76 Tahun HMI: Membumikan Paradigma Islam Empowering
loading...
A
A
A
Gagasan empowering yang ditawarkan HMI ini berangkat dari pemikiran bahwa agama tidak sekadar berperan menjalankan fungsi korektifnya, melainkan diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan peran dan fungsi solutifnya dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan. Melampaui pembacaan utopis yang meletakkan spirit keislaman hanya sebatas tataran ideasional.
Dimensi pemberdayaan dalam gagasan Islam empowering ini punya cakupan lebih luas. Tidak sebatas pada kesadaran memenuhi kebutuhan dasar, tapi mencakup pengembangan yang imparsial: aspek manusia, sosial dan ekonomi.
Jadi Islam empowering bukan semata-mata tentang membuat masyarakat membangun dirinya dan memperbaiki kehidupan. Lebih dari itu adalah bagaimana keberdayaannya bisa menjawab segala persoalan yang ada, melalui agenda-agenda yang jauh lebih terencana dan kolektif, dengan menumbuhkan gerakan entrepreneurship.
Entrepreneurship merupakan satu solusi alternatif dalam membentengi diri di tengah rentannya perekonomian dari krisis. Setidaknya kelas entrepreneurship juga mempunyai implikasi positif bagi pembangunan ekonomi nasional.
Kalau berkaca pada data Entrepreneurship Global Index, jumlah wirausahawan di Indonesia masih tergolong kecil, bila dibandingkan tiga negara lainnya di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Kondisi ini jadi tantangan bersama yang harus dipecahkan. Apalagi pada era free market dewasa ini, entrepreneurship mempunyai peran yang sangat vital karena dapat membantu pasar dalam respons perubahan harga dan preferensi konsumen.
Sebagai contoh penggunaan internet yang makin meningkat turut disertai dengan lahirnya layanan-layanan baru melalui aplikasi. Tren baru tersebut tidak terlepas dari kemampuan seorang entrepreneur dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Berkat kecanggihan teknologi digital dan disertai dengan inovasi yang cepat, aktivitas pasar dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Hanya dengan gadget, seseorang dapat melakukan transaksi jual beli ataupun layanan lainnya. Perkembangan ini yang mesti dijawab HMI pada masa mendatang, melalui aksi nyata menumbuhkan kelas-kelas entrepreneur, utamanya di kalangan kader-kader HMI.
Dalam kerangka Islam empowering, upaya mewujudkan kelas entrepreneur mestinya dipusatkan dalam trayek yang inklusif. Tidak diorientasikan pada kepentingan pribadi atau kelompok semata, melainkan untuk semua. Dengan karakter inklusifitas inilah penguatan entrepreneurship dapat dilakukan dengan kolaborasi dan kerjasama antarelemen.
Bagaimanapun juga entrepreneurship bukan semata-mata tentang harga maupun keuntungan. Yang lebih substansial dalam entrepreneurship adalah menciptakan nilai baru, yakni memberi efek yang berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Prinsipnya kerjasama dan kolaborasi dalam kerangka Islam empowering dipahami sebagai proses dan transfer daya dari lingkungan sekitar. Artinya kerjasama dan kolaborasi bukan ditujukan untuk mendapatkan akses istimewa.
Dimensi pemberdayaan dalam gagasan Islam empowering ini punya cakupan lebih luas. Tidak sebatas pada kesadaran memenuhi kebutuhan dasar, tapi mencakup pengembangan yang imparsial: aspek manusia, sosial dan ekonomi.
Jadi Islam empowering bukan semata-mata tentang membuat masyarakat membangun dirinya dan memperbaiki kehidupan. Lebih dari itu adalah bagaimana keberdayaannya bisa menjawab segala persoalan yang ada, melalui agenda-agenda yang jauh lebih terencana dan kolektif, dengan menumbuhkan gerakan entrepreneurship.
Entrepreneurship merupakan satu solusi alternatif dalam membentengi diri di tengah rentannya perekonomian dari krisis. Setidaknya kelas entrepreneurship juga mempunyai implikasi positif bagi pembangunan ekonomi nasional.
Kalau berkaca pada data Entrepreneurship Global Index, jumlah wirausahawan di Indonesia masih tergolong kecil, bila dibandingkan tiga negara lainnya di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Kondisi ini jadi tantangan bersama yang harus dipecahkan. Apalagi pada era free market dewasa ini, entrepreneurship mempunyai peran yang sangat vital karena dapat membantu pasar dalam respons perubahan harga dan preferensi konsumen.
Sebagai contoh penggunaan internet yang makin meningkat turut disertai dengan lahirnya layanan-layanan baru melalui aplikasi. Tren baru tersebut tidak terlepas dari kemampuan seorang entrepreneur dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Berkat kecanggihan teknologi digital dan disertai dengan inovasi yang cepat, aktivitas pasar dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Hanya dengan gadget, seseorang dapat melakukan transaksi jual beli ataupun layanan lainnya. Perkembangan ini yang mesti dijawab HMI pada masa mendatang, melalui aksi nyata menumbuhkan kelas-kelas entrepreneur, utamanya di kalangan kader-kader HMI.
Dalam kerangka Islam empowering, upaya mewujudkan kelas entrepreneur mestinya dipusatkan dalam trayek yang inklusif. Tidak diorientasikan pada kepentingan pribadi atau kelompok semata, melainkan untuk semua. Dengan karakter inklusifitas inilah penguatan entrepreneurship dapat dilakukan dengan kolaborasi dan kerjasama antarelemen.
Bagaimanapun juga entrepreneurship bukan semata-mata tentang harga maupun keuntungan. Yang lebih substansial dalam entrepreneurship adalah menciptakan nilai baru, yakni memberi efek yang berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Prinsipnya kerjasama dan kolaborasi dalam kerangka Islam empowering dipahami sebagai proses dan transfer daya dari lingkungan sekitar. Artinya kerjasama dan kolaborasi bukan ditujukan untuk mendapatkan akses istimewa.