Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Cermin Hubungan Diplomatik, Perdagangan, dan Perindustrian

Rabu, 16 November 2022 - 15:07 WIB
loading...
Kereta Cepat Jakarta-Bandung:...
Harryanto Aryodiguno. Foto/Dok MPI
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D

Dosen jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang
Wasekjen VI Bidang Perindustrian dan Perdagangan DPP Partai Perindo

Presiden China Xi Jinping diagendakan melakukan pembicaraan formal dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di sela-sela KTT G20 di Bali. Kedua Presiden akan membahas banyak hal, terutama yang berkaitan dengan kerja sama Indonesia dan China dalam kerangka Belt and Road Initiative dan Poros Maritim Global.

Dalam kerja sama tersebut, China dan Indonesia semakin memperkuat pola baru dalam hubungan bilateral yang digerakkan oleh kerja sama politik, ekonomi, budaya, dan maritim. Salah satu yang akan menjadi topik pembicaraan tentunya kerja sama Kereta Api Cepat Jakarta Bandung. Presiden Jokowi menegaskan, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah China. Seberapa penting proyek ini bagi hubungan diplomatik kedua negara?

Kerja sama pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung antara Indonesia dan China membuktikan bahwa kedua negara memiliki minat yang kuat dalam kerja sama di bidang ekonomi dan infrastruktur. Dalam hubungan internasional, hubungan kerja sama antarnegara merupakan pertemuan berbagai kepentingan internasional dari beberapa negara yang sifatnya tidak dapat dipenuhi oleh rakyatnya setelah kerja sama tersebut terbentuk dari beberapa komitmen individu untuk memperoleh kesejahteraan bersama, dan hasil dari kepentingan bersama.



Bagi China, kerja sama bilateral antara Indonesia dan China merupakan hubungan diplomatik yang romantis dan kompetitif. Ada banyak manfaat dari kerja sama ini. Hal tersebut akan menciptakan hubungan bilateral yang dinamis, seiring dengan persaingan produk China yang tersebar di pasar Indonesia, membuat komoditas pasar Indonesia harus segera dapat mengimbangi pendapatan distribusi dari produk China yang telah menduduki level teratas dalam sistem distribusi. .

Bagi Indonesia, dalam konteks diplomasi Indonesia terhadap China di era Presiden Jokowi pada umumnya, dan secara khusus tentang pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Presiden Jokowi memiliki dua strategi utama, yaitu pembenahan internal dan pembangunan besar-besaran di seluruh bidang. Secara internal, Pemerintahan Presiden Jokowi mulai membenahi sistem investasi yang ada di Indonesia untuk menangkap peluang dengan menarik investor asing sebanyak-banyaknya untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Dalam pendekatan masif ke China, pemerintahan Presiden Jokowi memandang prospek dan proyeksi ekonomi China yang baik sebagai mitra kerja sama yang menguntungkan bagi Indonesia, sehingga banyak proyek pembangunan dan investasi yang ditawarkan dan bekerja sama dengan China.

Selain untuk pembangunan dalam negeri, Jokowi juga berharap proyek KCJB yang merupakan kereta cepat pertama di ASEAN dapat meningkatkan konektivitas antarnegara di ASEAN. Dan tentu saja harapan Jokowi itu sangat mungkin sekali. Mengapa? Indonesia menyadari bahwa untuk mengejar ketertinggalannya, dalam hal ini di Asia Tenggara, Presiden selalu memprioritaskan pembangunan, khususnya di sektor infrastruktur. Jadi, Presiden Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur sebagai alat utama pertumbuhan ekonomi karena infrastruktur merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi.

Hal utama yang menjadi perhatian dalam penyusunan konsep pembangunan di bawah pemerintahan Jokowi adalah kecepatan pembangunan dan pemerataan pembangunan. Hal ini menjadi rasional mengingat posisi Indonesia dalam kualitas infrastruktur masih berada di peringkat 92 dari 144 negara dengan poin 3,7 berdasarkan hasil studi World Economic Forum 2014, secara statistik Indonesia hanya lebih baik dari Filipina (98) namun jauh di bawah Singapura (2), Korea Selatan (22), China (69), dan India (87).

Dalam membiayai pembangunan infrastruktur yang terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dengan dana yang terbatas, diperlukan kerja sama dengan negara lain dengan kapasitas pembiayaan yang lebih besar. Di era Presiden Jokowi, "kedekatan" Indonesia dan China semakin dekat, terbukti dengan kerja sama bilateral kedua negara. Salah satu yang menarik dari kerja sama Indonesia-China adalah pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan jarak tempuh kurang lebih 142,3 km. Tentu saja, mengapa China juga setuju untuk memilih Indonesia sebagai mitra dalam membangun kereta api berkecepatan tinggi di Asia Tenggara? Mengapa tidak memprioritaskan negara lain terlebih dahulu? Karena China juga percaya bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, negara yang dapat segera mempercepat pembangunannya jika infrastruktur yang memadai disiapkan.

Di sisi lain, China juga meyakini jika proyek kereta cepat ini sukses di Indonesia, dipastikan akan sukses juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Keyakinan China didasarkan pada fakta bahwa Indonesia adalah negara demokratis; di alam demokratis, terkadang pembebasan lahan masih menjadi kendala utama bagi pemerintah. Artinya, masalah yang dihadapi oleh Indonesia lebih kompleks dibanding dengan negara Asia lainnya.

Proyek KCJB ini sudah berjalan sejak 2016. Beberapa kendala juga dialami, dan mengalami banyak perubahan mulai dari target penyelesaian, panjang rute, hingga skema pembiayaan. Mari kita lihat seberapa besar potensi keberhasilan proyek KCJB ini? Kendala yang disebutkan memang terjadi, dan saya akan menambahkan lagi bahwa kendala lain yang dihadapi adalah kondisi tanah saat membuat terowongan. Tentu saja hal ini telah teratasi, mengingat banyaknya ahli yang berperan dalam proyek ini.

Kendala lain, seperti target penyelesaian dan pembengkakan biaya, tidak sepenuhnya menjadi beban Indonesia. Perlu diketahui kembali bahwa proyek ini bukanlah bantuan China, bukan pula pinjaman dari Pemerintah China kepada Indonesia, melainkan investasi China di Indonesia. Sehingga jika ada kendala seperti adanya pembengkakan biaya, tentunya bukan menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan perbedaan perhitungan cost overruns antara Indonesia dan China. Dan tentu saja pembengkakan biaya masih dalam tahap negosiasi.

Keberhasilan proyek ini 100 persen. Dikatakan 100 persen karena pemerintah kedua negara sangat berkonsentrasi untuk melanjutkan proyek ini. Dalam setiap pertemuan antara Presiden Jokowi dan Xi Jinping, kedua presiden selalu membahas proyek ini dan berdiskusi tentang semua kendala yang dihadapi dua negara. Misalnya, Pemerintah China akan menyatakan dengan serius bahwa mereka akan menyelesaikan masalah jika tantangan datang dari pihak China. Contohnya, terkait wabah Covid-19 atau virus corona yang khususnya melanda China, Pemerintah China memastikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tetap berjalan sesuai rencana dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal di Indonesia. Begitu pula dengan kendala yang dihadapi oleh pihak Indonesia seperti pembebasan lahan, Pemerintah Indonesia bertekad untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek bersama antara Indonesia dan China. Jokowi mengatakan China berinvestasi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dalam hubungan internasional, tentu saja ini adalah keberhasilan Jokowi dalam berdiplomasi dengan China. Presiden Jokowi juga telah melakukan berbagai terobosan di bidang investasi sekaligus menjawab keraguan negara lain yang ingin berinvestasi di Indonesia, yaitu dengan memangkas birokrasi perizinan dan menyederhanakan berbagai regulasi yang dianggap mempersulit investasi di Indonesia.

Khusus untuk China, Presiden Jokowi terus melakukan pendekatan yang antusias agar China bersedia meningkatkan investasinya di Indonesia dengan memberikan beberapa keistimewaan, salah satunya terpilihnya China sebagai operator yang bekerja sama dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Dalam hubungan internasional, selain diplomasi, Presiden memikirkan kepentingan nasional dan bagaimana diplomasi Indonesia bermanfaat bagi kepentingan nasional. Misalnya, pertimbangan dalam memilih China sebagai pemenang tender Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan pilihan yang sangat rasional karena China memiliki kemampuan teknologi dan finansial yang tidak memerlukan jaminan pemerintah melalui APBN sehingga kerja sama dapat dilakukan atas dasar B ke B (bisnis ke bisnis). Apalagi, terpilihnya China sebagai pemenang tender Kereta Cepat Jakarta-Bandung membuka peluang bagi China untuk terus berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Poin-poin yang dicapai dalam ekonomi politik dari diplomasi ekonomi Indonesia terhadap China adalah dengan keberhasilan Indonesia bekerja sama dalam pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Pemerintah China semakin percaya dengan kemudahan investasi di Indonesia. Oleh karena itu, dalam jangka panjang, negara-negara lain yang ingin berinvestasi di Indonesia melihat peluang yang signifikan untuk berinvestasi dengan China sebagai "jaminannya".

Selain kerja sama kereta api Jakarta-Bandung dan kerja sama lainnya, mari kita lihat bagaimana hubungan Indonesia dan China ke depannya? Selama 72 tahun menjalin hubungan diplomatik, kedua negara telah berhasil bekerja bersama dan meraih berbagai prestasi dalam pembangunan nasional di negara masing-masing. Beberapa di antaranya adalah komitmen politik pemimpin kedua negara untuk mengembangkan hubungan setara dalam kemitraan yang komprehensif dan saling menghormati, nilai perdagangan terus meningkat, dan kegiatan investasi terus tumbuh.

Selain itu, interaksi antarmasyarakat Indonesia dan China semakin dekat. China dan Indonesia juga berkontribusi dalam kerja sama regional dan multilateral untuk menjaga keamanan, perdamaian, dan kemakmuran dunia. Besarnya kinerja kerja sama ekonomi kedua negara juga menunjukkan sinyal positif. Hal ini menunjukkan bahwa 72 tahun persahabatan bukan sekadar kilas balik atau nostalgia sejarah, tetapi juga terwujud dalam bentuk kerangka kerja sama dan kemitraan yang saling menguntungkan dan menguntungkan bagi rakyat kedua negara.

Meski terjadi penurunan total neraca perdagangan selama tiga triwulan terakhir, nilai ekspor Indonesia naik 5,2 persen. Pencapaian ini mengurangi defisit perdagangan Indonesia terhadap China sebesar 66,84 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini bisa dibanggakan sebagai prestasi nyata bagi eksportir Indonesia di masa pandemi. Sementara itu, pada periode yang sama, Indonesia juga berhasil memikat investor China untuk berinvestasi 6 persen lebih tinggi dibandingkan tiga kuartal tahun sebelumnya. Pencapaian ini menempatkan China sebagai negara investor terbesar kedua di Indonesia, dengan total nilai investasi sebesar 3,5 miliar dolar AS. Hal itu juga menunjukkan bahwa kesulitan dan tantangan akibat pandemi tidak mempengaruhi minat investor China untuk berbisnis di Indonesia. Menangkap sinyal positif tersebut, Indonesia juga mencari peluang kerja sama investasi dengan China, khususnya di bidang ekonomi digital.

Dengan ekonomi digital Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS pada 2019 dan diprediksi akan memimpin di Asia Tenggara dengan nilai 133 miliar dolar AS pada 2025, peluang kerja sama kemitraan antara Indonesia dan China terbuka lebar, termasuk dalam pengembangan sumber daya manusia, profesional, dan profesional dalam infrastruktur digital. Sebagai bagian dari implementasi ASEAN-China Year of Digital Economy Cooperation 2020, kerja sama dengan China diharapkan dapat mendorong Indonesia untuk lebih menjadi hub e-commerce di Asia Tenggara.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1330 seconds (0.1#10.140)