Mahfud MD Sebut Banyak Pengacara Belum Paham Restorative Justice
Selasa, 01 November 2022 - 16:26 WIB
JAKARTA - Kehadiran restorative justice atau keadilan restoratif sangat penting di Indonesia sebagai pengembangan dan pembaruan hukum pidana di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah sangat concern pada hal ini.
"Keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di indonesia diharapkan menjadi salah satu jalan keluar untuk mengurai problem dari kebijakan hukum pidana yang selama ini belum optimal," kata Mahfud dalam konferensi nasional keadilan restoratif dengan tema 'Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif' secara daring, Selasa (1/11/2022).
"Pemerintah sangat concern untuk pembaruan hukum pidana sesuai dengan paradigma pemidanaan hukum Indonesia," sambungnya.
Namun, Mahfud menilai bahwa keadilan restoratif belum banyak dipahami sejumlah pihak. Mahfud menegaskan, tidak semua tindak pidana dapat menggunakan keadilan restoratif, contohnya kasus pembunuhan. Meskipun kedua belah pihak sudah berdamai, namun proses hukum akan tetap berjalan.
Ia pun bercerita, banyak laporan masuk ke dirinya dan meminta agar Menko Polhukam dapat turun tangan serta memberikan keadilan restoratif.
"Namun ada efek yang kurang bagus, kadang kala hampir setiap hari laporan ke saya masuk melalui WhatsApp, telepon. Ada orang diperiksa, ditahan di pengadilan, diproses di polisi lalu mengadu ‘pak ini udah restorative justice kok kami masih ditahan? Tolong Menko Polhukam turun tangan’," katanya.
"Nah saya bilang, restorative justice itu ga sembarang. Kalau orang membunuh orang, meminta restorative justice ga bisa." sambungnya.
Bahkan, kata Mahfud, banyak pengacara yang belum memahami apa itu keadilan restoratif. "Restorative justice itu pikiran orang yang belum mengerti, banyak juga pengacara bahkan datang, ‘ini sudah berembuk, keluarga juga sudah selesai’. Ya ga bisa," katanya.
Di dalam hukum pidana, kata Mahfud, ada batasan tententu yang tidak bisa diselesaikan melalui cara berembuk. "Di dalam hukum pidana itu salam batas-batas tertentu ga bisa berembuk, kejahatan ko mau dirembuk," ucapnya.
"Misalnya kasus-kasus besar itu udah lah restorative justice saja, lalu diartikan restorative justice itu negosiasi pasal, negosiasi perkara, bukan itu," sambungnya.
"Keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di indonesia diharapkan menjadi salah satu jalan keluar untuk mengurai problem dari kebijakan hukum pidana yang selama ini belum optimal," kata Mahfud dalam konferensi nasional keadilan restoratif dengan tema 'Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif' secara daring, Selasa (1/11/2022).
"Pemerintah sangat concern untuk pembaruan hukum pidana sesuai dengan paradigma pemidanaan hukum Indonesia," sambungnya.
Namun, Mahfud menilai bahwa keadilan restoratif belum banyak dipahami sejumlah pihak. Mahfud menegaskan, tidak semua tindak pidana dapat menggunakan keadilan restoratif, contohnya kasus pembunuhan. Meskipun kedua belah pihak sudah berdamai, namun proses hukum akan tetap berjalan.
Ia pun bercerita, banyak laporan masuk ke dirinya dan meminta agar Menko Polhukam dapat turun tangan serta memberikan keadilan restoratif.
"Namun ada efek yang kurang bagus, kadang kala hampir setiap hari laporan ke saya masuk melalui WhatsApp, telepon. Ada orang diperiksa, ditahan di pengadilan, diproses di polisi lalu mengadu ‘pak ini udah restorative justice kok kami masih ditahan? Tolong Menko Polhukam turun tangan’," katanya.
"Nah saya bilang, restorative justice itu ga sembarang. Kalau orang membunuh orang, meminta restorative justice ga bisa." sambungnya.
Bahkan, kata Mahfud, banyak pengacara yang belum memahami apa itu keadilan restoratif. "Restorative justice itu pikiran orang yang belum mengerti, banyak juga pengacara bahkan datang, ‘ini sudah berembuk, keluarga juga sudah selesai’. Ya ga bisa," katanya.
Di dalam hukum pidana, kata Mahfud, ada batasan tententu yang tidak bisa diselesaikan melalui cara berembuk. "Di dalam hukum pidana itu salam batas-batas tertentu ga bisa berembuk, kejahatan ko mau dirembuk," ucapnya.
"Misalnya kasus-kasus besar itu udah lah restorative justice saja, lalu diartikan restorative justice itu negosiasi pasal, negosiasi perkara, bukan itu," sambungnya.
(muh)
tulis komentar anda