Surat Usulan BP2MI soal Pembebanan Biaya Penempatan kepada PMI Dikritik
Sabtu, 24 September 2022 - 14:00 WIB
JAKARTA - Join Task Force yang dilakukan Indonesia dan Taiwan telah mencapai kata sepakat dengan dibukanya kembali penempatan Pekerja Migrain Indonesia (PMI) sektor Domestik Pengguna Perseorangan ke Taiwan. Acara kesepakatan ini sudah berlangsung di GOR POPKI Cibubur, Jakarta Timur, Senin 12 September 2022 lalu.
Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Amri Piliang menyayangkan usulan dari Kepala BP2MI Beny Rhamdani kepada Teto (Kamar Dagang) Taiwan melalui Surat Nomor: B.696/KA/PB.01.01/VII/2022 tanggal 21 Juli 2022. BP2MI mengajukan usulan Surat Pernyataan Biaya Penempatan (SPBP) yang membebankan seluruh biaya penempatan kepada Pekerja Migran Indonesia.
Direktur Penempatan Kemenaker Rendra mengatakan pokok bahasan dalam Join Task Force antara BP2MI bersama Teto Taiwan ini sebenarnya menyangkut tiga hal. Pertama tentang kenaikan gaji, kedua penghapusan fee agency dan ketiga soal implementasi Perka BP2MI Nomor 09 Tahun 2020.
Poin ketiga ini diserahkan sepenuhnya kepada kepala BP2MI yang menerbitkan Perka BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang tidak berlakunya cost structure untuk penempatan ke Taiwan.
Rendra menyatakan Kemenaker mengeluarkan Surat Dirjen Nomor: B-3/2900/PK.02.03/VII/2022 tanggal 15 Juli 2022. Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Binapenta ini menyatakan BP2MI bersama Binapenta sepakat untuk mengacu kepada Cost Structure lama sesuai Kepdirjen Nomor 153/PPTK/VI/2009 berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2004.
Amri Piliang menyesalkan keluarnya surat tersebut. Karena seharusnya semua usulan harus berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2017. Menurut Amri, seharusnya poin yang di bahas adalah revisi Perka BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang 14 Komponen Biaya Penempatan, Komponen Biaya Pelatihan dan Sertifikasi, serta Komponen Biaya Jatidiri.
"Ini malah secara diam-diam BP2MI bersurat langsung kepada Teto mewakili pemerintah dengan usulan pembebanan biaya penempatan kepada PMI dengan lampiran Surat Pernyataan Biaya dan Gaji (SPBG) yang disodorkan pihak Taiwan sebelumnya," kata Amri.
Secara etika menurut Amri, seharusnya surat-surat tersebut seharusnya ditujukan kepada Kemenaker sebagai perwakilan pemerintah. "Bukan langsung kepada Teto Taiwan. Apalagi Indonesia menganut prinsip one policy dengan Pemerintah Tiongkok dan bukan kepada Taiwan," katanya.
Amri melanjutkan bahwa keputusan yang diambil oleh Kepala BP2MI Beny Rhamdani tentang usulan Surat Pernyataan Pembebanan Biaya Penempatan bagi PMI sangat bertentangan dengan semangat Pasal 30 UU Nomor 18 Tahun 2017 yang berbunyi: “Dilarang Membebankan Biaya Penempatan Kepada Pekerja Migran Indonesia”
"Dan ini perlu menjadi catatan bagi Komisi IX DPR RI agar kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang harus dibatalkan sebagaimana yang telah diputuskan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 8 Juli 2022 lalu," jelasnya.
Saat RDP yang hadir adalah Kemnaker, BP2MI dan Assosiasi P3MI sebagai Pelaku Penempatan. "Ini akan merugikan bangsa kita sendiri khususnya para Pahlawan Devisa yang turut berjuang menghasilkan devisa bagi negara dan bangsa," kata Amri.
Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Amri Piliang menyayangkan usulan dari Kepala BP2MI Beny Rhamdani kepada Teto (Kamar Dagang) Taiwan melalui Surat Nomor: B.696/KA/PB.01.01/VII/2022 tanggal 21 Juli 2022. BP2MI mengajukan usulan Surat Pernyataan Biaya Penempatan (SPBP) yang membebankan seluruh biaya penempatan kepada Pekerja Migran Indonesia.
Direktur Penempatan Kemenaker Rendra mengatakan pokok bahasan dalam Join Task Force antara BP2MI bersama Teto Taiwan ini sebenarnya menyangkut tiga hal. Pertama tentang kenaikan gaji, kedua penghapusan fee agency dan ketiga soal implementasi Perka BP2MI Nomor 09 Tahun 2020.
Poin ketiga ini diserahkan sepenuhnya kepada kepala BP2MI yang menerbitkan Perka BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang tidak berlakunya cost structure untuk penempatan ke Taiwan.
Rendra menyatakan Kemenaker mengeluarkan Surat Dirjen Nomor: B-3/2900/PK.02.03/VII/2022 tanggal 15 Juli 2022. Surat yang ditandatangani oleh Dirjen Binapenta ini menyatakan BP2MI bersama Binapenta sepakat untuk mengacu kepada Cost Structure lama sesuai Kepdirjen Nomor 153/PPTK/VI/2009 berdasarkan UU Nomor 39 tahun 2004.
Amri Piliang menyesalkan keluarnya surat tersebut. Karena seharusnya semua usulan harus berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2017. Menurut Amri, seharusnya poin yang di bahas adalah revisi Perka BP2MI Nomor 09 Tahun 2020 tentang 14 Komponen Biaya Penempatan, Komponen Biaya Pelatihan dan Sertifikasi, serta Komponen Biaya Jatidiri.
"Ini malah secara diam-diam BP2MI bersurat langsung kepada Teto mewakili pemerintah dengan usulan pembebanan biaya penempatan kepada PMI dengan lampiran Surat Pernyataan Biaya dan Gaji (SPBG) yang disodorkan pihak Taiwan sebelumnya," kata Amri.
Secara etika menurut Amri, seharusnya surat-surat tersebut seharusnya ditujukan kepada Kemenaker sebagai perwakilan pemerintah. "Bukan langsung kepada Teto Taiwan. Apalagi Indonesia menganut prinsip one policy dengan Pemerintah Tiongkok dan bukan kepada Taiwan," katanya.
Amri melanjutkan bahwa keputusan yang diambil oleh Kepala BP2MI Beny Rhamdani tentang usulan Surat Pernyataan Pembebanan Biaya Penempatan bagi PMI sangat bertentangan dengan semangat Pasal 30 UU Nomor 18 Tahun 2017 yang berbunyi: “Dilarang Membebankan Biaya Penempatan Kepada Pekerja Migran Indonesia”
"Dan ini perlu menjadi catatan bagi Komisi IX DPR RI agar kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang harus dibatalkan sebagaimana yang telah diputuskan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 8 Juli 2022 lalu," jelasnya.
Saat RDP yang hadir adalah Kemnaker, BP2MI dan Assosiasi P3MI sebagai Pelaku Penempatan. "Ini akan merugikan bangsa kita sendiri khususnya para Pahlawan Devisa yang turut berjuang menghasilkan devisa bagi negara dan bangsa," kata Amri.
(kri)
tulis komentar anda