Pleidoi Mantan Ketua Dewan Pembina ACT Kutip Hadis Nabi Muhammad
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap ( ACT ) Novariyadi Imam Akbari mengutip hadis Nabi Muhammad SAW dalam pleidoinya. Dia membacakan pleidoi dalam sidang kasus dugaan penggelapan dana bantuan sosial kecelakaan Pesawat Lion Air di persidangan pada Selasa (7/2/2023).
Dalam pleidoinya, dia menceritakan tentang profilnya yang lahir dari keluarga harmonis. Dia mengaku belajar banyak dari ayahnya tentang disiplin, amanah, dan kejujuran.
Dia juga mengaku belajar dari ibunya tentang perhatian dan kedermawanan hingga tertanam dalam dirinya tentang kebermanfaatan pada masyarakat. Kemudian, dia menceritakan pengalamannya, baik dari segi sekolah, mengajar, pekerjaan, hingga menjadi relawan dan bertemu Ahyudin. Ahyudin lalu mengajaknya untuk bergabung bersama ACT dan dia bersedia.
"Kalau memang ini sebuah keterpanggilan arti saya sejak kecil dan menjadi tekad saya, menjadi moto hidup saya, sebagaimana hadis Rasulullah SAW, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak kebermanfaatannya untuk kebersamaan manusia dan semesta,” katanya dalam persidangan, Selasa (7/2/2023).
“Maka, saya tinggalkan pekerjaan saya level asisten manajer di sebuah konsultan yang memungkinkan saya untuk traveling di luar kota bahkan luar negeri, saya juga meninggalkan pekerjaan sebagai dosen perguruan tinggi swasta," sambungnya.
Dia mengaku keputusannya bergabung dengan ACT memberikan banyak pelajaran, salah satunya saat terjadi Tsunami di Aceh. Hal itu menjadi pelajaran pertamanya bahwa bencana yang begitu besar menjadi pelajaran kehidupan luar biasa baginya.
Awal kariernya bergabung bersama ACT, Imam mengaku tak pernah sekali pun berbicara soal gaji yang bakal didapatkannya di lembaga filantropi itu. Dia juga mengklaim tak meminta untuk bernego gaji lantaran dia menilai pekerjaannya sebagai suatu bentuk integritasnya, yang selalu dia jaga selama di ACT.
"Saya tak melakukan apa yang disebut KKN, korupsi, polusi, dan nepotisme. Saya beberapa kali menolak fasilitas yang ditawarkan Ahyudin sebagai top leader termasuk fasilitas kendaraan pertama kali dengan alasan saya masih punya dua kendaraan yang masih digunakan dan jarak kantor-rumah tak terlalu jauh dan saya biasa," tuturnya.
Dalam pleidoinya itu, dia menyangkal telah terlibat dalam kasus dugaan penggelapan dana sebagaimana dituduhkan kepadanya. Adapun tentang tanda tangan dia sebagaimana dituduhkan, dia mengklaim tak ada hubungannya dengan dana Boeing.
Terlebih, persoalan pencairan dana merupakan kewenangan Ahyudin selaku pimpinan Yayasan ACT. "Semua yang saya tanda tangani itu setelah dana itu cair, finance juga menyatakan tanda tangan saya karena saya hanya punya wewenang di bawah Rp10 juta, maka walaupun ada tanda tangan kalau Pak Ahyudin tak menyatakan cair, maka tak akan cair," tuturnya.
Dalam pleidoinya, dia juga membahas tentang kegiatannya saat ini selama di Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Dia menjadi penasihat di Masjid Rutan Bareskrim Polri dan bertugas sabagai imam sholat, katib Jumat, mengisi tahlil, dan mengajar mengaji.
"Aktivitas saya sekarang bagaimana mengisi waktu mendekatkan diri pada Allah SWT, mohon ampun atas segala dosa," pungkasnya.
Dalam pleidoinya, dia menceritakan tentang profilnya yang lahir dari keluarga harmonis. Dia mengaku belajar banyak dari ayahnya tentang disiplin, amanah, dan kejujuran.
Dia juga mengaku belajar dari ibunya tentang perhatian dan kedermawanan hingga tertanam dalam dirinya tentang kebermanfaatan pada masyarakat. Kemudian, dia menceritakan pengalamannya, baik dari segi sekolah, mengajar, pekerjaan, hingga menjadi relawan dan bertemu Ahyudin. Ahyudin lalu mengajaknya untuk bergabung bersama ACT dan dia bersedia.
"Kalau memang ini sebuah keterpanggilan arti saya sejak kecil dan menjadi tekad saya, menjadi moto hidup saya, sebagaimana hadis Rasulullah SAW, sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak kebermanfaatannya untuk kebersamaan manusia dan semesta,” katanya dalam persidangan, Selasa (7/2/2023).
“Maka, saya tinggalkan pekerjaan saya level asisten manajer di sebuah konsultan yang memungkinkan saya untuk traveling di luar kota bahkan luar negeri, saya juga meninggalkan pekerjaan sebagai dosen perguruan tinggi swasta," sambungnya.
Dia mengaku keputusannya bergabung dengan ACT memberikan banyak pelajaran, salah satunya saat terjadi Tsunami di Aceh. Hal itu menjadi pelajaran pertamanya bahwa bencana yang begitu besar menjadi pelajaran kehidupan luar biasa baginya.
Awal kariernya bergabung bersama ACT, Imam mengaku tak pernah sekali pun berbicara soal gaji yang bakal didapatkannya di lembaga filantropi itu. Dia juga mengklaim tak meminta untuk bernego gaji lantaran dia menilai pekerjaannya sebagai suatu bentuk integritasnya, yang selalu dia jaga selama di ACT.
"Saya tak melakukan apa yang disebut KKN, korupsi, polusi, dan nepotisme. Saya beberapa kali menolak fasilitas yang ditawarkan Ahyudin sebagai top leader termasuk fasilitas kendaraan pertama kali dengan alasan saya masih punya dua kendaraan yang masih digunakan dan jarak kantor-rumah tak terlalu jauh dan saya biasa," tuturnya.
Dalam pleidoinya itu, dia menyangkal telah terlibat dalam kasus dugaan penggelapan dana sebagaimana dituduhkan kepadanya. Adapun tentang tanda tangan dia sebagaimana dituduhkan, dia mengklaim tak ada hubungannya dengan dana Boeing.
Terlebih, persoalan pencairan dana merupakan kewenangan Ahyudin selaku pimpinan Yayasan ACT. "Semua yang saya tanda tangani itu setelah dana itu cair, finance juga menyatakan tanda tangan saya karena saya hanya punya wewenang di bawah Rp10 juta, maka walaupun ada tanda tangan kalau Pak Ahyudin tak menyatakan cair, maka tak akan cair," tuturnya.
Dalam pleidoinya, dia juga membahas tentang kegiatannya saat ini selama di Rumah Tahanan Bareskrim Polri. Dia menjadi penasihat di Masjid Rutan Bareskrim Polri dan bertugas sabagai imam sholat, katib Jumat, mengisi tahlil, dan mengajar mengaji.
"Aktivitas saya sekarang bagaimana mengisi waktu mendekatkan diri pada Allah SWT, mohon ampun atas segala dosa," pungkasnya.
(rca)