Ekspor dan Kuota Tangkap Benih Lobster Harus Dikendalikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah membuka kembali keran ekspor benih lobster. Langkah ini diiringi dengan keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang ditandatangani Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada 4 Mei 2020.
Anggota Komisi I DPR Abdul Kadir Karding meminta pelaksanaan ekspor benih lobster harus dibarengi pengawasan dan pengendalian kuota tangkap. Pemerintah juga harus mendorong agar harga benih di tingkat nelayan dapat dijangkau oleh pembudidaya. Menurut Karding, budidaya lobster merupakan solusi untuk memutus rantai ekspor ilegal. Karena itu, budidaya lobster mutlak untuk didorong sehingga aspek ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bisa dicapai. Disisi lain, kelestarian stok tetap terjaga.
”Kita ini dalam hal teknologi budidaya sangat jauh tertinggal dengan Vietnam. Padahal daya saing komparatif kita lebih tinggi. Ini saya kira PR (pekerjaan rumah) kita. Pasca-Permen KP ini, saya harap maksimal tiga tahun budidaya dalam negeri bisa improve (meningkat). Kita harus berkaca dari Vietnam untuk ini,” kata Karding yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Keluarga Alumni Perikanan Undip (Kerapu) dalam webinar bertajuk Pengembangan Budidaya Lobster, Selasa (14/7/2020). (Baca juga: KKP Targetkan Produksi Budidaya Lobster Naik Tujuh Kali Lipat)
Karding mengatakan, Permen KP tersebut harus betul- betul berpihak pada masyarakat pesisir dan kepentingan nasional. Karding juga menekankan pentingnya memahami prinsip sustainability secara utuh. Pihaknya mengimbau agar semua pihak mengedepankan kepentingan nasional yang lebih besar yakni bagaimana memanfaatkan ekonomi sumber daya lobster, sekaligus menjamin kelestariannya. Ia juga meminta Pemerintah untuk mendorong perekonomian yang bersifat inklusif.
"Kami dari Alumni Perikanan Undip jelas, sikap kami selalu mengedepankan upaya solutif. Tidak mau terjebak pada kepentingan apapun. Kami ingin Indonesia ini bisa maju dalam memanfaatkan potensi yang ada dan itu bisa dilakukan dengan mendorong industri budidaya lobster nasional," tegas Karding. (Baca juga: Menteri Edhy Pagari Regulasi Ekspor Lobster)
Hal lain yang perlu dijadikan fokus perhatian adalah bagaimana mengatur zonasi baik zona untuk pengaturan budidaya maupun zona tangkap. Hal ini penting untuk menjamin pemanfaatan benih lebih terukur.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto yang juga menjadi narasumber dalam webinar tersebut, menyampaikan KKP akan terus berupaya mendorong industri budidaya lobster nasional. Menanggapi berbagai pro kontra terkait implementasi Permen KP Nomor 12/2020, Slamet mengaku semua sudah sesuai ketentuan. Karena itu, semua pihak agar mulai sama-sama berperan memajukan industri budidaya lobster dalam negeri.
”KKP jelas untuk terus fokus pada pengembangan budidaya. Dalam 2-3 tahun ini, usaha budidaya lobster di dalam negeri harus mulai berkembang. Kita sudah siapkan strategi dan peta jalan untuk pengembangannya. Intinya, kepentingan masyarakat pesisir adalah nomor satu. Kita ingin melalui budidaya ini ada multiplier effect bagi ekonomi masyarakat,” papar Slamet. (Baca juga: KKP Klaim Kebijakan Lobster dan Cantrang untuk Kesejahteraan)
Sementara itu, Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut, Effendy Wong, mengaku optimistis budidaya lobster dalam negeri bisa berkembang. Menurutnya, PR Pemerintah ke depan adalah memfasilitasi semua kebutuhan dasar dalam proses produksi. Effendy juga mencontohkan apa yang telah dilakukan dengan masyarakat selama ini bisa menjadi model yang bisa diadopsi.
“Saya ini sudah puluhan tahun bergelut dalam budidaya lobster, jadi paham betul tantangan dan kendala yang mesti dihadapi. Sebenarnya Indonesia punya potensi menyaingi Vietnam. Syaratnya pertama tidak buka kran ekspor benih dan yang kedua mari kembangkan riset untuk teknologi budidayanya,” katanya.
Menurutnya, pemerintah semestinya bisa memanfaatkan sumber daya ini di dalam negeri karena nilai tambahnya tinggi. “Sebenarnya gampang menyaingi Vietnam, tinggal setop ekspor benih maka usaha di Vietnam akan turun drastis,” ungkap Effendy.
Berkaitan dengan kondisi stok lobster di WPP-RI, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan Undip, Suradi WS, meminta agar dalam pengelolaan sumber daya lobster memperhatikan kondisi status kerentanan stok. Menurutnya, ini menjadi syarat mutlak untuk menjamin sumber daya yang lestari. Ia juga mengimbau, KKP melakukan kajian yang lebih komprehensif sehingga menjadi dasar dalam upaya pemanfaatan, termasuk untuk budidaya.
"Saya ingin menegaskan eksploitasi sumber daya lobster yang tidak terukur akan mengancam keseimbangan stok. Hasil kajian stok di WPP RI yang dilakukan oleh Komisi Kajian menunjukkan kondisi stok yang sangat memprihatinkan atau over eksploitasi. Ini jadi warning bagi kita untuk betul- betul melakukan pemanfaatan secara terukur,” kata Suradi.
Wakil Dewan Penasehat Perkumpulan Nelayan dan Pembudidaya Lobster Agus Priyono mengatakan, saat ini, China masih menjadi importir terbesar lobster hasil budidaya. Indonesia dinilai memiliki tantangan berat terutama dalam mendorong daya saing produk yang saat ini masih kalah jauh dari Vietnam sebagai kompetitor utama. ”Kami justru menemukan fakta bahwa ekspor ilegal ini masih terus terjadi. Oleh karenanya, pengawasan ini benar benar harus ditegakkan,” katanya.
Anggota Komisi I DPR Abdul Kadir Karding meminta pelaksanaan ekspor benih lobster harus dibarengi pengawasan dan pengendalian kuota tangkap. Pemerintah juga harus mendorong agar harga benih di tingkat nelayan dapat dijangkau oleh pembudidaya. Menurut Karding, budidaya lobster merupakan solusi untuk memutus rantai ekspor ilegal. Karena itu, budidaya lobster mutlak untuk didorong sehingga aspek ekonomi dan kesejahteraan masyarakat bisa dicapai. Disisi lain, kelestarian stok tetap terjaga.
”Kita ini dalam hal teknologi budidaya sangat jauh tertinggal dengan Vietnam. Padahal daya saing komparatif kita lebih tinggi. Ini saya kira PR (pekerjaan rumah) kita. Pasca-Permen KP ini, saya harap maksimal tiga tahun budidaya dalam negeri bisa improve (meningkat). Kita harus berkaca dari Vietnam untuk ini,” kata Karding yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Keluarga Alumni Perikanan Undip (Kerapu) dalam webinar bertajuk Pengembangan Budidaya Lobster, Selasa (14/7/2020). (Baca juga: KKP Targetkan Produksi Budidaya Lobster Naik Tujuh Kali Lipat)
Karding mengatakan, Permen KP tersebut harus betul- betul berpihak pada masyarakat pesisir dan kepentingan nasional. Karding juga menekankan pentingnya memahami prinsip sustainability secara utuh. Pihaknya mengimbau agar semua pihak mengedepankan kepentingan nasional yang lebih besar yakni bagaimana memanfaatkan ekonomi sumber daya lobster, sekaligus menjamin kelestariannya. Ia juga meminta Pemerintah untuk mendorong perekonomian yang bersifat inklusif.
"Kami dari Alumni Perikanan Undip jelas, sikap kami selalu mengedepankan upaya solutif. Tidak mau terjebak pada kepentingan apapun. Kami ingin Indonesia ini bisa maju dalam memanfaatkan potensi yang ada dan itu bisa dilakukan dengan mendorong industri budidaya lobster nasional," tegas Karding. (Baca juga: Menteri Edhy Pagari Regulasi Ekspor Lobster)
Hal lain yang perlu dijadikan fokus perhatian adalah bagaimana mengatur zonasi baik zona untuk pengaturan budidaya maupun zona tangkap. Hal ini penting untuk menjamin pemanfaatan benih lebih terukur.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto yang juga menjadi narasumber dalam webinar tersebut, menyampaikan KKP akan terus berupaya mendorong industri budidaya lobster nasional. Menanggapi berbagai pro kontra terkait implementasi Permen KP Nomor 12/2020, Slamet mengaku semua sudah sesuai ketentuan. Karena itu, semua pihak agar mulai sama-sama berperan memajukan industri budidaya lobster dalam negeri.
”KKP jelas untuk terus fokus pada pengembangan budidaya. Dalam 2-3 tahun ini, usaha budidaya lobster di dalam negeri harus mulai berkembang. Kita sudah siapkan strategi dan peta jalan untuk pengembangannya. Intinya, kepentingan masyarakat pesisir adalah nomor satu. Kita ingin melalui budidaya ini ada multiplier effect bagi ekonomi masyarakat,” papar Slamet. (Baca juga: KKP Klaim Kebijakan Lobster dan Cantrang untuk Kesejahteraan)
Sementara itu, Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut, Effendy Wong, mengaku optimistis budidaya lobster dalam negeri bisa berkembang. Menurutnya, PR Pemerintah ke depan adalah memfasilitasi semua kebutuhan dasar dalam proses produksi. Effendy juga mencontohkan apa yang telah dilakukan dengan masyarakat selama ini bisa menjadi model yang bisa diadopsi.
“Saya ini sudah puluhan tahun bergelut dalam budidaya lobster, jadi paham betul tantangan dan kendala yang mesti dihadapi. Sebenarnya Indonesia punya potensi menyaingi Vietnam. Syaratnya pertama tidak buka kran ekspor benih dan yang kedua mari kembangkan riset untuk teknologi budidayanya,” katanya.
Menurutnya, pemerintah semestinya bisa memanfaatkan sumber daya ini di dalam negeri karena nilai tambahnya tinggi. “Sebenarnya gampang menyaingi Vietnam, tinggal setop ekspor benih maka usaha di Vietnam akan turun drastis,” ungkap Effendy.
Berkaitan dengan kondisi stok lobster di WPP-RI, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan Undip, Suradi WS, meminta agar dalam pengelolaan sumber daya lobster memperhatikan kondisi status kerentanan stok. Menurutnya, ini menjadi syarat mutlak untuk menjamin sumber daya yang lestari. Ia juga mengimbau, KKP melakukan kajian yang lebih komprehensif sehingga menjadi dasar dalam upaya pemanfaatan, termasuk untuk budidaya.
"Saya ingin menegaskan eksploitasi sumber daya lobster yang tidak terukur akan mengancam keseimbangan stok. Hasil kajian stok di WPP RI yang dilakukan oleh Komisi Kajian menunjukkan kondisi stok yang sangat memprihatinkan atau over eksploitasi. Ini jadi warning bagi kita untuk betul- betul melakukan pemanfaatan secara terukur,” kata Suradi.
Wakil Dewan Penasehat Perkumpulan Nelayan dan Pembudidaya Lobster Agus Priyono mengatakan, saat ini, China masih menjadi importir terbesar lobster hasil budidaya. Indonesia dinilai memiliki tantangan berat terutama dalam mendorong daya saing produk yang saat ini masih kalah jauh dari Vietnam sebagai kompetitor utama. ”Kami justru menemukan fakta bahwa ekspor ilegal ini masih terus terjadi. Oleh karenanya, pengawasan ini benar benar harus ditegakkan,” katanya.
(cip)