Intervensi Parpol dalam Reshuffle akan Mereduksi Kekuasaan Jokowi

Senin, 06 Juli 2020 - 07:08 WIB
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, intervensi partai politik dalam reshuffle kabinet akan mereduksi kekuasaan presiden. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyatakan dirinya sudah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh-jauh hari sebelum membentuk kabinetnya.

”Jangan sampai nanti karena 'salah memilih menteri', Jokowi disibukkan dengan reshuffle berkali-kali, akibat salah memilih pembantunya,” ucapnya kepada Sindonews, Senin (6/7/2020). (Baca juga: Peluang PAN Masuk Kabinet Lebih Besar Dibanding Demokrat dan PKS)

Menurut Pangi, gonta-ganti menteri berkali-kali dapat memperlambat akselarasi kerja kementerian karena menteri baru harus beradaptasi kembali dan mulai dari nol lagi. "Hal tersebut sekarang mulai terungkap dan terkonfirmasi, banyak menteri yang nampaknya tidak mampu mengimbangi ritme kerja presiden," tuturnya.



Pangi menilai, letupan-letupan yang menjadi indikator reshuffle ialah letupan politik bukan letupan kinerja. Dia menilai, mau dua kali sampai sepuluh kali reshuffle pun tidak akan mempunyai korelasi linear terhadap kinerja pemerintah, selama reshunffle hanya berbasiskan letupan politik semata. "Apabila intervensi parpol dalam penyusunan kabinet dan reshuffle cukup tinggi, akan mereduksi kekuasaan presiden (hak prerogatif)," ujarnya. (Baca juga: Reshuffle Kabinet Wujud Kegagalan Partai Politik Kawal Pemerintahan)

Pangi mengatakan, apa yang terjadi dari kemarahan Jokowi kemarin hanya bagian dari kausalitas akibat presiden salah menempatkan pembantunya di samping presiden juga tidak menjalankan hak prerogatif secara maksimal. Kondisi ini menurutnya, makin diperparah karena tidak menempatkan menteri berdasarkan basis 'the right man on the right place' yang sesuai kapasitas dan keahliannya.

"Problemnya, siapa yang menilai kinerja menteri? Institusi resmi yang independen yang mana? Seperti evaluasi kementerian dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)," tutur dia.

Pagi mempertanyakan, apakah Jokowi menilai sendiri kinerja menterinya berdasarkan bisikan inner circle orang kepercayaan atau presiden menilai memakai dukun atas kinerja menterinya.

”Bagaimana mengukur kinerja menteri? berbasiskan apa? Ini yang buat kita pusing pala barbie," Apakah menteri yang selalu tampil menguasai panggung depan media mainstream? populis, kan ada juga tuh menteri enggak mau terkenal, enggak mau bising di ruang publik cuma punya progres berkinerja bagus, dalam hasil survei nampak bagus dan populer di mata rakyat, namun realitas kinerjanya tidak beririsan dengan popularitasnya, nah standarnya menteri berkinerja bagus itu seperti apa?" imbuhnya.

Pangi menambahkan, jika mengharuskan reshuffle, maka Jokowi sebaiknya tidak hanya sebatas memenuhi representasi partai, ormas, profesional, tim sukses dan relawan, namun benar-benar mewujudkan kabinet ahli, menteri ahli di bidangnya.

”Untuk mengikuti ritme presiden, maka dibutuhkan, menteri yang bisa bekerja cepat, disiplin, mau bersabar, laten terhadap kerja-kerja teknis dan detail, mampu mengimbangi kerja cepat presiden, punya terobosan dan narasi besar memajukan bangsa dan Negara,” katanya.

Menurut dia, hal ini perlu dipahami para pembantu presiden karena tugas Jokowi sekarang sudah sangat berat, ke depannya makin berat lagi, dengan kata lain, salah mengambil menteri, maka sama saja bunuh diri bagi pemerintahan Jokowi. Untuk itu, Jokowi harus penuh kehati-hatian dalam merekrut pembantunya. Apabila palang pintu reshuffle dibuka, sudah saatnya pemerintahan Jokowi periode kedua ini lebih fokus pada kinerja ketimbang citra untuk dapat meninggalkan legacy yang dapat dikenang dan menjadi sejarah dikemudian hari.

Oleh karena itu, semangat demokrasi deleberatif penting dalam memilih menteri. ”Jangan an-sich mengakomodir, merepresentasikan kepentingan politik bagi-bagi kue kekuasaan semata, hasil kerja menteri dari akomodir parpol, namun hasil sangat tidak memuaskan presiden Jokowi. Jangan sampai nanti karena salah memilih menteri, Jokowi disibukkan dengan reshuffle tidak hanya satu atau dua kali saja namun berkali-kali, akibat salah memilih pembantunya," kata dia. (Rakhmat)
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More