Benarkah Desentralisasi Solusi Atasi Ketimpangan di Daerah?
Senin, 22 Agustus 2022 - 09:30 WIB
Kualitas Belanja Daerah
Desentralisasisecara mutlak membawa pelimpahan hampir seluruh urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah kecuali urusan hukum peradilan, pertahanan dan keamanan, agama, moneter, dan kebijakan luar negeri. Sehingga, kondisi tersebut memberikan konsekuensi terhadap perubahan sistem fiskal, di mana kebutuhan fiskal daerah menjadi lebih tinggi.
Sedangkan kapasitas fiskal daerah relatif tidak mengalami perubahan signifikan, kecuali daerah yang memiliki basis sumber daya alam yang melimpah. Demi menutup celah fiskal di daerah maka pemerintah pusat memberikan dana perimbangan kepada daerah, berupa DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), DBH (Dana Bagi Hasil) maupun DD (Dana Desa).
Selama dua dekade, jumlah dana transfer meningkat signifikan dari Rp81,05 triliun (2001) menjadi Rp812,97 triliun (2019) dan sedikit menurun menjadi Rp762,54 triliiun (2020) karena dampak pandemi. Peningkatan dana transfer merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di daerah dalam kerangka negara kesatuan. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Dalam rentang waktu 2010-2020, alokasi TKDD dalam APBN selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selama 10 tahun terakhir, proporsi TKDD terhadap Belanja Negara rata-rata sebesar 33,4%, dengan porsi terhadap PDB sebesar rata-rata 5,5%.
Idealnya, peningkatan dana transfer yang diberikan pemerintah pusat pada pemerintah daerah mampu berperan penting sebagai pendorong perekonomian.
Sayangnya, permasalahan pembangunan yang kini terjadi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kualitas belanja pemerintah daerah yang hingga kini belum banyak dialokasikan pada belanja yang sifatnya produktif.
Seperti untuk belanja infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi, pasar) dan belanja produktif lainnya yang dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Mayoritas belanja pemerintah daerah saat ini masih didominasi oleh belanja pegawai. Bahkan, persentase belanja modal terhadap total belanja di sejumlah daerah masih relatif kecil, kurang lebih 15%.
Hasilpenelitian yang dilakukan pada 33 provinsi pada kurun waktu 2008-2020menunjukkan bahwabeberapa variabel fiskal yang berpengaruh terhadap capaian pembangunan daerah adalah besaran PAD pada belanja daerah, besaran belanja pendidikan dan besaran belanja kesehatan.Oleh sebab itu, alokasi dan sasaran yang tepat dari belanja daerah akanmengakselerasipertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas layanan publik, dan mempermudah aksesibilitas layanan publik bagi masyarakat.
Urgensi Aktualisasi UU HKPD
Desentralisasisecara mutlak membawa pelimpahan hampir seluruh urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah kecuali urusan hukum peradilan, pertahanan dan keamanan, agama, moneter, dan kebijakan luar negeri. Sehingga, kondisi tersebut memberikan konsekuensi terhadap perubahan sistem fiskal, di mana kebutuhan fiskal daerah menjadi lebih tinggi.
Sedangkan kapasitas fiskal daerah relatif tidak mengalami perubahan signifikan, kecuali daerah yang memiliki basis sumber daya alam yang melimpah. Demi menutup celah fiskal di daerah maka pemerintah pusat memberikan dana perimbangan kepada daerah, berupa DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), DBH (Dana Bagi Hasil) maupun DD (Dana Desa).
Selama dua dekade, jumlah dana transfer meningkat signifikan dari Rp81,05 triliun (2001) menjadi Rp812,97 triliun (2019) dan sedikit menurun menjadi Rp762,54 triliiun (2020) karena dampak pandemi. Peningkatan dana transfer merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di daerah dalam kerangka negara kesatuan. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Dalam rentang waktu 2010-2020, alokasi TKDD dalam APBN selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selama 10 tahun terakhir, proporsi TKDD terhadap Belanja Negara rata-rata sebesar 33,4%, dengan porsi terhadap PDB sebesar rata-rata 5,5%.
Idealnya, peningkatan dana transfer yang diberikan pemerintah pusat pada pemerintah daerah mampu berperan penting sebagai pendorong perekonomian.
Sayangnya, permasalahan pembangunan yang kini terjadi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kualitas belanja pemerintah daerah yang hingga kini belum banyak dialokasikan pada belanja yang sifatnya produktif.
Seperti untuk belanja infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi, pasar) dan belanja produktif lainnya yang dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Mayoritas belanja pemerintah daerah saat ini masih didominasi oleh belanja pegawai. Bahkan, persentase belanja modal terhadap total belanja di sejumlah daerah masih relatif kecil, kurang lebih 15%.
Hasilpenelitian yang dilakukan pada 33 provinsi pada kurun waktu 2008-2020menunjukkan bahwabeberapa variabel fiskal yang berpengaruh terhadap capaian pembangunan daerah adalah besaran PAD pada belanja daerah, besaran belanja pendidikan dan besaran belanja kesehatan.Oleh sebab itu, alokasi dan sasaran yang tepat dari belanja daerah akanmengakselerasipertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas layanan publik, dan mempermudah aksesibilitas layanan publik bagi masyarakat.
Urgensi Aktualisasi UU HKPD
tulis komentar anda