Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Cermin Hubungan Diplomatik, Perdagangan, dan Perindustrian
Rabu, 16 November 2022 - 15:07 WIB
Selain untuk pembangunan dalam negeri, Jokowi juga berharap proyek KCJB yang merupakan kereta cepat pertama di ASEAN dapat meningkatkan konektivitas antarnegara di ASEAN. Dan tentu saja harapan Jokowi itu sangat mungkin sekali. Mengapa? Indonesia menyadari bahwa untuk mengejar ketertinggalannya, dalam hal ini di Asia Tenggara, Presiden selalu memprioritaskan pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur. Jadi, Presiden Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur sebagai alat utama pertumbuhan ekonomi karena infrastruktur merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Hal utama yang menjadi perhatian dalam penyusunan konsep pembangunan di bawah pemerintahan Jokowi adalah kecepatan pembangunan dan pemerataan pembangunan. Hal ini menjadi rasional mengingat posisi Indonesia dalam kualitas infrastruktur masih berada di peringkat 92 dari 144 negara dengan poin 3,7 berdasarkan hasil studi World Economic Forum 2014, secara statistik Indonesia hanya lebih baik dari Filipina (98) namun jauh di bawah Singapura (2), Korea Selatan (22), China (69), dan India (87).
Dalam membiayai pembangunan infrastruktur yang terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dengan dana yang terbatas, diperlukan kerja sama dengan negara lain dengan kapasitas pembiayaan yang lebih besar. Di era Presiden Jokowi, "kedekatan" Indonesia dan China semakin dekat, terbukti dengan kerja sama bilateral kedua negara. Salah satu yang menarik dari kerja sama Indonesia-China adalah pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan jarak tempuh kurang lebih 142,3 km. Tentu saja, mengapa China juga setuju untuk memilih Indonesia sebagai mitra dalam membangun kereta api berkecepatan tinggi di Asia Tenggara? Mengapa tidak memprioritaskan negara lain terlebih dahulu? Karena China juga percaya bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, negara yang dapat segera mempercepat pembangunannya jika infrastruktur yang memadai disiapkan.
Di sisi lain, China juga meyakini jika proyek kereta cepat ini sukses di Indonesia, dipastikan akan sukses juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Keyakinan China didasarkan pada fakta bahwa Indonesia adalah negara demokratis; di alam demokratis, terkadang pembebasan lahan masih menjadi kendala utama bagi pemerintah. Artinya, masalah yang dihadapi oleh Indonesia lebih kompleks dibanding dengan negara Asia lainnya.
Proyek KCJB ini sudah berjalan sejak 2016. Beberapa kendala juga dialami, dan mengalami banyak perubahan mulai dari target penyelesaian, panjang rute, hingga skema pembiayaan. Mari kita lihat seberapa besar potensi keberhasilan proyek KCJB ini? Kendala yang disebutkan memang terjadi, dan saya akan menambahkan lagi bahwa kendala lain yang dihadapi adalah kondisi tanah saat membuat terowongan. Tentu saja hal ini telah teratasi, mengingat banyaknya ahli yang berperan dalam proyek ini.
Kendala lain, seperti target penyelesaian dan pembengkakan biaya, tidak sepenuhnya menjadi beban Indonesia. Perlu diketahui kembali bahwa proyek ini bukanlah bantuan China, bukan pula pinjaman dari Pemerintah China kepada Indonesia, melainkan investasi China di Indonesia. Sehingga jika ada kendala seperti adanya pembengkakan biaya, tentunya bukan menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan perbedaan perhitungan cost overruns antara Indonesia dan China. Dan tentu saja pembengkakan biaya masih dalam tahap negosiasi.
Keberhasilan proyek ini 100 persen. Dikatakan 100 persen karena pemerintah kedua negara sangat berkonsentrasi untuk melanjutkan proyek ini. Dalam setiap pertemuan antara Presiden Jokowi dan Xi Jinping, kedua presiden selalu membahas proyek ini dan berdiskusi tentang semua kendala yang dihadapi dua negara. Misalnya, Pemerintah China akan menyatakan dengan serius bahwa mereka akan menyelesaikan masalah jika tantangan datang dari pihak China. Contohnya, terkait wabah Covid-19 atau virus corona yang khususnya melanda China, Pemerintah China memastikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tetap berjalan sesuai rencana dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal di Indonesia. Begitu pula dengan kendala yang dihadapi oleh pihak Indonesia seperti pembebasan lahan, Pemerintah Indonesia bertekad untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek bersama antara Indonesia dan China. Jokowi mengatakan China berinvestasi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dalam hubungan internasional, tentu saja ini adalah keberhasilan Jokowi dalam berdiplomasi dengan China. Presiden Jokowi juga telah melakukan berbagai terobosan di bidang investasi sekaligus menjawab keraguan negara lain yang ingin berinvestasi di Indonesia, yaitu dengan memangkas birokrasi perizinan dan menyederhanakan berbagai regulasi yang dianggap mempersulit investasi di Indonesia.
Khusus untuk China, Presiden Jokowi terus melakukan pendekatan yang antusias agar China bersedia meningkatkan investasinya di Indonesia dengan memberikan beberapa keistimewaan, salah satunya terpilihnya China sebagai operator yang bekerja sama dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dalam hubungan internasional, selain diplomasi, Presiden memikirkan kepentingan nasional dan bagaimana diplomasi Indonesia bermanfaat bagi kepentingan nasional. Misalnya, pertimbangan dalam memilih China sebagai pemenang tender Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan pilihan yang sangat rasional karena China memiliki kemampuan teknologi dan finansial yang tidak memerlukan jaminan pemerintah melalui APBN sehingga kerja sama dapat dilakukan atas dasar B ke B (bisnis ke bisnis). Apalagi, terpilihnya China sebagai pemenang tender Kereta Cepat Jakarta-Bandung membuka peluang bagi China untuk terus berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Hal utama yang menjadi perhatian dalam penyusunan konsep pembangunan di bawah pemerintahan Jokowi adalah kecepatan pembangunan dan pemerataan pembangunan. Hal ini menjadi rasional mengingat posisi Indonesia dalam kualitas infrastruktur masih berada di peringkat 92 dari 144 negara dengan poin 3,7 berdasarkan hasil studi World Economic Forum 2014, secara statistik Indonesia hanya lebih baik dari Filipina (98) namun jauh di bawah Singapura (2), Korea Selatan (22), China (69), dan India (87).
Dalam membiayai pembangunan infrastruktur yang terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dengan dana yang terbatas, diperlukan kerja sama dengan negara lain dengan kapasitas pembiayaan yang lebih besar. Di era Presiden Jokowi, "kedekatan" Indonesia dan China semakin dekat, terbukti dengan kerja sama bilateral kedua negara. Salah satu yang menarik dari kerja sama Indonesia-China adalah pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan jarak tempuh kurang lebih 142,3 km. Tentu saja, mengapa China juga setuju untuk memilih Indonesia sebagai mitra dalam membangun kereta api berkecepatan tinggi di Asia Tenggara? Mengapa tidak memprioritaskan negara lain terlebih dahulu? Karena China juga percaya bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, negara yang dapat segera mempercepat pembangunannya jika infrastruktur yang memadai disiapkan.
Di sisi lain, China juga meyakini jika proyek kereta cepat ini sukses di Indonesia, dipastikan akan sukses juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Keyakinan China didasarkan pada fakta bahwa Indonesia adalah negara demokratis; di alam demokratis, terkadang pembebasan lahan masih menjadi kendala utama bagi pemerintah. Artinya, masalah yang dihadapi oleh Indonesia lebih kompleks dibanding dengan negara Asia lainnya.
Proyek KCJB ini sudah berjalan sejak 2016. Beberapa kendala juga dialami, dan mengalami banyak perubahan mulai dari target penyelesaian, panjang rute, hingga skema pembiayaan. Mari kita lihat seberapa besar potensi keberhasilan proyek KCJB ini? Kendala yang disebutkan memang terjadi, dan saya akan menambahkan lagi bahwa kendala lain yang dihadapi adalah kondisi tanah saat membuat terowongan. Tentu saja hal ini telah teratasi, mengingat banyaknya ahli yang berperan dalam proyek ini.
Kendala lain, seperti target penyelesaian dan pembengkakan biaya, tidak sepenuhnya menjadi beban Indonesia. Perlu diketahui kembali bahwa proyek ini bukanlah bantuan China, bukan pula pinjaman dari Pemerintah China kepada Indonesia, melainkan investasi China di Indonesia. Sehingga jika ada kendala seperti adanya pembengkakan biaya, tentunya bukan menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan perbedaan perhitungan cost overruns antara Indonesia dan China. Dan tentu saja pembengkakan biaya masih dalam tahap negosiasi.
Keberhasilan proyek ini 100 persen. Dikatakan 100 persen karena pemerintah kedua negara sangat berkonsentrasi untuk melanjutkan proyek ini. Dalam setiap pertemuan antara Presiden Jokowi dan Xi Jinping, kedua presiden selalu membahas proyek ini dan berdiskusi tentang semua kendala yang dihadapi dua negara. Misalnya, Pemerintah China akan menyatakan dengan serius bahwa mereka akan menyelesaikan masalah jika tantangan datang dari pihak China. Contohnya, terkait wabah Covid-19 atau virus corona yang khususnya melanda China, Pemerintah China memastikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tetap berjalan sesuai rencana dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal di Indonesia. Begitu pula dengan kendala yang dihadapi oleh pihak Indonesia seperti pembebasan lahan, Pemerintah Indonesia bertekad untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek bersama antara Indonesia dan China. Jokowi mengatakan China berinvestasi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dalam hubungan internasional, tentu saja ini adalah keberhasilan Jokowi dalam berdiplomasi dengan China. Presiden Jokowi juga telah melakukan berbagai terobosan di bidang investasi sekaligus menjawab keraguan negara lain yang ingin berinvestasi di Indonesia, yaitu dengan memangkas birokrasi perizinan dan menyederhanakan berbagai regulasi yang dianggap mempersulit investasi di Indonesia.
Khusus untuk China, Presiden Jokowi terus melakukan pendekatan yang antusias agar China bersedia meningkatkan investasinya di Indonesia dengan memberikan beberapa keistimewaan, salah satunya terpilihnya China sebagai operator yang bekerja sama dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dalam hubungan internasional, selain diplomasi, Presiden memikirkan kepentingan nasional dan bagaimana diplomasi Indonesia bermanfaat bagi kepentingan nasional. Misalnya, pertimbangan dalam memilih China sebagai pemenang tender Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan pilihan yang sangat rasional karena China memiliki kemampuan teknologi dan finansial yang tidak memerlukan jaminan pemerintah melalui APBN sehingga kerja sama dapat dilakukan atas dasar B ke B (bisnis ke bisnis). Apalagi, terpilihnya China sebagai pemenang tender Kereta Cepat Jakarta-Bandung membuka peluang bagi China untuk terus berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda