Jangan Ada Lagi Korban Setelah Tragedi Kanjuruhan
Senin, 03 Oktober 2022 - 08:11 WIB
Pihak kepolisian dalam konferensi pers kemarin pagi menyatakan, kerusuhan dipicu karena suporter Arema FC turun ke lapangan dan menyerang aparat keamanan. Lalu, karena suporter kian banyak yang masuk lapangan pihak keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah supporter.
Yang disesalkan, gas air mata yang ditembakkan petugas juga ternyata diarahkan ke tribune atas. Padahal, berdasarkan pengakuan sejumlah penonton, suporter di tribune sama sekali tidak rusuh. Alhasil, untuk menghindari tembakan gas air mata para penonton berhamburan menuju ke pintu keluar yang aksesnya terbatas.
Ihkwal penggunaan gas air mata untuk pengamanan sepak bola ini pun menuai protes sejumlah pihak. Pasalnya, berdasarkan peraturan FIFA (induk organisasi sepak bola dunia) dalam “FIFA Stadium Safety and Security Regulation”, pada Pasal 19 poin B disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan penggunaan senjata api dan gas air mata untuk pengendalian massa.
Di sini sangat jelas bahwa ada indikasi pelanggaranstandard operating procedure(SOP) pengamanan sepak bola yang sudah diatur organiasi dunia. Patut dipertanyakan, apa dasar komando menembakkan gas air mata ke arah tribune yang notabene tidak ikut ‘menyerang’ ke lapangan?
Dari kejadian ini, sudah sepatutnya seluruhstakeholdersdi industri ini melakukan evaluasi. Tak cukup itu, investigasi juga diperlukan oleh pihak terkait untuk mengungkap siapa sebenarnya yang lalai.
Maka, perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan sementara kompetisi Liga 1 dirasa sangat tepat demi melakukan evaluasi secara menyeluruh. Presiden ingin PSSI juga memperbaiki prosedur pengamanan di lapangan.
Terkait evaluasi tersebut, Presiden mengaku sudah meminta Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.
Kini mari kita kawal, sejauh mana komitmen memperbaiki iklim industri sepak bola Tanah Air yang dilakukan pemerintah bersama induk olahraga. Tentu saja, ke depan kita juga berharap tidak ada lagi korban jiwa di sepak bola setelah tragedi Kanjuruhan ini.
Yang disesalkan, gas air mata yang ditembakkan petugas juga ternyata diarahkan ke tribune atas. Padahal, berdasarkan pengakuan sejumlah penonton, suporter di tribune sama sekali tidak rusuh. Alhasil, untuk menghindari tembakan gas air mata para penonton berhamburan menuju ke pintu keluar yang aksesnya terbatas.
Ihkwal penggunaan gas air mata untuk pengamanan sepak bola ini pun menuai protes sejumlah pihak. Pasalnya, berdasarkan peraturan FIFA (induk organisasi sepak bola dunia) dalam “FIFA Stadium Safety and Security Regulation”, pada Pasal 19 poin B disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan penggunaan senjata api dan gas air mata untuk pengendalian massa.
Di sini sangat jelas bahwa ada indikasi pelanggaranstandard operating procedure(SOP) pengamanan sepak bola yang sudah diatur organiasi dunia. Patut dipertanyakan, apa dasar komando menembakkan gas air mata ke arah tribune yang notabene tidak ikut ‘menyerang’ ke lapangan?
Dari kejadian ini, sudah sepatutnya seluruhstakeholdersdi industri ini melakukan evaluasi. Tak cukup itu, investigasi juga diperlukan oleh pihak terkait untuk mengungkap siapa sebenarnya yang lalai.
Maka, perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan sementara kompetisi Liga 1 dirasa sangat tepat demi melakukan evaluasi secara menyeluruh. Presiden ingin PSSI juga memperbaiki prosedur pengamanan di lapangan.
Terkait evaluasi tersebut, Presiden mengaku sudah meminta Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.
Kini mari kita kawal, sejauh mana komitmen memperbaiki iklim industri sepak bola Tanah Air yang dilakukan pemerintah bersama induk olahraga. Tentu saja, ke depan kita juga berharap tidak ada lagi korban jiwa di sepak bola setelah tragedi Kanjuruhan ini.
(ynt)
tulis komentar anda