Langkah Menuju Transformasi Ekonomi Hijau
Senin, 01 Agustus 2022 - 07:57 WIB
Estimasi tersebut mencakup semua kegiatan produksi makanan, mulai dari pertanian, energi yang digunakan, produksi bahan kimia dan mineral, penggunaan lahan dan alih fungsi lahan dan hutan, hingga sampah yang dihasilkan dalam proses produksi bahan makanan, sekaligus emisi GRK dari distribusi bahan makanan tersebut.
Emisi GRK dari makanan akan terus meningkat seiring meningkatnya populasi manusia. Sebagian besar sumber energi listrik dunia masih bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil mulai dari batu bara, minyak, dan gas. Seiring dengan peningkatan populasi, kebutuhan energi listrik diprediksi terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor ini juga terus meningkat.
Padahal, sektor konsumsi listrik saat ini telah menyumbang hampir dua pertiga dari pertumbuhan emisi CO2. Bahkan, pada tahun 2018, emisi CO2 dari energi meningkat sebesar 1,7% dan menjadi kenaikan emisi CO2 dari sektor energi tertinggi dalam sejarah, yaitu mencapai 33,1 Gt CO2 setara dengan 44 kali emisi negara Jerman.
Penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik saja telah melampaui 10 Gt CO2, sebagian besar di Asia termasuk Indonesia. Sama seperti makanan, produksi pakaian juga menghasilkan emisi GRK dalam setiap tahapan produksinya, mulai dari ekstraksi bahan baku, pembuatan pakaian, hingga penjualan pakaian tersebut.
Industri pakaian bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global tahunan, atau setara dengan gabungan semua penerbangan internasional dan pelayaran laut per tahun. Dengan laju pembelian pakaian saat ini, emisi GRK dari industri pakaian dapat melonjak menjadi 50% pada tahun 2030.
Nol Emisi
Pembangunan rendah karbon merupakan salah satu strategi transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan, Pembangunan rendah karbon juga menjadi tulang punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia maju 2045 dan mencapai nol emisi pada 2060.
Transformasi ekonomi Indonesia menjadi ekonomi hijau merupakan salah satu strategi agar Indonesia dapat keluar dari “middle income trap”. Ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap menjaga kualitas lingkungan.
Pembangunan infrastruktur dan kegiatan industri tidak bisa dibendung untuk mewujudkan kesejahteraan. Akan tetapi, perlu berbagai inovasi untuk mereduksi berbagai dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Oleh sebab itu, langkah efisiensi dan konservasi energi di sektor industri mutlak harus dilakukan. Kementerian Perindustrian RI memperkirakan bahwa sektor industri mampu melakukan penghematan konsumsi energinya hingga 30%. Salah satu langkah efisiensi tersebut adalah melalui pengembangan industri hijau.
Emisi GRK dari makanan akan terus meningkat seiring meningkatnya populasi manusia. Sebagian besar sumber energi listrik dunia masih bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil mulai dari batu bara, minyak, dan gas. Seiring dengan peningkatan populasi, kebutuhan energi listrik diprediksi terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor ini juga terus meningkat.
Padahal, sektor konsumsi listrik saat ini telah menyumbang hampir dua pertiga dari pertumbuhan emisi CO2. Bahkan, pada tahun 2018, emisi CO2 dari energi meningkat sebesar 1,7% dan menjadi kenaikan emisi CO2 dari sektor energi tertinggi dalam sejarah, yaitu mencapai 33,1 Gt CO2 setara dengan 44 kali emisi negara Jerman.
Penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik saja telah melampaui 10 Gt CO2, sebagian besar di Asia termasuk Indonesia. Sama seperti makanan, produksi pakaian juga menghasilkan emisi GRK dalam setiap tahapan produksinya, mulai dari ekstraksi bahan baku, pembuatan pakaian, hingga penjualan pakaian tersebut.
Industri pakaian bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global tahunan, atau setara dengan gabungan semua penerbangan internasional dan pelayaran laut per tahun. Dengan laju pembelian pakaian saat ini, emisi GRK dari industri pakaian dapat melonjak menjadi 50% pada tahun 2030.
Nol Emisi
Pembangunan rendah karbon merupakan salah satu strategi transisi menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan, Pembangunan rendah karbon juga menjadi tulang punggung menuju ekonomi hijau untuk mencapai visi Indonesia maju 2045 dan mencapai nol emisi pada 2060.
Transformasi ekonomi Indonesia menjadi ekonomi hijau merupakan salah satu strategi agar Indonesia dapat keluar dari “middle income trap”. Ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap menjaga kualitas lingkungan.
Pembangunan infrastruktur dan kegiatan industri tidak bisa dibendung untuk mewujudkan kesejahteraan. Akan tetapi, perlu berbagai inovasi untuk mereduksi berbagai dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Oleh sebab itu, langkah efisiensi dan konservasi energi di sektor industri mutlak harus dilakukan. Kementerian Perindustrian RI memperkirakan bahwa sektor industri mampu melakukan penghematan konsumsi energinya hingga 30%. Salah satu langkah efisiensi tersebut adalah melalui pengembangan industri hijau.
tulis komentar anda