Organisasi Profesi dan Fenomena 'Less is More'
Selasa, 09 Agustus 2022 - 17:36 WIB
Kondisi ini sangat mungkin terjadi. Enggak usah jauh-jauh; saat ini saja IDI dengan tegas menyatakan tindakan cuci otak tidak dapat diterima, sementara sebuah organisasi pseudo-IDI menyatakan dapat menerima. Jelas ini standing position yang berbeda 180 derajat. Perbedaan pandangan antarorganisasi ini dapat berimbas pada persoalan-persoalan krusial, misalnya kelegalan aborsi dan ganja, kerja sama dokter dengan perusahaan farmasi atau izin praktik-praktek pseudo-sains. Setiap organisasi bisa saja memiliki opini berbeda; sebagian dokter setuju, sebagian menolak. Muncullah kebingungan publik; masyarakatpun gaduh.
Ketiga, isu representasi. Bila terdapat multi-organisasi dalam satu profesi, lantas organisasi mana yang harus menjadi representasi saat event formal? Siapa yang diberi wewenang mewakili kegiatan lobi dengan pemerintah atau stakeholders lain? Saat ini saja, di tengah wacana pembuatan UU Pendidikan Kedokteran dan Praktik kedokteran sejumlah kumpulan sudah grasu-grusu melakukan audiens dengan lembaga pemerintah sambil menisbahkan dirinya sebagai wakil organisasi profesi. Padahal boleh jadi mereka tidak mewakili profesi dan hanya mewakili kepentingan sendiri. Standing position internasional juga terpengaruh.
Lembaga internasional akan bingung harus berkiblat ke mana. Misalnya, saat untuk pengakuan kegiatan akreditasi pendidikan berkelanjutan di Indonesia atau lobi internasional. Multi-organisasi suatu profesi dianggap tidak relevan dan membingunkan. Makanya, World Medical Association baru-baru mempertegas bahwa mereka hanya mengakui satu organisasi profesi tiap negara. Mereka tidak mau tenggelam dalam kebingunan irelevan.
Intinya, per saat ini, multi-organisasi suatu profesi hanya menghasilkan lebih banyak mudharat dari manfaat. Fenomena multi-organisasi bukan hanya akan menggerus standar, nilai dan etika profesi tetapi juga menginduksi degradasi kualitas dan kuantitas pelayanan profesional. Insan profesi akan terpecah dan terfriksi. Ujung-ujungnya, lembaga pemerintah akan mendapat image negatif; mereka dianggap pemicu pemecahan profesi. Memang untuk organisasi profesi, adagium demokrasi umum tidak berlaku; bahwa semakin banyak organisasi semakin baik. Justru ambien sebaliknya yang terjadi; semakin sedikit organisasi profesi semakin baik.
Semakin tunggal perkumpulan profesi semakin baik. Organisasi profesi tidak perlu banyak-banyak. Semua kepentingan anggota organisasi seharusnya bisa dituntaskan lewat musyawarah dan kebersamaan dalam satu organisasi, tentunya dengan spirit inklusifme, kolaborasi dan win-win solution. Kasarnya, dalam ambien organisasi profesi berlaku fenomena : less is more. Jumlah yang sedikit justru lebih baik dan bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar dan efektif.
Baca Juga: koran-sindo.com
Ketiga, isu representasi. Bila terdapat multi-organisasi dalam satu profesi, lantas organisasi mana yang harus menjadi representasi saat event formal? Siapa yang diberi wewenang mewakili kegiatan lobi dengan pemerintah atau stakeholders lain? Saat ini saja, di tengah wacana pembuatan UU Pendidikan Kedokteran dan Praktik kedokteran sejumlah kumpulan sudah grasu-grusu melakukan audiens dengan lembaga pemerintah sambil menisbahkan dirinya sebagai wakil organisasi profesi. Padahal boleh jadi mereka tidak mewakili profesi dan hanya mewakili kepentingan sendiri. Standing position internasional juga terpengaruh.
Lembaga internasional akan bingung harus berkiblat ke mana. Misalnya, saat untuk pengakuan kegiatan akreditasi pendidikan berkelanjutan di Indonesia atau lobi internasional. Multi-organisasi suatu profesi dianggap tidak relevan dan membingunkan. Makanya, World Medical Association baru-baru mempertegas bahwa mereka hanya mengakui satu organisasi profesi tiap negara. Mereka tidak mau tenggelam dalam kebingunan irelevan.
Intinya, per saat ini, multi-organisasi suatu profesi hanya menghasilkan lebih banyak mudharat dari manfaat. Fenomena multi-organisasi bukan hanya akan menggerus standar, nilai dan etika profesi tetapi juga menginduksi degradasi kualitas dan kuantitas pelayanan profesional. Insan profesi akan terpecah dan terfriksi. Ujung-ujungnya, lembaga pemerintah akan mendapat image negatif; mereka dianggap pemicu pemecahan profesi. Memang untuk organisasi profesi, adagium demokrasi umum tidak berlaku; bahwa semakin banyak organisasi semakin baik. Justru ambien sebaliknya yang terjadi; semakin sedikit organisasi profesi semakin baik.
Semakin tunggal perkumpulan profesi semakin baik. Organisasi profesi tidak perlu banyak-banyak. Semua kepentingan anggota organisasi seharusnya bisa dituntaskan lewat musyawarah dan kebersamaan dalam satu organisasi, tentunya dengan spirit inklusifme, kolaborasi dan win-win solution. Kasarnya, dalam ambien organisasi profesi berlaku fenomena : less is more. Jumlah yang sedikit justru lebih baik dan bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar dan efektif.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
tulis komentar anda