Tentukan Bacaan Sesuai dengan Kebutuhan Anak
Kamis, 01 Desember 2022 - 07:30 WIB
Berbicara tentang literasi di Indonesia, berdasarkan penelitian Perpustakaan Nasional (Perpusnas) pada 2021, tingkat kegemaran membaca (TGM) masyarakat Indonesia menduduki nilai 59,52. Angka tersebut mengindikasikan bahwa literasi masyarakat Indonesia ada dalam kategori sedang. Jika kita telisik lebih jauh hasil penelitian Perpusnas, TGM Indonesia sebenarnya terus meningkat, pada 2017 menunjukkan nilai 36,48, pada 2018 yaitu 52,92, pada 2019 yaitu 53,63, dan pada 2020 yaitu 55,74. Sebuah pertanda baik, selama masyarakat Indonesia terus peduli dan mencintai dunia literasi.
Walau demikian, hasil riset Early Grade Reading Assessment (EGRA) yang dilakukan secara nasional oleh Research Triangle Institute (RTI) pada 2014 menunjukkan hanya 60,8 persen siswa SD yang mampu memahami isi teks yang dibacanya. Artinya, baru 6 dari 10 anak yang memahami apa yang ia baca. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan pendekatan dan kebijakan yang tepat untuk terus menguatkan literasi.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam hal ini berupaya untuk terus meningkatkan kualitas perbukuan di Indonesia, sehingga anak-anak Indonesia dapat menikmati literatur yang makin menarik dan menyenangkan. Upaya ini juga bagian dari strategi Kemendikbudristek dalam meningkatkan kemampuan literasi, numerasi, dan juga pembangunan karakter menuju Profil Pelajar Pancasila.
Salah satu upaya yang Kemendikbudristek lakukan ialah dengan menyusun regulasi perjenjangan buku. Peraturan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 030/P/2022 tentang Pedoman Perjenjangan Buku meregulasi pengembangan bahan bacaan ramah anak yang sesuai kemampuan pembacanya.
“Upaya ini menjadi salah satu komitmen Kemendikbudristek dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan,” jelas Kepala Pusat Perbukuan, BSKAP Kemendikbudristek Supriyatno.
Dalam menyusun regulasi tersebut, Kemendikbudristek melibatkan para pakar di bidang pendidikan, pegiat literasi, praktisi perbukuan, pemerhati anak, psikolog tumbuh kembang anak, dan pakar terkait lainnya.
Kemendikbudristek ingin agar bahan bacaan dapat padu padan atau sesuai dengan kemampuan pembacanya dan menjadi acuan dalam memperoleh naskah, serta menerbitkan buku bermutu, sesuai dengan pembaca sasaran. Selain itu, adanya regulasi dapat membantu orang tua dalam menyaring bacaan yang tepat untuk anaknya serta menunjang guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa.
Berdasarkan regulasi perjenjangan buku, buku-buku ramah anak dan ramah cerna dibagi ke dalam lima jenjang utama yaitu level Pembaca Dini (A), Pembaca Awal (B), Pembaca Semenjana (C), Pembaca Madya (D), Pembaca Mahir (E). Level Pembaca Awal (B) sendiri dibagi ke dalam tiga sub jenjang, yaitu level B-1, B-2, dan B-3.
Supriyanto menegaskan bahwa dalam regulasi, usia hanya merupakan penyetaraan, tetapi bukan acuan utama penjenjangan buku, karena acuan utama tetap pada kemampuan membaca.
“Di sini, kemampuan membaca anak telah dibagi, mulai dari pembaca dini (A) sampai pembaca mahir (E). Karakteristik pembaca pun ada dalam klasifikasi penjenjangan buku ini dan tentunya peran pendamping pun menjadi sangat penting bagi para pembaca dini ini,” jelas Supriyatno.
Walau demikian, hasil riset Early Grade Reading Assessment (EGRA) yang dilakukan secara nasional oleh Research Triangle Institute (RTI) pada 2014 menunjukkan hanya 60,8 persen siswa SD yang mampu memahami isi teks yang dibacanya. Artinya, baru 6 dari 10 anak yang memahami apa yang ia baca. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan pendekatan dan kebijakan yang tepat untuk terus menguatkan literasi.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam hal ini berupaya untuk terus meningkatkan kualitas perbukuan di Indonesia, sehingga anak-anak Indonesia dapat menikmati literatur yang makin menarik dan menyenangkan. Upaya ini juga bagian dari strategi Kemendikbudristek dalam meningkatkan kemampuan literasi, numerasi, dan juga pembangunan karakter menuju Profil Pelajar Pancasila.
Salah satu upaya yang Kemendikbudristek lakukan ialah dengan menyusun regulasi perjenjangan buku. Peraturan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 030/P/2022 tentang Pedoman Perjenjangan Buku meregulasi pengembangan bahan bacaan ramah anak yang sesuai kemampuan pembacanya.
“Upaya ini menjadi salah satu komitmen Kemendikbudristek dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan,” jelas Kepala Pusat Perbukuan, BSKAP Kemendikbudristek Supriyatno.
Dalam menyusun regulasi tersebut, Kemendikbudristek melibatkan para pakar di bidang pendidikan, pegiat literasi, praktisi perbukuan, pemerhati anak, psikolog tumbuh kembang anak, dan pakar terkait lainnya.
Kemendikbudristek ingin agar bahan bacaan dapat padu padan atau sesuai dengan kemampuan pembacanya dan menjadi acuan dalam memperoleh naskah, serta menerbitkan buku bermutu, sesuai dengan pembaca sasaran. Selain itu, adanya regulasi dapat membantu orang tua dalam menyaring bacaan yang tepat untuk anaknya serta menunjang guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa.
Berdasarkan regulasi perjenjangan buku, buku-buku ramah anak dan ramah cerna dibagi ke dalam lima jenjang utama yaitu level Pembaca Dini (A), Pembaca Awal (B), Pembaca Semenjana (C), Pembaca Madya (D), Pembaca Mahir (E). Level Pembaca Awal (B) sendiri dibagi ke dalam tiga sub jenjang, yaitu level B-1, B-2, dan B-3.
Supriyanto menegaskan bahwa dalam regulasi, usia hanya merupakan penyetaraan, tetapi bukan acuan utama penjenjangan buku, karena acuan utama tetap pada kemampuan membaca.
“Di sini, kemampuan membaca anak telah dibagi, mulai dari pembaca dini (A) sampai pembaca mahir (E). Karakteristik pembaca pun ada dalam klasifikasi penjenjangan buku ini dan tentunya peran pendamping pun menjadi sangat penting bagi para pembaca dini ini,” jelas Supriyatno.
tulis komentar anda