Perihal Anak PC: Perspektif Moral
Senin, 12 September 2022 - 09:11 WIB
Saya sendiri pun baru menyadari isu seperti ini ketika diundang oleh televisi membahas nasib anak PC. Jadi, tidak ada intensi untuk hanya membela anak PC, tetapi murni untuk membela anak-anak. Kebijaksanaan memang membutuhkan materialisasi yang praktis dan mudah dipahami.
Di situ saya merasa kurang ahli karena sulit membahasakan prinsip moral yang rumit ke dalam bahasa yang sederhana. Akibatnya, tafsir menjadi liar dan leluasa. Namun, sekali lagi, kita berterimakasih pada media massa yang kritis mendiskusikan isu penting macam ini.
Konteks Ketiga
Sebagian simpatisan berpikir, karena Ibunda Joshua sudah terluka, maka PC pun juga harus rela jauh dari anaknya dan perlu ditahan segera. Saya kira itu masuk akal.
Tetapi, kembali pada dilema moral, hukum akan sulit merumuskan tindakan dalam situasi macam ini. Itu sebabnya, saya katakan di awal, ini wilayah liabilitas Komnas Perlindungan Anak.
Mereka perlu berkoordinasi dengan penegak hukum sehingga perlindungan anak dan penegakan hukum terhadap ibunya berjalan bersamaan tanpa ada yang terobstruksi. Namun, secara moral, selama negara tidak menemukan adanya pihak ketiga yang mampu melindungi anak, maka tersangka diberi kelonggaran untuk bersamaan menjalani hukuman dan melindungi anaknya.
Bentuknya harus jelas, misalnya PC ditahan sambil diberi kelonggaran mengasuh anaknya. Ketika pihak ketiga sudah hadir, katakan Komnas PA, maka proses hukum terhadap ibu harus dipisah total dari urusan perlindungan anak.
Konteks Keempat
Potensi kejahatan di kalangan ibu meningkat karena adanya privilese hukum terhadap tersangka perempuan. Itu hipotesis yang masuk akal. Negara perlu mempertimbangkan kontingensi ini sebagai potensi masalah.
Namun, sekali lagi dalam perspektif moral, fakta dan hipotesis tak bisa membatalkan kemutlakan keberpihakan moral, dalam hal ini terhadap hak anak untuk dilindungi. Inti masalahnya adalah bagaimana negara memberikan perlindungan anak tanpa merusak proses hukum ibunya. Saya kira di situ saja letak persoalannya.
Di situ saya merasa kurang ahli karena sulit membahasakan prinsip moral yang rumit ke dalam bahasa yang sederhana. Akibatnya, tafsir menjadi liar dan leluasa. Namun, sekali lagi, kita berterimakasih pada media massa yang kritis mendiskusikan isu penting macam ini.
Konteks Ketiga
Sebagian simpatisan berpikir, karena Ibunda Joshua sudah terluka, maka PC pun juga harus rela jauh dari anaknya dan perlu ditahan segera. Saya kira itu masuk akal.
Tetapi, kembali pada dilema moral, hukum akan sulit merumuskan tindakan dalam situasi macam ini. Itu sebabnya, saya katakan di awal, ini wilayah liabilitas Komnas Perlindungan Anak.
Mereka perlu berkoordinasi dengan penegak hukum sehingga perlindungan anak dan penegakan hukum terhadap ibunya berjalan bersamaan tanpa ada yang terobstruksi. Namun, secara moral, selama negara tidak menemukan adanya pihak ketiga yang mampu melindungi anak, maka tersangka diberi kelonggaran untuk bersamaan menjalani hukuman dan melindungi anaknya.
Bentuknya harus jelas, misalnya PC ditahan sambil diberi kelonggaran mengasuh anaknya. Ketika pihak ketiga sudah hadir, katakan Komnas PA, maka proses hukum terhadap ibu harus dipisah total dari urusan perlindungan anak.
Konteks Keempat
Potensi kejahatan di kalangan ibu meningkat karena adanya privilese hukum terhadap tersangka perempuan. Itu hipotesis yang masuk akal. Negara perlu mempertimbangkan kontingensi ini sebagai potensi masalah.
Namun, sekali lagi dalam perspektif moral, fakta dan hipotesis tak bisa membatalkan kemutlakan keberpihakan moral, dalam hal ini terhadap hak anak untuk dilindungi. Inti masalahnya adalah bagaimana negara memberikan perlindungan anak tanpa merusak proses hukum ibunya. Saya kira di situ saja letak persoalannya.
tulis komentar anda