LPSK Dorong Kasus Pemalsuan Sertifikat ABK Dikembangkan ke TPPO
Minggu, 28 Juni 2020 - 10:42 WIB
Edwin mengungkapkan, data LPSK sepanjang 2015-2019, terdapat 122 korban TPPO yang dibekali dokumen palsu. Khusus ABK sektor perikanan, LPSK telah memberikan perlindungan kepada 232 korban mulai dari tahun 2013-Juni 2020. “Angka ini bukan merupakan jumlah keseluruhan dari korban peristiwa serupa,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa korban TPPO mendapatkan atensi khusus dari LPSK karena merupakan 1 dari 8 tindak pidana prioritas sebagaimana mandat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada 2018, terdapat 186 terlindung dari kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung pada 2019. Angka demikian menempatkan kasus TPPO pada posisi empat besar jumlah terlindung LPSK, setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM yang berat di tahun 2019.
(Baca: LPSK Siap Mendampingi Penjemputan WNI Korban Kekerasan di Kapal Asing)
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menambahkan, korban TPPO yang menjadi terlindung LPSK berasal dari berbagai profesi, jenis kelamin dan usia, termasuk anak. Mereka ada yang bekerja sebagai pekerja hiburan, nikah kontrak, pekerja seks komersil, perkebunan, penjualan organ tubuh, ABK dan lainya, yang terjadi di dalam dan luar negeri.
“LPSK siap bekerja sama dengan Polri untuk mengkaji keterkaitan antara pemalsuan sertifikat pelaut dengan kasus-kasus TPPO sektor perikanan lain, yang korbannya menjadi terlindung LPSK,” kata Antonius.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya bersama tim Satgas Kementerian Perhubungan berhasil menangkap 11 orang yang diduga memalsukan 5.041 sertifikat keterampilan pelaut. Dalam aksinya para tersangka membobol situs web resmi Kementerian Perhubungan untuk menyedot data.
Pengungkapan kasus ini diawali dari beberapa kasus yang menimpa anak buah kapal (ABK) Indonesia, termasuk dua ABK Indonesia yang loncat dari Kapal Lu Qing Yuan Yu berbendera RRT di Perairan Batam karena mendapat perlakuan buruk, kekerasan fisik dan gajinya tidak dibayar. Sementara ini, penyidik Polda Metro Jaya masih memproses hukum ke-11 tersangka pada tindak pidana pemalsudah dan pelanggaran Undang-Undang ITE karena melakukan illegal acces.
Dia menegaskan bahwa korban TPPO mendapatkan atensi khusus dari LPSK karena merupakan 1 dari 8 tindak pidana prioritas sebagaimana mandat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada 2018, terdapat 186 terlindung dari kasus TPPO dan naik menjadi 318 terlindung pada 2019. Angka demikian menempatkan kasus TPPO pada posisi empat besar jumlah terlindung LPSK, setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM yang berat di tahun 2019.
(Baca: LPSK Siap Mendampingi Penjemputan WNI Korban Kekerasan di Kapal Asing)
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menambahkan, korban TPPO yang menjadi terlindung LPSK berasal dari berbagai profesi, jenis kelamin dan usia, termasuk anak. Mereka ada yang bekerja sebagai pekerja hiburan, nikah kontrak, pekerja seks komersil, perkebunan, penjualan organ tubuh, ABK dan lainya, yang terjadi di dalam dan luar negeri.
“LPSK siap bekerja sama dengan Polri untuk mengkaji keterkaitan antara pemalsuan sertifikat pelaut dengan kasus-kasus TPPO sektor perikanan lain, yang korbannya menjadi terlindung LPSK,” kata Antonius.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya bersama tim Satgas Kementerian Perhubungan berhasil menangkap 11 orang yang diduga memalsukan 5.041 sertifikat keterampilan pelaut. Dalam aksinya para tersangka membobol situs web resmi Kementerian Perhubungan untuk menyedot data.
Pengungkapan kasus ini diawali dari beberapa kasus yang menimpa anak buah kapal (ABK) Indonesia, termasuk dua ABK Indonesia yang loncat dari Kapal Lu Qing Yuan Yu berbendera RRT di Perairan Batam karena mendapat perlakuan buruk, kekerasan fisik dan gajinya tidak dibayar. Sementara ini, penyidik Polda Metro Jaya masih memproses hukum ke-11 tersangka pada tindak pidana pemalsudah dan pelanggaran Undang-Undang ITE karena melakukan illegal acces.
(muh)
tulis komentar anda