Optimisme Kebangkitan Desa
Jum'at, 10 Juli 2020 - 06:35 WIB
A Halim Iskandar
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI
Empat bulan lebih negeri ini dilanda Covid-19, virus yang penyebarannya begitu cepat dan belum kita kenal sebelumnya. Dalam sekejap kita langsung berada dalam kondisi kedaruratan yang menguras energi seluruh lapisan bangsa, bahkan menghadirkan ketakutan dan kecemasan publik. Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan sebagai tercatat pada kesakitan dan kematian harian, tapi juga secara sistemik telah berdampak pada ekonomi rakyat.
Banyak kebijakan dipilih pemerintah demi mencegah dan membatasi laju penularan korona, mulai dari karantina mandiri, isolasi, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sampai penangan medis pasien terjangkit corona. Kementerian Desa-PDTT menginisiasi terbentuknya Relawan Desa Tanggap Covid-19 sebagaimana diatur dalam SE Mendesa PDTT Nomor 8/2020. Berpijak pada prinsip dari, oleh, dan untuk desa, serta dengan semangat gotong-royong, relawan ini berkhidmat tanpa lelah menjaga dan membentengi desa dari penyebaran Covid-19. (Baca: Sidang Kasus Mantan Bupati Bengkalis, Ketua DPRD Riau Dicecar Uang Ketok Palu)
Tidak hanya itu, pemerintah juga terus berusaha mengantisipasi berbagai dampak lainnya selain kesehatan, khususnya terhadap dampak ekonomi yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah terkait penanganan dampak Covid-19 terhadap kesehatan.
Transfer Dana Desa
Sejak awal pemanfaatan dana desa yang disalurkan pemerintah langsung pada pemerintah desa sebagaimana amanat UU Nomor 6/2014 tentang Desa di antaranya untuk peningkatan ekonomi desa. Karena itu, ketika pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, kemudian secara resmi Presiden Jokowi mengumumkan kondisi kedaruratan Indonesia pada 2 Maret 2020 dengan cepat kami mengeluarkan Peraturan Menteri Desa, PDTT (Permendesa, PDTT) Nomor 6/2020 yang satu di antaranya menegaskan proporsi pemanfaatan dana desa lebih besar untuk kegiatan Padat Karya Desa (PKTD) agar menjadi stimulus fiskal bagi desa dan dapat terus menggerakkan ekonomi desa. Tentu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Dihadapkan pada situasi kedaruratan yang semakin mengkhawatirkan, diperlukan langkah-langkah antisipatif cepat dan akurat. Sesuai instruksi Presiden, Kementerian Desa PDTT mengambil langkah perubahan kebijakan (policy change) terkait pemanfaatan dana desa, yang diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7/2020. Kebijakan ini diambil sebagai instrument regulative melakukan pergeseran pemanfaatan dana desa untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), yaitu Padat Karya Tunai Dana Desa (PKTD), Desa Tanggap Covid-19, serta BLT Dana Desa (DD) yang diperuntukkan bagi warga terdampak dan rentan yang belum ter-cover dalam bantuan sosial lainnya dari pemerintah. (Baca juga: Kemenkumham Diharap Bisa Benahi Permasalahan di Lapas dan Rutan)
Sedari awal kebijakan ini memang didesain adaptif dengan terus mempertimbangkan feed back dari lingkungan, kelompok sasaran, implementor, maupun lokus kebijakan. Kerja-kerja monitoring dan evaluasi menjadi instrumen untuk merekam berbagai hambatan dan kendala dalam fase implementasi kebijakan. Dengan demikian, kendala-kendala yang kami temui di lapangan dapat langsung kami tangani dengan baik dengan melakukan perubahan kebijakan berdasarkan data yang kami gali dan terima dari lingkungan kebijakan (evidence base policy).
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI
Empat bulan lebih negeri ini dilanda Covid-19, virus yang penyebarannya begitu cepat dan belum kita kenal sebelumnya. Dalam sekejap kita langsung berada dalam kondisi kedaruratan yang menguras energi seluruh lapisan bangsa, bahkan menghadirkan ketakutan dan kecemasan publik. Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan sebagai tercatat pada kesakitan dan kematian harian, tapi juga secara sistemik telah berdampak pada ekonomi rakyat.
Banyak kebijakan dipilih pemerintah demi mencegah dan membatasi laju penularan korona, mulai dari karantina mandiri, isolasi, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sampai penangan medis pasien terjangkit corona. Kementerian Desa-PDTT menginisiasi terbentuknya Relawan Desa Tanggap Covid-19 sebagaimana diatur dalam SE Mendesa PDTT Nomor 8/2020. Berpijak pada prinsip dari, oleh, dan untuk desa, serta dengan semangat gotong-royong, relawan ini berkhidmat tanpa lelah menjaga dan membentengi desa dari penyebaran Covid-19. (Baca: Sidang Kasus Mantan Bupati Bengkalis, Ketua DPRD Riau Dicecar Uang Ketok Palu)
Tidak hanya itu, pemerintah juga terus berusaha mengantisipasi berbagai dampak lainnya selain kesehatan, khususnya terhadap dampak ekonomi yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah terkait penanganan dampak Covid-19 terhadap kesehatan.
Transfer Dana Desa
Sejak awal pemanfaatan dana desa yang disalurkan pemerintah langsung pada pemerintah desa sebagaimana amanat UU Nomor 6/2014 tentang Desa di antaranya untuk peningkatan ekonomi desa. Karena itu, ketika pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, kemudian secara resmi Presiden Jokowi mengumumkan kondisi kedaruratan Indonesia pada 2 Maret 2020 dengan cepat kami mengeluarkan Peraturan Menteri Desa, PDTT (Permendesa, PDTT) Nomor 6/2020 yang satu di antaranya menegaskan proporsi pemanfaatan dana desa lebih besar untuk kegiatan Padat Karya Desa (PKTD) agar menjadi stimulus fiskal bagi desa dan dapat terus menggerakkan ekonomi desa. Tentu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Dihadapkan pada situasi kedaruratan yang semakin mengkhawatirkan, diperlukan langkah-langkah antisipatif cepat dan akurat. Sesuai instruksi Presiden, Kementerian Desa PDTT mengambil langkah perubahan kebijakan (policy change) terkait pemanfaatan dana desa, yang diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7/2020. Kebijakan ini diambil sebagai instrument regulative melakukan pergeseran pemanfaatan dana desa untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), yaitu Padat Karya Tunai Dana Desa (PKTD), Desa Tanggap Covid-19, serta BLT Dana Desa (DD) yang diperuntukkan bagi warga terdampak dan rentan yang belum ter-cover dalam bantuan sosial lainnya dari pemerintah. (Baca juga: Kemenkumham Diharap Bisa Benahi Permasalahan di Lapas dan Rutan)
Sedari awal kebijakan ini memang didesain adaptif dengan terus mempertimbangkan feed back dari lingkungan, kelompok sasaran, implementor, maupun lokus kebijakan. Kerja-kerja monitoring dan evaluasi menjadi instrumen untuk merekam berbagai hambatan dan kendala dalam fase implementasi kebijakan. Dengan demikian, kendala-kendala yang kami temui di lapangan dapat langsung kami tangani dengan baik dengan melakukan perubahan kebijakan berdasarkan data yang kami gali dan terima dari lingkungan kebijakan (evidence base policy).
tulis komentar anda