Kunker di Era Pandemi dan Gaya Komunikasi Mahfud MD
loading...
A
A
A
Abi Mahardika
Pemerhati Komunikasi Publik
HARI Kamis hingga Sabtu di pekan terakhir bulan Juni, publik Jawa Timur menyaksikan kehadiran Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, khususnya di kota Surabaya, Banyuwangi, dan Pulau Madura. Ini kunjungan kerja (Kunker) keempat Mahfud MD di masa pandemi covid-19, setelah sebelumnya ke Motaain (NTT) dan Yogyakarta (DIY) pada pertengahan Juni, serta Kepulauan Anambas (Kepri) di awal Juni.
Hari pertama di Jawa Timur, Mahfud mendampingi Presiden Jokowi pada rapat penanganan Covid-19 dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi. Bersama Presiden, Menko Polhukam terbang ke Banyuwangi untuk persiapan tatanan normal baru di bidang pariwisata.
Usai rapat koordinasi dengan Gugus Tugas di rumah dinas Bupati pada malam hari, Mahfud MD kembali ke Surabaya. Pagi hari memimpin rapat koordinasi penanganan Covid-19 dengan para kepala daerah, siangnya membahas persiapan Pilkada Serentak di era pandemi dengan audiens berbeda.
Di Surabaya siang itu, Menko Mahfud bersama Mendagri Tito Karnavian dan rombongan tak perlu jauh-jauh mencari masjid guna menunaikan salat Jumat. Di kompleks perkantoran Grahadi rupanya berdiri sebuah masjid megah.
“Pak Menko salat Jumat di sini saja, sambil berbagi tausiyah kepada para jamaah” pesan Gubernur Khofifah kepada sahabatnya sesama Nahdliyin itu. D
Dengan masker yang tetap menempel di wajah, alumnus pondok pesantren Al Mardliyah Pamekasan itu berdiri di mimbar Jumat Masjid Baitul Hamdi.
Alih-alih bertausiyah tentang amal ibadah, perkara surga dan neraka, sang khatib mengajak kaum muslimin untuk terus menerus mematuhi protokol kesehatan. Mengutip dialog antara dua sahabat Nabi, Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab, Mahfud memaknai takwa atau ketakwaan dengan kehati-hatian (penuh perhitungan) agar manusia terhindar dari paparan Covid-19.
“Rajin mencuci tangan, pakai masker, menghindari kerumunan adalah perilaku kehati-hatian yang mencerminkan ketakwaan agar manusia terhindar dari mafsadat,” kalimat itu meluncur dari mulut sang khatib disertai sejumlah dalil.
Mahfud rupanya tidak ingin terjebak oleh ruang, antara masjid dan gedung pemerintahan. Baginya, kehadiran Presiden untuk memberikan arahan di Gedung Grahadi adalah peristiwa penting bagi masyarakat Jawa Timur. Faktanya, hari itu untuk kesekian kalinya Jawa Timur menjadi pencetak kasus terbanyak Covid-19. Tak ada cara lain meredam agresifitas virus yang mengancam nyawa manusia itu, kecuali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Karena itu, pesan Presiden harus disampaikan berulang-ulang, termasuk di rumah-rumah ibadah. Tak perlu modal besar, karena yang dibutuhkan adalah pemahaman akan konteks, audiens, disertai gaya dan keterampilan komunikasi, seperti yang dilakonkan dengan baik oleh Menko Polhukam.
Di tengah kegiatannya yang padat siang itu, di kalangan pers Gedung Grahadi beredar berita yang berasal dari Pamekasan, daerah kelahiran sang menteri. Sebuah media online mewartakan beberapa warga Madura berinisiatif memperbaiki jalan menuju makam ayahanda Mahfud, di Desa Plakpak, Kabupaten Pamekasan. Rupanya, jadwal pak Menko untuk esok harinya bocor dan langsung direspons oleh penduduk di kampung halamannya.
Mahfud, menurut warga desa itu memang tidak pernah menghubungi pejabat di Madura bila hendak pulang kampung, kecuali bila kedatangannya memang untuk bertemu dengan Bupati atau pejabat setempat. Itu sebabnya, wargalah yang beramai-ramai membenahi jalan rusak menuju makam ayahandanya, bukan dinas pekerjaan umum setempat.
Yang ini bukan hanya soal gaya komunikasi, tapi juga pemahaman yang utuh tentang etika pejabat publik. Kehadiran Mahfud yang sunyi untuk sungkem ke ibunda dan ziarah ke makam ayahanda, seakan ingin mengirim pesan bahwa sang menteri tak ada bedanya dengan warga biasa, memiliki hak dan perlakuan yang sama dengan penduduk Pamekasan lainnya.
Ketulusan dan kesederhanaan Mahfud sedikit banyak terbaca dari respons publik pada akun instagramnya @mohmahfudmd, yang menunjukkan foto sang Menteri sedang mencium tangan ibundanya pada kunjungan yang tanpa seremoni itu.
Pemahaman yang utuh akan konteks, audiens, dan urgensi pesan, juga ditunjukkan Mahfud saat berbicara di depan para kepala daerah dan pelaksana serta pengawas Pilkada Serentak. Seperti sudah berbagi peran dengan Menteri Tito Karnavian, partnernya dalam sejumlah kunjungan kerja, Mahfud berbicara pada tataran substansi dan makna filosofis Pemilihan Kepala Daerah.
Walau judul pertemuan itu adalah koordinasi dan persiapan, Mahfud sadar betul bahwa Mendagri Tito akan dengan baik dan tuntas menjelaskan segala hal tentang persiapan dan pelaksanaan sehingga ia mengambil peran berbeda.
Saat tampil memberi arahan, publik seakan mendapatkan kuliah tiga semester tentang esensi dan bentuk Pemilu dari waktu ke waktu, serta pentingnya kepala daerah mengemban dengan baik amanah yang diberikan rakyat padanya. Pesan sederhananya, di balik perhatian yang besar atas berbagai perkara teknis seperti jumlah petugas dan TPS yang bertambah, alat pelindung diri yang harus disediakan, anggaran yang membengkak, “Tugas kepala daerah dan pelaksana Pilkada Serentak adalah menghasilkan Pemilu berkualitas, Pemilu yang bebas korupsi, dan Pemilu yang aman dari covid” ujar guru besar hukum tata negara itu menutup pidatonya.
Pertemuan dengan para ulama Bassra (Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura) di Bangkalan menjadi momen kunjungan kerja terakhir. Di pendopo kabupaten, Menko Polhukam dengan sabar mendengarkan masukan para kiai terhadap RUU Haluan Idelologi Pancasila sambil memberikan penjelasan tentang sikap pemerintah. Para kiai memuji langkah pemerintah yang menunda pembahasan, meski pada umumnya menuntut agar DPR dan pemerintah berhenti membahas RUU tersebut.
Di sini, Mahfud kembali memberi pelajaran penting kepada audiens tentang gaya dan kesederhanaan dalam berkomunikasi tatkala ia pamit di akhir acara.
“Terima kasih bapak-bapak kiai semua, terima kasih Ibu Gubernur, Bapak Pangdam, Bapak Kapolda dan Pak Bupati. Saya mohon pamit, mohon tidak usah mengantar saya ke bandara. Saya paham kita semua sedang sibuk dengan tugas masing-masing terkait Covid. Saya tahu jalan ke bandara sehingga mohon untuk tidak usah diantar” ujar Mahfud yang kontan direspons oleh Irjen Pol Fadil Imran dengan dua tangan di depan dada mirip salam namaste, sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan Kapolda pada sang Menko.
Pemerhati Komunikasi Publik
HARI Kamis hingga Sabtu di pekan terakhir bulan Juni, publik Jawa Timur menyaksikan kehadiran Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, khususnya di kota Surabaya, Banyuwangi, dan Pulau Madura. Ini kunjungan kerja (Kunker) keempat Mahfud MD di masa pandemi covid-19, setelah sebelumnya ke Motaain (NTT) dan Yogyakarta (DIY) pada pertengahan Juni, serta Kepulauan Anambas (Kepri) di awal Juni.
Hari pertama di Jawa Timur, Mahfud mendampingi Presiden Jokowi pada rapat penanganan Covid-19 dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi. Bersama Presiden, Menko Polhukam terbang ke Banyuwangi untuk persiapan tatanan normal baru di bidang pariwisata.
Usai rapat koordinasi dengan Gugus Tugas di rumah dinas Bupati pada malam hari, Mahfud MD kembali ke Surabaya. Pagi hari memimpin rapat koordinasi penanganan Covid-19 dengan para kepala daerah, siangnya membahas persiapan Pilkada Serentak di era pandemi dengan audiens berbeda.
Di Surabaya siang itu, Menko Mahfud bersama Mendagri Tito Karnavian dan rombongan tak perlu jauh-jauh mencari masjid guna menunaikan salat Jumat. Di kompleks perkantoran Grahadi rupanya berdiri sebuah masjid megah.
“Pak Menko salat Jumat di sini saja, sambil berbagi tausiyah kepada para jamaah” pesan Gubernur Khofifah kepada sahabatnya sesama Nahdliyin itu. D
Dengan masker yang tetap menempel di wajah, alumnus pondok pesantren Al Mardliyah Pamekasan itu berdiri di mimbar Jumat Masjid Baitul Hamdi.
Alih-alih bertausiyah tentang amal ibadah, perkara surga dan neraka, sang khatib mengajak kaum muslimin untuk terus menerus mematuhi protokol kesehatan. Mengutip dialog antara dua sahabat Nabi, Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab, Mahfud memaknai takwa atau ketakwaan dengan kehati-hatian (penuh perhitungan) agar manusia terhindar dari paparan Covid-19.
“Rajin mencuci tangan, pakai masker, menghindari kerumunan adalah perilaku kehati-hatian yang mencerminkan ketakwaan agar manusia terhindar dari mafsadat,” kalimat itu meluncur dari mulut sang khatib disertai sejumlah dalil.
Mahfud rupanya tidak ingin terjebak oleh ruang, antara masjid dan gedung pemerintahan. Baginya, kehadiran Presiden untuk memberikan arahan di Gedung Grahadi adalah peristiwa penting bagi masyarakat Jawa Timur. Faktanya, hari itu untuk kesekian kalinya Jawa Timur menjadi pencetak kasus terbanyak Covid-19. Tak ada cara lain meredam agresifitas virus yang mengancam nyawa manusia itu, kecuali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Karena itu, pesan Presiden harus disampaikan berulang-ulang, termasuk di rumah-rumah ibadah. Tak perlu modal besar, karena yang dibutuhkan adalah pemahaman akan konteks, audiens, disertai gaya dan keterampilan komunikasi, seperti yang dilakonkan dengan baik oleh Menko Polhukam.
Di tengah kegiatannya yang padat siang itu, di kalangan pers Gedung Grahadi beredar berita yang berasal dari Pamekasan, daerah kelahiran sang menteri. Sebuah media online mewartakan beberapa warga Madura berinisiatif memperbaiki jalan menuju makam ayahanda Mahfud, di Desa Plakpak, Kabupaten Pamekasan. Rupanya, jadwal pak Menko untuk esok harinya bocor dan langsung direspons oleh penduduk di kampung halamannya.
Mahfud, menurut warga desa itu memang tidak pernah menghubungi pejabat di Madura bila hendak pulang kampung, kecuali bila kedatangannya memang untuk bertemu dengan Bupati atau pejabat setempat. Itu sebabnya, wargalah yang beramai-ramai membenahi jalan rusak menuju makam ayahandanya, bukan dinas pekerjaan umum setempat.
Yang ini bukan hanya soal gaya komunikasi, tapi juga pemahaman yang utuh tentang etika pejabat publik. Kehadiran Mahfud yang sunyi untuk sungkem ke ibunda dan ziarah ke makam ayahanda, seakan ingin mengirim pesan bahwa sang menteri tak ada bedanya dengan warga biasa, memiliki hak dan perlakuan yang sama dengan penduduk Pamekasan lainnya.
Ketulusan dan kesederhanaan Mahfud sedikit banyak terbaca dari respons publik pada akun instagramnya @mohmahfudmd, yang menunjukkan foto sang Menteri sedang mencium tangan ibundanya pada kunjungan yang tanpa seremoni itu.
Pemahaman yang utuh akan konteks, audiens, dan urgensi pesan, juga ditunjukkan Mahfud saat berbicara di depan para kepala daerah dan pelaksana serta pengawas Pilkada Serentak. Seperti sudah berbagi peran dengan Menteri Tito Karnavian, partnernya dalam sejumlah kunjungan kerja, Mahfud berbicara pada tataran substansi dan makna filosofis Pemilihan Kepala Daerah.
Walau judul pertemuan itu adalah koordinasi dan persiapan, Mahfud sadar betul bahwa Mendagri Tito akan dengan baik dan tuntas menjelaskan segala hal tentang persiapan dan pelaksanaan sehingga ia mengambil peran berbeda.
Saat tampil memberi arahan, publik seakan mendapatkan kuliah tiga semester tentang esensi dan bentuk Pemilu dari waktu ke waktu, serta pentingnya kepala daerah mengemban dengan baik amanah yang diberikan rakyat padanya. Pesan sederhananya, di balik perhatian yang besar atas berbagai perkara teknis seperti jumlah petugas dan TPS yang bertambah, alat pelindung diri yang harus disediakan, anggaran yang membengkak, “Tugas kepala daerah dan pelaksana Pilkada Serentak adalah menghasilkan Pemilu berkualitas, Pemilu yang bebas korupsi, dan Pemilu yang aman dari covid” ujar guru besar hukum tata negara itu menutup pidatonya.
Pertemuan dengan para ulama Bassra (Badan Silaturrahmi Ulama Pesantren Madura) di Bangkalan menjadi momen kunjungan kerja terakhir. Di pendopo kabupaten, Menko Polhukam dengan sabar mendengarkan masukan para kiai terhadap RUU Haluan Idelologi Pancasila sambil memberikan penjelasan tentang sikap pemerintah. Para kiai memuji langkah pemerintah yang menunda pembahasan, meski pada umumnya menuntut agar DPR dan pemerintah berhenti membahas RUU tersebut.
Di sini, Mahfud kembali memberi pelajaran penting kepada audiens tentang gaya dan kesederhanaan dalam berkomunikasi tatkala ia pamit di akhir acara.
“Terima kasih bapak-bapak kiai semua, terima kasih Ibu Gubernur, Bapak Pangdam, Bapak Kapolda dan Pak Bupati. Saya mohon pamit, mohon tidak usah mengantar saya ke bandara. Saya paham kita semua sedang sibuk dengan tugas masing-masing terkait Covid. Saya tahu jalan ke bandara sehingga mohon untuk tidak usah diantar” ujar Mahfud yang kontan direspons oleh Irjen Pol Fadil Imran dengan dua tangan di depan dada mirip salam namaste, sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan Kapolda pada sang Menko.
(dam)