Deretan Jurnalis Bergelar Pahlawan Nasional, Nomor 3 Kakek Anies Baswedan

Senin, 07 November 2022 - 22:10 WIB
Diplomat terkenal Indonesia, Haji Agus Salim, juga adalah seorang jurnalis andal. Pahlawan Nasional kelahiran 8 Oktober 1884 ini adalah salah satu pendiri surat kabar Fadjar Asia. Dalam buku bertajuk ‘Haji Agus Salim: Karya dan Pengabdiannya’ terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1985, disebutkan bahwa Agus Salim diminta memimpin harian Hindia Baru di Jakarta pada tahun 1925, kemudian mendirikan Fadjar Asia bersama HOS Tjokroaminoto, dua tahun setelahnya.



Kiprah jurnalistik Agus Salim terus berlanjut, dengan menjadi redaktur harian Mustika di Yogyakarta (1931-1932). Sebagai seorang jurnalis, tulisan-tulisan Agus Salim terkenal sangat kritis dan tajam dengan bahasa yang populer, sehingga mudah dipahami para pembaca. Berbagai tulisannya itu juga diterbitkan di banyak surat kabar, seperti Keng Po, Dunia Islam, Pujangga Baru, dan Mimbar Agama.

Seusai kemerdekaan, Agus Salim ditunjuk sebagai pengurus Kesatuan Wartawan Indonesia Pusat. Kemudian, ia juga dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia periode 1947 hingga 1949.

Agus Salim berhasil membuat Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia dalam kunjungannya, April 1947. Setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Mesir Nokrashi Pasha pada 10 Juni 1947, pemerintah Mesir bersedia mengakui bahwa Indonesia sudah merdeka melalui perjanjian persahabatan.

Pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Agus Salim tanggal 27 Desember 1961.

3. Abdurrahman Baswedan

Kakek Anies Baswedan , Abdurrahman Baswedan, adalah salah satu Pahlawan Nasional yang berlatar belakang jurnalis. Dia lahir di Surabaya, 11 September 1908 dan menempuh pendidikan secara berpindah-pindah.

Melansir laman Kepustakaan Perpusnas, Abdurrahman kerap berpindah sekolah karena memiliki pertentangan batin yang membuatnya jarang merasa nyaman di sekolah. Awalnya, ia masuk ke sebuah madrasah bernama Ak-Khairiyah, yang berdekatan dengan Masjid Ampel. Setelahnya, dia menjalankan pendidikan di Jakarta dengan menimba ilmu di Madrasah Al Irsyad pimpinan Syekh Ahmad Sukartie.

Ketika dewasa, Abdurrahman menjadi seorang jurnalis yang aktif di pergerakan nasional. Berbagai sumber menyebut, ia pernah menjadi redaktur di Harian Sin Tit Po, Surabaya tahun 1932. Gaji pertamanya sebagai seorang jurnalis adalah 75 gulden. Angka ini merupakan nominal yang cukup besar saat itu.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More