Di Balik Penghargaan IRRI
Selasa, 23 Agustus 2022 - 13:52 WIB
Pada periode 2016-2017 harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.619/kg, merosot jadi Rp 4.589/kg periode Januari 2021 hingga April 2022. Pertumbuhan harga GKP bulanan menjadi negatif 0,48%. Bandingkan dengan pertumbuhan bulanan harga GKP periode 2011-2015, yang positif 0,69% (Sawit, 2022).
Nasib serupa terjadi pada penggilingan padi. Harga beras di konsumen terus tertekan. Harga beras hampir tidak bergerak naik dua tahun terakhir, baik beras kualitas medium maupun premium. Pertumbuhan harga beras medium bulanan juga minus 0,63%. Perdagangan beras lunglai, karena perbedaan harga antarmusim dan antarwilayah hampir tidak terjadi.
Tingkat stabilisasi harga beras yang diukur dengan coefficient of variation sangat rendah, hanya 1,2% periode Januari 2021 hingga April 2022. Sedangkan periode 2016-2017 mencapai 4,4% (Sawit, 2022). Secara keseluruhan, konsumen diuntungkan. Tapi beban yang ditanggung petani dan penggilingan padi amat besar dan memberatkan.
Bagi mereka yang menggunakan “kaca mata kuda”, harga gabah dan beras stabil adalah prestasi membanggakan bagi pemerintah. Stabilnya pasokan dan harga membuat inflasi yang disulut oleh beras akan rendah. Tapi pandangan ini amat bias kepentingan konsumen dan abai kepentingan produsen.
Tentu ini tak adil. Jika dikaitkan dengan luas panen padi yang menurun sebesar 245.454 ha pada 2021, tentu patut bertanya: Apakah mereka kecewa lalu tak lagi menanam padi? Inilah saatnya me-review semua kebijakan perberasan. Tujuannya untuk mempertemukan kepentingan semua pihak secara adil.
Baca Juga: koran-sindo.com
Nasib serupa terjadi pada penggilingan padi. Harga beras di konsumen terus tertekan. Harga beras hampir tidak bergerak naik dua tahun terakhir, baik beras kualitas medium maupun premium. Pertumbuhan harga beras medium bulanan juga minus 0,63%. Perdagangan beras lunglai, karena perbedaan harga antarmusim dan antarwilayah hampir tidak terjadi.
Tingkat stabilisasi harga beras yang diukur dengan coefficient of variation sangat rendah, hanya 1,2% periode Januari 2021 hingga April 2022. Sedangkan periode 2016-2017 mencapai 4,4% (Sawit, 2022). Secara keseluruhan, konsumen diuntungkan. Tapi beban yang ditanggung petani dan penggilingan padi amat besar dan memberatkan.
Bagi mereka yang menggunakan “kaca mata kuda”, harga gabah dan beras stabil adalah prestasi membanggakan bagi pemerintah. Stabilnya pasokan dan harga membuat inflasi yang disulut oleh beras akan rendah. Tapi pandangan ini amat bias kepentingan konsumen dan abai kepentingan produsen.
Tentu ini tak adil. Jika dikaitkan dengan luas panen padi yang menurun sebesar 245.454 ha pada 2021, tentu patut bertanya: Apakah mereka kecewa lalu tak lagi menanam padi? Inilah saatnya me-review semua kebijakan perberasan. Tujuannya untuk mempertemukan kepentingan semua pihak secara adil.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
tulis komentar anda