Kunker di Era Pandemi dan Gaya Komunikasi Mahfud MD
Rabu, 01 Juli 2020 - 14:59 WIB
“Rajin mencuci tangan, pakai masker, menghindari kerumunan adalah perilaku kehati-hatian yang mencerminkan ketakwaan agar manusia terhindar dari mafsadat,” kalimat itu meluncur dari mulut sang khatib disertai sejumlah dalil.
Mahfud rupanya tidak ingin terjebak oleh ruang, antara masjid dan gedung pemerintahan. Baginya, kehadiran Presiden untuk memberikan arahan di Gedung Grahadi adalah peristiwa penting bagi masyarakat Jawa Timur. Faktanya, hari itu untuk kesekian kalinya Jawa Timur menjadi pencetak kasus terbanyak Covid-19. Tak ada cara lain meredam agresifitas virus yang mengancam nyawa manusia itu, kecuali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Karena itu, pesan Presiden harus disampaikan berulang-ulang, termasuk di rumah-rumah ibadah. Tak perlu modal besar, karena yang dibutuhkan adalah pemahaman akan konteks, audiens, disertai gaya dan keterampilan komunikasi, seperti yang dilakonkan dengan baik oleh Menko Polhukam.
Di tengah kegiatannya yang padat siang itu, di kalangan pers Gedung Grahadi beredar berita yang berasal dari Pamekasan, daerah kelahiran sang menteri. Sebuah media online mewartakan beberapa warga Madura berinisiatif memperbaiki jalan menuju makam ayahanda Mahfud, di Desa Plakpak, Kabupaten Pamekasan. Rupanya, jadwal pak Menko untuk esok harinya bocor dan langsung direspons oleh penduduk di kampung halamannya.
Mahfud, menurut warga desa itu memang tidak pernah menghubungi pejabat di Madura bila hendak pulang kampung, kecuali bila kedatangannya memang untuk bertemu dengan Bupati atau pejabat setempat. Itu sebabnya, wargalah yang beramai-ramai membenahi jalan rusak menuju makam ayahandanya, bukan dinas pekerjaan umum setempat.
Yang ini bukan hanya soal gaya komunikasi, tapi juga pemahaman yang utuh tentang etika pejabat publik. Kehadiran Mahfud yang sunyi untuk sungkem ke ibunda dan ziarah ke makam ayahanda, seakan ingin mengirim pesan bahwa sang menteri tak ada bedanya dengan warga biasa, memiliki hak dan perlakuan yang sama dengan penduduk Pamekasan lainnya.
Ketulusan dan kesederhanaan Mahfud sedikit banyak terbaca dari respons publik pada akun instagramnya @mohmahfudmd, yang menunjukkan foto sang Menteri sedang mencium tangan ibundanya pada kunjungan yang tanpa seremoni itu.
Pemahaman yang utuh akan konteks, audiens, dan urgensi pesan, juga ditunjukkan Mahfud saat berbicara di depan para kepala daerah dan pelaksana serta pengawas Pilkada Serentak. Seperti sudah berbagi peran dengan Menteri Tito Karnavian, partnernya dalam sejumlah kunjungan kerja, Mahfud berbicara pada tataran substansi dan makna filosofis Pemilihan Kepala Daerah.
Walau judul pertemuan itu adalah koordinasi dan persiapan, Mahfud sadar betul bahwa Mendagri Tito akan dengan baik dan tuntas menjelaskan segala hal tentang persiapan dan pelaksanaan sehingga ia mengambil peran berbeda.
Saat tampil memberi arahan, publik seakan mendapatkan kuliah tiga semester tentang esensi dan bentuk Pemilu dari waktu ke waktu, serta pentingnya kepala daerah mengemban dengan baik amanah yang diberikan rakyat padanya. Pesan sederhananya, di balik perhatian yang besar atas berbagai perkara teknis seperti jumlah petugas dan TPS yang bertambah, alat pelindung diri yang harus disediakan, anggaran yang membengkak, “Tugas kepala daerah dan pelaksana Pilkada Serentak adalah menghasilkan Pemilu berkualitas, Pemilu yang bebas korupsi, dan Pemilu yang aman dari covid” ujar guru besar hukum tata negara itu menutup pidatonya.
Mahfud rupanya tidak ingin terjebak oleh ruang, antara masjid dan gedung pemerintahan. Baginya, kehadiran Presiden untuk memberikan arahan di Gedung Grahadi adalah peristiwa penting bagi masyarakat Jawa Timur. Faktanya, hari itu untuk kesekian kalinya Jawa Timur menjadi pencetak kasus terbanyak Covid-19. Tak ada cara lain meredam agresifitas virus yang mengancam nyawa manusia itu, kecuali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Karena itu, pesan Presiden harus disampaikan berulang-ulang, termasuk di rumah-rumah ibadah. Tak perlu modal besar, karena yang dibutuhkan adalah pemahaman akan konteks, audiens, disertai gaya dan keterampilan komunikasi, seperti yang dilakonkan dengan baik oleh Menko Polhukam.
Di tengah kegiatannya yang padat siang itu, di kalangan pers Gedung Grahadi beredar berita yang berasal dari Pamekasan, daerah kelahiran sang menteri. Sebuah media online mewartakan beberapa warga Madura berinisiatif memperbaiki jalan menuju makam ayahanda Mahfud, di Desa Plakpak, Kabupaten Pamekasan. Rupanya, jadwal pak Menko untuk esok harinya bocor dan langsung direspons oleh penduduk di kampung halamannya.
Mahfud, menurut warga desa itu memang tidak pernah menghubungi pejabat di Madura bila hendak pulang kampung, kecuali bila kedatangannya memang untuk bertemu dengan Bupati atau pejabat setempat. Itu sebabnya, wargalah yang beramai-ramai membenahi jalan rusak menuju makam ayahandanya, bukan dinas pekerjaan umum setempat.
Yang ini bukan hanya soal gaya komunikasi, tapi juga pemahaman yang utuh tentang etika pejabat publik. Kehadiran Mahfud yang sunyi untuk sungkem ke ibunda dan ziarah ke makam ayahanda, seakan ingin mengirim pesan bahwa sang menteri tak ada bedanya dengan warga biasa, memiliki hak dan perlakuan yang sama dengan penduduk Pamekasan lainnya.
Ketulusan dan kesederhanaan Mahfud sedikit banyak terbaca dari respons publik pada akun instagramnya @mohmahfudmd, yang menunjukkan foto sang Menteri sedang mencium tangan ibundanya pada kunjungan yang tanpa seremoni itu.
Pemahaman yang utuh akan konteks, audiens, dan urgensi pesan, juga ditunjukkan Mahfud saat berbicara di depan para kepala daerah dan pelaksana serta pengawas Pilkada Serentak. Seperti sudah berbagi peran dengan Menteri Tito Karnavian, partnernya dalam sejumlah kunjungan kerja, Mahfud berbicara pada tataran substansi dan makna filosofis Pemilihan Kepala Daerah.
Walau judul pertemuan itu adalah koordinasi dan persiapan, Mahfud sadar betul bahwa Mendagri Tito akan dengan baik dan tuntas menjelaskan segala hal tentang persiapan dan pelaksanaan sehingga ia mengambil peran berbeda.
Saat tampil memberi arahan, publik seakan mendapatkan kuliah tiga semester tentang esensi dan bentuk Pemilu dari waktu ke waktu, serta pentingnya kepala daerah mengemban dengan baik amanah yang diberikan rakyat padanya. Pesan sederhananya, di balik perhatian yang besar atas berbagai perkara teknis seperti jumlah petugas dan TPS yang bertambah, alat pelindung diri yang harus disediakan, anggaran yang membengkak, “Tugas kepala daerah dan pelaksana Pilkada Serentak adalah menghasilkan Pemilu berkualitas, Pemilu yang bebas korupsi, dan Pemilu yang aman dari covid” ujar guru besar hukum tata negara itu menutup pidatonya.
tulis komentar anda