Perihal Anak PC: Perspektif Moral
Senin, 12 September 2022 - 09:11 WIB
Ketiga, korban pembunuhan adalah Joshua yang notabene anak dari seorang ibu juga. Keempat, ada pendapat bahwa anak dijadikan alasan sehingga memicu derajat keterlibatan perempuan dalam kriminalitas.
Konteks Pertama
Soal diskriminasi, itu faktum sosial yang dilihat dan dirasakan sebagian orang, termasuk sejumlah ibu beranak yang menjadi terpidana. Itu harus dikutuk.
Lantas, bagaimana dengan PC? Dalam filsafat moral, kaum moralis yang menganut paham absolustime moral menghendakkan pemisah yang tegas dan keras antara ‘yang benar’ dan ‘yang salah’.
Tidak boleh ada kompromi—apalagi membenarkan ‘yang salah’ demi keuntungan yang lebih besar seperti logika kaum utilitarian! Kaum moralis yang menganut relativisme moral menghendaki kontekstualisasi tafsir moral atas suatu tindakan berdasarkan pertimbangan keadaan, implikasi, dan nilai gunanya.
Posisi moral saya soal ini begini; Diskriminasi harus dikutuk, tetapi faktum diskriminasi yang dialami ibu yang lain tidak bisa membatalkan keberpihakan moral terhadap anak dari PC. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa PC tidak boleh ditahan. Kita harus hati-hati menafsir kalimat ini!
Komnas Perlindungan Anak bertugas memikirkan hal itu, apa langkah tepat untuk melindungi anak PC tanpa merusak proses hukum terhadap ibunya. Keadilan harus ditegakkan, tetapi dengan mempertimbangkan selalu kesadaran kemanusiaan. Itulah sebabnya saya berpihak pada anak PC, tetapi bukan pada PC dan FS!
Keberpihakan itu murni karena menghendaki anak kecil tak berdosa itu terhindar dari luka yang berlapis: dibuli, lalu kehilangan perhatian dari orang dewasa dalam masa pertumbuhannya. Negara harus memikirkan pihak mana yang tepat untuk merawat anak PC tanpa merusak proses hukum terhadap ibunya.
Konteks Kedua
Kita bersyukur pada berita ini karena dengan ini masyarakat Indonesia menyadari adanya sengkarut hukum dalam kasus ibu yang memiliki bayi, disusul praktek diskriminasi dalam penanganannya.
Konteks Pertama
Soal diskriminasi, itu faktum sosial yang dilihat dan dirasakan sebagian orang, termasuk sejumlah ibu beranak yang menjadi terpidana. Itu harus dikutuk.
Lantas, bagaimana dengan PC? Dalam filsafat moral, kaum moralis yang menganut paham absolustime moral menghendakkan pemisah yang tegas dan keras antara ‘yang benar’ dan ‘yang salah’.
Tidak boleh ada kompromi—apalagi membenarkan ‘yang salah’ demi keuntungan yang lebih besar seperti logika kaum utilitarian! Kaum moralis yang menganut relativisme moral menghendaki kontekstualisasi tafsir moral atas suatu tindakan berdasarkan pertimbangan keadaan, implikasi, dan nilai gunanya.
Posisi moral saya soal ini begini; Diskriminasi harus dikutuk, tetapi faktum diskriminasi yang dialami ibu yang lain tidak bisa membatalkan keberpihakan moral terhadap anak dari PC. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa PC tidak boleh ditahan. Kita harus hati-hati menafsir kalimat ini!
Komnas Perlindungan Anak bertugas memikirkan hal itu, apa langkah tepat untuk melindungi anak PC tanpa merusak proses hukum terhadap ibunya. Keadilan harus ditegakkan, tetapi dengan mempertimbangkan selalu kesadaran kemanusiaan. Itulah sebabnya saya berpihak pada anak PC, tetapi bukan pada PC dan FS!
Keberpihakan itu murni karena menghendaki anak kecil tak berdosa itu terhindar dari luka yang berlapis: dibuli, lalu kehilangan perhatian dari orang dewasa dalam masa pertumbuhannya. Negara harus memikirkan pihak mana yang tepat untuk merawat anak PC tanpa merusak proses hukum terhadap ibunya.
Konteks Kedua
Kita bersyukur pada berita ini karena dengan ini masyarakat Indonesia menyadari adanya sengkarut hukum dalam kasus ibu yang memiliki bayi, disusul praktek diskriminasi dalam penanganannya.
tulis komentar anda