Potensi BUMN Kesehatan sebagai Penopang Ekonomi Nasional
Jum'at, 10 Juli 2020 - 07:09 WIB
Mencermati perkembangan dan kondisi ekonomi global dan nasional Indonesia, seharusnya pemerintah melakukan strategi khusus untuk mengantisipasi kondisi suram ini sehingga kondisi ekonomi Indonesia tidak terjatuh ke jurang terdalam. Salah satu potensi terbesar dalam kondisi pandemi Covid-19 yang menjadi pencetus resesi ekonomi global adalah mewabahnya korona yang belum ketahuan kapan akhirnya. Tentu untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan perhatian khusus terhadap kebutuhan (demand) konsumen, baik dalam jangkauan domestik maupun nasional, karena dapat dipastikan masyarakat akan semakin selektif dan berhati-hati dalam mengalokasikan anggarannya.
Namun, dalam sudut pandang tertentu, justru masyarakat dunia, termasuk Indonesia, akan menjadikan kebutuhan kesehatan, obat-obatan, alat kesehatan, dan pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama. Sudut pandang ini dapat menjadikan usaha di bidang kesehatan merupakan kebutuhan primer, kebutuhan pokok yang sangat urgen yang tidak bisa ditunda.
Demikian pula bila melihat potensi BUMN nasional yang bergerak di bidang produksi dan pelayanan kesehatan seperti perusahaan farmasi, rumah sakit, dan perusahaan kebutuhan sehari-hari, memiliki aset dan potensi penghasilan untuk negara sangatlah besar. Hal ini dapat terlihat pada aset BUMN farmasi, yang berpotensi memberikan pemasukan negara cukup signifikan. Perusahaan nasional di bidang farmasi tersebut PT Bio Farma yang saat ini telah menjadi induk dari Holding BUMN farmasi, dengan anak perusahaannya PT Kimia Farma (KF) dan PT Indofarma (Inaf). Adapun cucu perusahaannya antara lain: PT Phapros, PT KF Trading & Dist, KF Apotik (ketiganya di bawah KF), dan PT IGM (di bawah Inaf). Hampir seluruhnya memiliki aset yang sangat besar.
PT Bio Farma, misalnya, memiliki pabrik di Bandung dan lahan pemeliharaan hewan di Lembang. Perusahaan fokus pada produk vaksin, sera, blood product, biosimilar, diagnostic kit, stem cells, dll. Pendapatan per tahunnya mencapai sekitar Rp3,6 triliun dan memiliki agen pemasaran di berbagai negara. Perusahaan ini sudah melakukan ekspor ke lebih 130 negara, termasuk memiliki kerja sama dengan berbagai lembaga di luar negeri antara lain WHO, UNICEF, PAHO, dll. Bio Farma juga merupakan leader di bidang vaksin dan sera di antara negara-negara berkembang pada umumnya dan negara-negara Islam pada khususnya. BUMN ini memiliki karyawan sekitar 1.200 orang.
Demikian pula PT Kimia Farma yang berfokus pada obat paten dan generik, herbal, serta alat kesehatan, termasuk bisnis apotek dan laboratorium kesehatan. Kimia Farma memiliki pabrik di Jakarta, Medan, Semarang, Sarolangun, Watudakon, dan Tanjung Morowa. Kimia Farma memiliki anak usaha PT KF Apotek dengan jumlah apotek sebanyak 1.300 cabang, PT KF T-D sekitar 50 cabang PBF, dan laboratorium kesehatan sekitar 45 unit di seluruh Indonesia. Jumlah karyawan cukup besar, mencapai sekitar 5.600 orang dan pendapatan perusahaan sekitar Rp9 triliun.
Beda dengan itu, PT Phapros berfokus pada obat OTC, ethical, medical devices, dan toll manufacturing. Phapros berhasil memproduksi sekitar 342 jenis obat dan memiliki omzet sekitar Rp1,5 triliun. Jumlah karyawan sekitar 1.000 orang. Terakhir, PT Kimia Farma juga sudah mengekspor produknya ke belasan negara. Ditambah PT Indofarma yang berfokus pada obat generik dan memiliki fasilitas khusus mesin ekstrak, serta mempekerjakan karyawan sekitar 1.400 orang. Omzet perusahaan mencapai Rp2 triliun. Anak usahanya, PT IGM, memiliki sekitar 35 cabang PBF di seluruh Indonesia. Alhasil, bila dijumlahkan holding BUMN Farmasi nasional memiliki total karyawan 9.200 orang dengan omzet puluhan triliun rupiah. Bila semua ini dimaksimalkan tentu dapat meningkat secara cepat sehingga bisa menopang kekuatan ekonomi nasional.
Dengan mengamati kasus Covid-19 yang telah menjadi ancaman dunia yang menginfeksi jutaan penduduk dunia, semua penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus, maka obat utamanya adalah vaksin. Berdasarkan kondisi nyata di atas dan memperhatikan keseimbangan kebutuhan (demand) dan pengeluaran (output) masyarakat serta besarnya potensi BUMN nasional seperti Bio Farma dan berbagai anak perusahaannya tentu perusahaan negara tersebut bisa berperan strategis untuk kepentingan penopang ekonomi nasional. Terlebih di saat kondisi ekonomi menghadapi resesi. Artinya, dari sana ada pemasukan ratusan triliun rupiah untuk kepentingan nasional. Bahkan, jika Bio Farma beserta BUMN kesehatan lain (rumah sakit, serta obat-obatan dan alat kesehatan) dikelola dengan baik, itu dapat dipastikan mampu menjadi buffer atau andalan pemerintah untuk menopang ekonomi nasional.
Namun, dalam sudut pandang tertentu, justru masyarakat dunia, termasuk Indonesia, akan menjadikan kebutuhan kesehatan, obat-obatan, alat kesehatan, dan pelayanan kesehatan menjadi prioritas utama. Sudut pandang ini dapat menjadikan usaha di bidang kesehatan merupakan kebutuhan primer, kebutuhan pokok yang sangat urgen yang tidak bisa ditunda.
Demikian pula bila melihat potensi BUMN nasional yang bergerak di bidang produksi dan pelayanan kesehatan seperti perusahaan farmasi, rumah sakit, dan perusahaan kebutuhan sehari-hari, memiliki aset dan potensi penghasilan untuk negara sangatlah besar. Hal ini dapat terlihat pada aset BUMN farmasi, yang berpotensi memberikan pemasukan negara cukup signifikan. Perusahaan nasional di bidang farmasi tersebut PT Bio Farma yang saat ini telah menjadi induk dari Holding BUMN farmasi, dengan anak perusahaannya PT Kimia Farma (KF) dan PT Indofarma (Inaf). Adapun cucu perusahaannya antara lain: PT Phapros, PT KF Trading & Dist, KF Apotik (ketiganya di bawah KF), dan PT IGM (di bawah Inaf). Hampir seluruhnya memiliki aset yang sangat besar.
PT Bio Farma, misalnya, memiliki pabrik di Bandung dan lahan pemeliharaan hewan di Lembang. Perusahaan fokus pada produk vaksin, sera, blood product, biosimilar, diagnostic kit, stem cells, dll. Pendapatan per tahunnya mencapai sekitar Rp3,6 triliun dan memiliki agen pemasaran di berbagai negara. Perusahaan ini sudah melakukan ekspor ke lebih 130 negara, termasuk memiliki kerja sama dengan berbagai lembaga di luar negeri antara lain WHO, UNICEF, PAHO, dll. Bio Farma juga merupakan leader di bidang vaksin dan sera di antara negara-negara berkembang pada umumnya dan negara-negara Islam pada khususnya. BUMN ini memiliki karyawan sekitar 1.200 orang.
Demikian pula PT Kimia Farma yang berfokus pada obat paten dan generik, herbal, serta alat kesehatan, termasuk bisnis apotek dan laboratorium kesehatan. Kimia Farma memiliki pabrik di Jakarta, Medan, Semarang, Sarolangun, Watudakon, dan Tanjung Morowa. Kimia Farma memiliki anak usaha PT KF Apotek dengan jumlah apotek sebanyak 1.300 cabang, PT KF T-D sekitar 50 cabang PBF, dan laboratorium kesehatan sekitar 45 unit di seluruh Indonesia. Jumlah karyawan cukup besar, mencapai sekitar 5.600 orang dan pendapatan perusahaan sekitar Rp9 triliun.
Beda dengan itu, PT Phapros berfokus pada obat OTC, ethical, medical devices, dan toll manufacturing. Phapros berhasil memproduksi sekitar 342 jenis obat dan memiliki omzet sekitar Rp1,5 triliun. Jumlah karyawan sekitar 1.000 orang. Terakhir, PT Kimia Farma juga sudah mengekspor produknya ke belasan negara. Ditambah PT Indofarma yang berfokus pada obat generik dan memiliki fasilitas khusus mesin ekstrak, serta mempekerjakan karyawan sekitar 1.400 orang. Omzet perusahaan mencapai Rp2 triliun. Anak usahanya, PT IGM, memiliki sekitar 35 cabang PBF di seluruh Indonesia. Alhasil, bila dijumlahkan holding BUMN Farmasi nasional memiliki total karyawan 9.200 orang dengan omzet puluhan triliun rupiah. Bila semua ini dimaksimalkan tentu dapat meningkat secara cepat sehingga bisa menopang kekuatan ekonomi nasional.
Dengan mengamati kasus Covid-19 yang telah menjadi ancaman dunia yang menginfeksi jutaan penduduk dunia, semua penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus, maka obat utamanya adalah vaksin. Berdasarkan kondisi nyata di atas dan memperhatikan keseimbangan kebutuhan (demand) dan pengeluaran (output) masyarakat serta besarnya potensi BUMN nasional seperti Bio Farma dan berbagai anak perusahaannya tentu perusahaan negara tersebut bisa berperan strategis untuk kepentingan penopang ekonomi nasional. Terlebih di saat kondisi ekonomi menghadapi resesi. Artinya, dari sana ada pemasukan ratusan triliun rupiah untuk kepentingan nasional. Bahkan, jika Bio Farma beserta BUMN kesehatan lain (rumah sakit, serta obat-obatan dan alat kesehatan) dikelola dengan baik, itu dapat dipastikan mampu menjadi buffer atau andalan pemerintah untuk menopang ekonomi nasional.
(ras)
tulis komentar anda