Menumbuhkan Kesetiakawanan Kesehatan

Kamis, 13 Oktober 2022 - 22:26 WIB
Gizi buruk berdampak pada tiga kondisi yaitu stunting (tubuh pendek), wasting (tubuh kurus), dan obesitas. Belum lagi sebagian masyarakat Indonesia ditengarai mengalami kelaparan tersembunyi (hidden hunger).

Kenaikan harga dan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) belakangan ini pun dapat berdampak pada semakin bertambahnya beban masyarakat, terutama kalangan bawah. Pengalaman masa lampau, kenaikan BBM hampir dipastikan berdampak kepada kenaikan harga bahan pokok yang kemudian diikuti kebutuhan lain, termasuk transportasi. Keadaan ini menjadi semakin kompleks karena masyarakat Indonesia belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi Covid-19.

Daya Beli dan HAM untuk Sehat

Perekonomian rakyat belum pulih betul setelah diterpa Covid 19. Hal ini berarti kehidupan masyarakat masih sulit. Mereka belum memiliki kemampuan yang baik untuk memilih dan membeli zat gizi yang dibutuhkannya. Menyebabkan makin sulit beranjak dari triple burden of malnutrition. Semoga saja kasus kematian bayi atau balita seperti tahun 2008 silam tidak berulang.

Fenomena di atas seharusnya membukakan mata kita bahwa sesungguhnya hak atas hidup manusia tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights), termasuk ketika negara dalam keadaan darurat ekonomi sekali pun. Karena itu kematian bayi di balik sejumlah kasus gizi buruk dan stunting akibat kekurangan pangan merupakan pertanda lemahnya pelayanan publik suatu negara.

Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik secara jelas menegaskan: ”Setiap orang dilekati hak atas hidup. Hak atas hidup harus dilindungi oleh hukum. Tiada seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang dirampas hidupnya. Hak hidup memiliki dimensi yang sangat luas, tidak boleh hanya direduksi pada permasalahan perlindungan atas hak politik dari tindakan pembunuhan sewenang-wenang”.

Lebih lanjut, adanya hak atas kesehatan, yang selain mencakup pelayanan kesehatan yang layak, juga termasuk mengenai akses terhadap ketersediaan pangan yang aman, nutrisi dan perumahan, air minum yang sehat, sanitasi yang layak, dan lingkungan yang layak sebagai hak kesehatan yang mendasar. Apabila hal ini tidak terpenuhi maka dapat berindikasi terjadinya pelanggaran atas standar pemenuhan hak atas kesehatan.

Konvensi Hak Anak (KHA) sebagai instrumen hukum HAM juga secara spesifik menjamin hak asasi anak (international bill of child rights), yang telah menjadi bagian hukum positif negara RI. Jaminan hak asasi setiap anak tersebut meliputi: 1) Hak yang melekat atas kehidupan dan negara harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimal mungkin ketahanan dan perkembangan anak (Pasal 6). 2) Hak atas penikmatan standar kesehatan yang paling tinggi melalui jaminan: (a) penyediaan bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan kesehatan untuk semua anak dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer, (b) memerangi penyakit dan kurang gizi, dan (c) penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum bersih. 3) Hak atas suatu standar kehidupan yang memadai bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak (Pasal 27).

Persoalan kemudian karena HAM atas sehat ini sangat bergantung kepada daya beli masyarakat. Selama ini masalah kesehatan masyarakat akibat penyakit atau kemiskinan, mungkin masih bisa ditanggulangi oleh pemerintah dari dana APBN atau APBD. Atau melalui program JKN selama sakitnya masuk di dalam skema JKN. Namun, sebanyak apa pun dana yang disediakan sepanjang daya beli masyarakat tidak membaik, tetap saja tidak mencukupi. Apalagi bila harga bahan pokok naik. Di sisi lain kita pun belum memikirkan upaya pendanaan artenatif untuk menopangnya.

Kesetiakawanan Kesehatan sebagai Nilai dan Gerakan
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More