yosua sendiri.
Tapi apa boleh buat, oleh jaksa, Putri malah disimpulkan berselingkuh dengan Yosua. Pernyataan jaksa yang makin menambah kesedihan orang tua Yosua, setelah tuntutan 8 tahun pada Putri yang dianggap melukai rasa keadilan karena menilai Putrilah yang jadi biang kerok kematian Yosua.
Kini bukan hanya orang tua Yosua dan orang tua Eliezer yang menunggu keadilan di persidangan Sambo ini. Semua mata publik terarah ke sana, hakim yang dianggap wakil Tuhan di muka Bumi ini adalah harapan terakhir untuk memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan sesuai dengan tujuan digelarnya peradilan. Semoga pedang keadilan bisa menancap tajam, membabat semua kebobrokan Sambo yang sepanjang kasus ini terkuak sudah mengaduk-aduk logika hukum dan logika publik sedemikian rupa. Kita tunggu babak selanjutnya dari persidangan Sambo.
Dalam istilah kesusasteraan, kematian Yosua yang dibunuh ibarat sebuah elegi, semua bak syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita, khususnya pada peristiwa kematian, sekaligus juga menggambarkan perasaan kehilangan.
Kematian Yosua adalah elegi yang bahkan tidak akan pernah selesai, terutama bagi orang tuanya yang kehilangan anaknya. Karena itu mereka mengikuti dengan seksama kasus persidangan Sambo, menunggu agar babak demi babak pertukaran pesan dari semua komponen yang terlibat dalam kematian anaknya dipastikan dihukum seberat-beratnya.
Setelah berbulan-bulan mereka menunggu, peradilan pun sampai pada tuntutan jaksa penuntut umum terhadap mereka yang terlibat dalam pembunuhan Yosua. Kuat Ma'ruf, asisten rumah tangga Ferdy Sambo dituntut 8 tahun penjara, Ricky Rizal sang sopir juga 8 tahun penjara.
Putri Candrawathi yang dianggap pemicu kemarahan Sambo hingga memerintahkan pembunuhan, juga dituntut 8 tahun penjara, sementara Eliezer sang penguak tabir kejadian sebenarnya kematian Yosua dan menjadi justice collaborator malah dituntut 12 tahun penjara.
Perbedaan yang terlalu jomplang dari tuntutan jaksa penuntut umum kepada Putri Candrawathi dan Eliezer inilah yang menjadikan publik bereaksi. Bahkan, Eliezer pun jadi trending topic yang isinya adalah publik menguatkan Eliezer dan mendukung hakim bisa berlaku adil dalam keputusannya kelak.
Realitas seorang Barada Eliezer pun seperti menjadi balada. Istilah balada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dipandang sebagai sajak sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang mengharukan dan kadang dinyanyikan tapi kadang juga berupa dialog. Dialog itu adalah pesan-pesan yang diluncurkan dalam komunikasi hukum sepanjang persidangan Sambo yakni tentang kematian Yosua, ratapan tangis orang tua dan seluruh keluarganya, juga drama drama yang disajikan Putri Candrawathi yang seolah ingin meyakinkan hakim bahwa kausalitas kematian Yosua karena ulah Yosua sendiri.
Tapi apa boleh buat, oleh jaksa, Putri malah disimpulkan berselingkuh dengan Yosua. Pernyataan jaksa yang makin menambah kesedihan orang tua Yosua, setelah tuntutan 8 tahun pada Putri yang dianggap melukai rasa keadilan karena menilai Putrilah yang jadi biang kerok kematian Yosua.
Kini bukan hanya orang tua Yosua dan orang tua Eliezer yang menunggu keadilan di persidangan Sambo ini. Semua mata publik terarah ke sana, hakim yang dianggap wakil Tuhan di muka Bumi ini adalah harapan terakhir untuk memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan sesuai dengan tujuan digelarnya peradilan. Semoga pedang keadilan bisa menancap tajam, membabat semua kebobrokan Sambo yang sepanjang kasus ini terkuak sudah mengaduk-aduk logika hukum dan logika publik sedemikian rupa. Kita tunggu babak selanjutnya dari persidangan Sambo.
(bmm)